Laman

Senin, 08 Oktober 2018

Ciri-Ciri Orang Ikhlas Dan Istikhlas

Ciri-Ciri Orang Ikhlas Dan Istikhlas

Ya Ahbabul Kirom,
Ikhlas merupakan rahasia Allah yg dilimpahkan kpd kekasih-Nya, sehingga tdk ada yg tau kecuali diri-Nya.

IKHLAS adalah bentuk ibadah yang hanya bisa dilakukan oleh hati dan tidak bisa terlihat. Ikhlas adalah perbuatan shaleh yang semata-mata untuk mendapatkan keridhoan Allah dan bukan untuk mendapatkan pujian.

Ya Ahbabul Kirom,
Imam Syafi’i berkata: “Semua manusia mati kecuali mereka yang memiliki pengetahuan. Dan semua orang yang memiliki pengetahuan akan tertidur, kecuali mereka yang melakukan beramal shaleh. Dan mereka yang beramal shaleh akan ditipu, kecuali mereka yang ikhlas. Dan mereka yang ikhlas akan selalu merasa khawatir.”
Pamer (Riya) adalah salah satu tanda utama hilangnya keihkhlasan.

Nabi Muhammad SAW bersabda:
“Yang paling kutakutkan untukmu adalah syirik kecil, yaitu ar-riya’. Allah akan mengatakan pada hari penghakiman ketika dia menghadiahi orang-orang untuk tindakan mereka: Pergi ke orang-orang yang kamu lakukan riya ‘untuk di dunia, kemudian lihat apakah kamu menemukan pahala dengan mereka.” (HR Ahmad)

Berikut ini beberapa ciri dari seorang Muslim yang ikhlas dan istikhlas, yaitu :
1.Menyempurnakan ibadahnya meskipun dalam keadaan sendiri.
Orang yang ikhlas beribadah kepada Allah secara pribadi akan sama dengan ibadah yang ia lakukan ketika di depan orang. Bahkan, ia beribadah lebih khusyu ketika sendirian sehingga ia melakukan yang terbaik untuk mendapatkan ridha Allah.

2.Tidak Suka Pujian Atau
Pencitraan.
Karena hubungannya kuat dengan Allah, dia takut dipuji, jangan sampai membuat Allah tidak senang atau jangan sampai dia menjadi sombong.

3.Mendengarkan Nasihat
Orang-orang yang ikhlas tidak pernah mengabaikan nasihat, tidak peduli siapa yang memberikan nasihat. Orang yang ikhlas akan mengambil setiap kesempatan untuk selalu mengoreksi dirinya, sebelum, saat beramal dan sesudah beramal.

4.Tidak berambisi menjadi pemimpin.
Kita akan selalu menemukan orang yang tulus tenang dan pendiam. Dia lebih suka dipilih, daripada dipilih, lebih suka dicalonkan daripada mencalonkan dirinya untuk posisi tertinggi. Karna jabatan adalah amanah yg akan dipertanggung jawabkan kelak di akhirat.

5.Dia Selalu Mengingat Kelemahan-kelemahannya
Orang yang tulus selalu sibuk memikirkan bagaimana memperbaiki diri dan berhenti melakukan dosa. Dia selalu melihat kebaikan dalam diri orang lain dan selalu memberikan nasihat yang baik. Bahkan, dia selalu menganggap orang lain lebih baik daripada dirinya.
“Jika seseorang bijak, perhatiannya atas dosa-dosanya sendiri akan mengalihkan perhatiannya dari melihat kesalahan orang lain” (Imam Syafi’i).

6.Dia Lebih suka Memberikan Amal Secara Rahasia
Dalam sebuah riwayat disebutkan: “Tujuh orang-orang yang akan mendapatkan perlindungan Allah  di hari kiamat ketika tidak akan ada lagi naungan selain naungan-Nya: Seorang penguasa yang adil, seorang pemuda yang rajin beibadah kepada Allah, seseorang yang hatinya melekat pada masjid, dua orang yang mencintai dan saling bertemu dan berangkat satu sama lain demi Allah, seorang pria yang digoda wanita cantik (untuk hubungan terlarang) tetapi dia (menolak tawaran ini dengan mengatakan): “Aku takut kepada Allah,” seseorang yang memberi sedekah dan menyembunyikannya sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang telah diberikan oleh tangan kanannya, dan seseorang yang beribadah Allah sendirian hingga meneteskan air mata.” (HR Al-Bukhari dan Muslim )

Menghibur Dan Terhibur Dengan Kebohongan, Bolehkah ?



Ya Ahbabal Kirom,
Secara moral kemanusiaan dan etika keagamaan, bohong itu perilaku paling keji, kunci kejahatan, dan dosa besar. Mudah disadari bila Nabi SAW menyebutnya sebagai cara paling terampil menjatuhkan harga diri dan mempermalukan diri sendiri. Itulah mengapa seseorang berbohong, di antaranya, karena kualitas jiwanya yang rendah, “Pembohong tidak berbohong kecuali karena rasa hina diri dalam dirinya” (Kanz Al-Ummāl, hadis no. 8231).
Nabi juga menambahkan, “Dan pangkal mengolok-olok adalah kepercayaan pada pembohong.”

Allah SWT Berfirman,
“Dan jika engkau bertanya kepada mereka (orang munafik), mereka pasti mengatakan, ‘Kami hanya bergurau dan bermain-main.’ Katakanlah,’ Apakah kepada Allah dan ayat-ayat-Nya serta Rasul-Nya kalian mengolok-olok?!’”
(QS. Al-Taubah [9]: 65)

Ayat ini terkait orang-orang munafik. Tetapi boleh jadi, sifat dan perilaku mereka juga ada pada diri orang beriman. Dalam banyak hadis disebutkan bahwa salah satu tanda dan pintu menuju kemunafikan adalah berbohong.

Namun, dalam keadaan tertentu, kita kerap mentolelir cara-cara bohong. Terutama dalam bercanda, menyimak lawakan atau menonton komedi. Seperti dalam ayat di atas, orang munafik membela kemunafikannya dengan alasan bercanda dan main-main. Alasan ini juga bisa dibawakan orang beriman untuk membela kebohongannya dengan alasan bercanda.

Mempermalukan, sudi dipermalukan, senang melihat orang dipermalukan sama-sama terhina. Dalam keadaan canda, komedi dan berakting lucu, kita tidak menganggap penting unsur-unsur kebohongan yang disisipkan oleh kawan canda, pelawak dan comedian. Kita kerap mentolelir diri kita sendiri terhidur karena maksud kita sedari awal “asal senang saja” atau kita percaya bahwa dia tidak bermaksud buruk selain menghibur dan membuat kita tertawa bahagia. Kemungkinan besar akan lebih menyenangkan bila objek lucuan dan sasaran cemooh itu orang yang tidak kita sukai. Dalam ayat di atas, alasan asal senang dan menghibur juga diungkapkan: “Kami hanya bergurau dan bermain-main.”

Ya Ahbabal Kirom,
Apakah tujuan menghibur dan membahagiakan hati orang dapat membenarkan perilaku yang berbumbu bohong dan dusta?
Ada tiga orang yang dijamin Nabi Saw pantas mendapat surga:
1. Orang yang ramah dan berbudi mulia.
2. Orang yang meninggalkan perdebatan, sekalipun dia di pihak yang benar.
3. Orang yang menjaga diri dari berbohong, walaupun sekedar bercanda (Kanz al-Ummāl, hadis no. 8217).

Dalam salah satu doa kecamannya, Nabi SAW bersabda, “Celakalah orang yang berbicara lalu berbohong hanya untuk membuat orang-orang tertawa! Celakalah dia! Celakalah dia!” (Ibid., hadis no. 8215).

Kalau saja humor bercampur bohong itu dikecam, berceramah agama dengan humor bercampur bohong tentu saja lebih terkutuk lagi. Yang semestinya tampil sebagai penerus lidah Nabi, penceramah malah menyampaikan ajaran beliau dengan cara-cara yang merusak ajaran beliau sendiri. Amat disesalkan bila forum agama dijadikan suasana saling fitnah, saling gibah, saling mencela,   lucu-lucuan dan didatangi masyarakat untuk mendapat hiburan dan menghilangkan sumpek, tidak lagi dengan kesadaran mendapat ilmu, kekusyukan, ketundukan hati, dan petunjuk hidup lebih baik.

Bercanda ada etikanya. Selain menghindari cara-cara memperolok orang lain, tidak mempermainkan kehormatan, tidak pula menyinggung harga diri orang lain, melucu dan berkomedi tetap konsisten tidak berkata-kata kotor, tak senonoh, dan kasar, tidak juga coba-coba menjurus penghinaan simbol-simbol sakral, tidak mempermainkan fakta hingga mengada-ada dan berdusta di ruang publik.

Nabi SAW ditanya, “Apakah perbuatan yang paling utama?” Ia bersabda, “Membuat orang beriman bahagia, membuatnya kenyang, menutupi aibnya, dan memenuhi kebutuhannya.” (Al-Albani, Shahīh Al-Targhīb wa al-Tarhīb, jld. 1, hlm. 231).

“Aku bercanda, hanya aku tidak mengatakan kecuali yg haq atau kebenaran.”
Baginda Nabi SAW
Nabi sendiri juga menghibur dan bercanda saat menjumpai sahabat dalam keadaan murung dan sumpek (Nuri, Mustadrak al-Wasā’il, jld. 1, hlm. 408). Beliau bersabda, “Aku bercanda, hanya aku tidak mengatakan kecuali kebenaran” (Al-Tabarsi, Makārim al-Akhlāq, hlm. 21
Wallahu'alam

Minggu, 07 Oktober 2018

Hikmah Dibalik Bencana




السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى سَيِّدِنَا وَمَوْلاَنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّينِ. فَيَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ.
فَقَالَ تَعَالىَ : أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ
Hadirin Jamaah Jum’at rahimakumullah.
Pertama-tama marilah kita panjatkan puji dan syukur kehadirat Allah SWT. yang telah memberikan beribu-ribu kenikmatan, terutam nikmat yang paling utama yaitu iman dan Islam, nikmat panjang umur, sehat wal’afiat, sehingga kita bisa berkumpul sebagaimana mestinya. Sholawat dan salam semoga selalu tercurahkan kepada junjungan Nabi besar kita Muhammad SAW. kepada keluarganya, para sahabatnya, sampai kepada pengikut-pengikutnya nanti.

Hadirin kaum muslimin rahimakumullah

Kita sudah mengetahui bahwa setiap jatuh bulan Januari, Februari, bahkan sampai Maret biasanya negeri kita ini selalu dilanda musim hujan. Tentu saja kalau musim hujan turun, maka banyak daerah-daerah yang terkena banjir, longsor. Akibatnya akan timbullah berbagai gejala penyakit, akibat dampak dari terjadinya banjir, seperti penyakit demam berdarah, gatal-gatal, diare dan lain-lain sebagainya.
Kalau kita melihat fenomena-fenomena alam yang terjadi saat ini, terasa sangat extrim. Tentu kalau kita introspeksi diri, kenapa kejadian-kejadian alam yang saat ini sangat extrim sering terjadi di negeri ini, tentn semua ini ada sebab akibatnya. Dulu kita sering melihat banjir hanya di kota-kota besar saja, tetapi sekarang dimana-mana kita sering melihat, bahkan hampir semua daerah yang ada di Indonesia dilanda banjir dan tanah longsor. Semoga Allah SWT. senantiasa memberikan kesabaran kepada saudara-saudara kita yang pada saat ini tengah tertimpa musibah. Mudah-mudahan mereka diberi kekuatan mental, dan fisik dalam menghadapinya. Semoga mereka diberi kekuatan keimanan dan tawakal kepada-Nya. Sebab tak sedikit orang yang merasa putus asa, frustasi, tatkala musibah/bencana alam menimpa. Tidak  sedikit pula orang yang tiba-tiba menjadi kufur tatkala bencana/musibah mendera mereka. Kesabaran, ketawakalan, dan keyakinan kapada ketentuan Allah SWT. menjadi sirna dari dirinya.

Hadirin Jama’ah Jum’ah Rohimakumullah

Orang yang arif adalah orang yang menyakinkan bahwa Allah Maha Pengasih lagi Maha Penyayang. Apapun yang Ia turunkan, termasuk musibah/bencana alam didalamnya, sudah barang tentu mengandung hikmah dan tujuan yang baik bagi kehidupan hamba-Nya. Tak satupun yang Ia turunkan akan merugikan bagi hamba-hamba-Nya. Semua mengandung hikmah bagi kehidupan hamba-hamba-Ny. Terlebih-lebih bagi seorang mukmin yang taat.
Bahkan Nabi SAW. bersabda dalam hadits yang diriwayatkan oleh Imam Muslim yang artinya sebagai berikut:”sangat mengagumkan keadaan seorang mukmin, sebab segala keadaan baginya menjadi kebaikan, dan tidak akan terjadi hal seperti itu, kecuali bagi seorang mukmin. Jika mendapat kenikmatan ia bersyukur, bersyukur itu lebih baik baginya. Apabila ia ditimpa musibah, ia bersabar, maka kesabaran itu lebih baik baginya” 
Kaum Muslimin Rohimakumullah!! Bagi seorang mukmin, musibah atau bencana alam merupakan ujian yang menjadi batu loncatan             bagi peningkatan kualitas keimanannya kepada Allah. Semakin arif dan sabar dalam menghadapinya semakin tinggilah kualitas keimanannya dan semakin dekat dirinya kepada Allah. Tidaklah mengherankan jika segala jeritannya senantiasa didengar Allah. Semakin tinggi keimanan seseorang, akan semakin tinggi pula ujian yang akan Allah berikan kepadanya. Bahkan Allah menjelaskan dalam Surat: Al-Ankabuut (29) ayat: 2-3 sebagai berikut:
 أَحَسِبَ ٱلنَّاسُ أَن يُتۡرَكُوٓاْ أَن يَقُولُوٓاْ ءَامَنَّا وَهُمۡ لَا يُفۡتَنُونَ ٢ وَلَقَدۡ فَتَنَّا ٱلَّذِينَ مِن قَبۡلِهِمۡۖ فَلَيَعۡلَمَنَّ ٱللَّهُ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ وَلَيَعۡلَمَنَّ ٱلۡكَٰذِبِينَ ٣

“apakah manusia itu mengira bahwa mereka itu akan dibiarkan begitu saja mengatakan,“kami telah beriman, sedang mereka tidak diuji lagi?”dan sesungguhnya Kami telah menguji orang-orang sebelum mereka. Maka sesungguhnya Allah mengetahui orang-orang yang benar dan sesungguhnya Dia mengetahui orang-orang yang dusta

Berkenaan dengan sering terjadinya bencana alam/musibah akhir-akhir ini, alangkah baik kita menyimak kata-kat yang penuh makna yang diungkapkan oloh seorang ulama Sufi yang bernama Syeikh Ibnu Athoillah: ”Allah telah mengetahui bahwa engkau tidak dapat menerima nasihat yang hanya berupa dkata-kata, karena itulah Allah merasakan kepadamu rasa pahitnya (berupa musibah) untuk memudahkanmu cara meninggalkannya”.
Sementara itu Imam Al-Junaidi mengatakan: “musibah merupakan lampu penerang bagi orang yang arif, sebuah keterjagaan bagi para pemula dan sebuah pembinasaan bagi orang yang lalai”.
            Apapun bentuk musibah/bencana alam yang menimpa sesorang atau negeri kita saat ini adalah merupakn nasehat dan peringtan Allah kepada hamba-hamba-Nya. Bila ia seorang yang taat, musibah/bencana merupakan nasehat dari Allah agar semakin meningkatnya muraqqobah kepada-Nya, kesabaran, ketawakalan dan keimanan. Bila ia seorang ahli maksiat, musibah yang menimpanya merupakan peringatan untuk segera kembali ke jalan yang lurus yang telah digariskan-Nya.

Hadirin Kaum muslimin Rohimakumullah

            Mari kita pikirkan bersama-sama, adanya musibah atau bencana…...salah siapakah ini? Saat ini bencana melanda dimana-mana, banjir tanah longsor, hingga ratusan nyawa menjadi korban, harta benda musnah. Siapakah yang patut dituding atas terjadinya semua ini? Mari kita pikirkan, mari kita cegah, mari kita mewaspadai atas sering terjadinya musibah/bencana alam akhir-akhir ini. Bumi yang semakin panas dampak dari manusia sendiri yang kurang sadar terhadap alam. Lihat saja pembabatan hutan dimana-mana, dan menjadikannya kebun tempat tumbuhnya pabrik-pabrik dan gedung-gedung megah. Pemakaian AC atau pendingin ruangan yang semakin meluas, dan sektor lain yang membutuhkan begitu besar energi. Dan akhirnya menghasilkan energi panas, yang makin hari makin membakar planet tempat dimana kita berpijak. Ambil contoh banjir tiap tahun semakin parah, dan mayoritas orang akan berkata: ini bencana alam cobaan dari Allah, dan sedikit yang menyadari bahwa ini semua hasil ulah dari kita sendiri, dan kita juga korbannya.
            Hujan yang semakin besar curahnya, adalah efek dari penguapan air laut. Ingat kembali pelajaran IPA, hujan terjadi karena penguapan air laut oleh matahari, dan arena bumi semakin panas, es di 2 (dua) kutub bumipun meleleh, dan menambah volume air laut. Oleh Karena bumi yang panas pula lapisan atmosfir menipis, hingga panas matahari yang terpantul ke bumi berganda suhunya. Semakin kuat  menguapkan air laut dan mencurahkannya ke bumi sebagai hujan. Sadarkah kita bagaimana semrawutnya cuaca dibumi, musim kemarau dan hujan yang datang tak tentu waktu. Itupun pertanda udara tak mampu lagi menahan uapan air laut, dan mencurahkannya sewaktu-waktu tanpa peduli musim. Dan akhirnya curah hujan yang berganda, banjir tak dapat dielakkan. Tanah longsor akibat hujan yang besar dan rentannya tanah karena hilang penyanggahnya yaitu akar-akar pohon, yang habis ditebang secara illegal oleh sekelompok manusia yang tidak bertanggungjawab. Mari kita cegah bencana alam/musibah ini dengan cara kita harus sadar dan peduli terhadap lingkungan semesta alam diiringi dengan keimanan & ketakwaan kepada Allah SWT.

بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ. أَقُوْلُ قَوْلِيْ هَذَاأَسْتَغْفِرُ اللهَ الْعَظِيْمَ لِيْ وَلَكُمْ.


Khutbah Kedua

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. أَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ صَلَّى اللهُ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَسَلَّمَ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يَجْعَل لَّهُ مَخْرَجًا} وَقَالَ: {وَمَن يَتَّقِ اللهَ يُكَفِّرْ عَنْهُ سَيِّئَاتِهِ وَيُعْظِمْ لَهُ أَجْرًا}
ثُمَّ اعْلَمُوْا فَإِنَّ اللهَ أَمَرَكُمْ بِالصَّلاَةِ وَالسَّلاَمِ عَلَى رَسُوْلِهِ فَقَالَ: {إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا}.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. وَبَارِكْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا بَارَكْتَ عَلَى إِبْرَاهِيْمَ وَعَلَى آلِ إِبْرَاهِيْمَ، إِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْدٌ. اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ، وَالْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ. اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. رَبَّنَا هَبْ لَنَا مِنْ أَزْوَاجِنَا وَذُرِّيَّاتِنَا قُرَّةَ أَعْيُنٍ وَاجْعَلْنَا لِلْمُتَّقِينَ إِمَامًا. سُبْحَانَ رَبِّكَ رَبِّ الْعِزَّةِ عَمَّا يَصِفُوْنَ، وَسَلاَمٌ عَلَى الْمُرْسَلِيْنَ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.


Kesalehan Sosial dan Ritual






السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ وَنَسْتَغْفِرُهْ وَنَعُوذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلاَ مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِلْهُ فَلاَ هَادِيَ لَهُ. وَأَشْهَدُ أَنْ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ. فَصَلَوَاتُ اللهِ وَسَلاَمُهُ عَلَيْهِ وَعَلَى مَنْ تَبِعَهُ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ. أَمَّا بَعْدُ؛
 يَا أَيُّهَا النَّاسُ أُوْصِيْكُمْ وَإِيَّايَ بِتَقْوَى اللهِ فَقَدْ فَازَ الْمُتَّقُوْنَ. قَالَ تَعَالَى: يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوا اتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلاَ تَمُوْتُنَّ إِلاَّ وَأَنتُمْ مُّسْلِمُوْنَ
Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Puji Syukur kita panjatkan ke hadhirat Ilahy Rabby, atas Qudrot dan Irodat-Nyalah saat ini kita mampu untuk menjalankan salah satu kewajiban kita yaitu Sholat Jumat berjamaah. Shalawat serta Salam semoga senantiasa tercurah limpahkan kepada Panutan manusia yaitu Nabi agung Muhammad SAW. Juga kepada para keluarganya, sahabatnya termasuk kita semua selaku ummatnya. Marilah pula kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah SWT, dengan selalu meningkatkan amalan-amalan kita yang menjadi perintah-Nya dan menjauhi yang dilarang-Nya.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Islam adalah agama multidimensi. Dalam Islam terkandung ajaran tentang aqidah, ibadah, akhlaq dan mu’amalah yang kesemuanya secara serempak mesti dipegang dan  diamalkan penganut Islam tanpa boleh di kapling-kapling, sehingga totalitas dari keempat unsur di atas akan membentuk pribadi seorang muslim. Artinya saat seorang muslim diperintah untuk beribadah (dalam arti sempit) dengan sebaik- baiknya, saat itu pula ia sesungguhnya juga dituntut untuk berakhlak baik dan menjaga hubungan sosial kemasyarakatan dengan baik pula.  Sebaik hubungan dirinya dengan Tuhan, maka sebaik itu pula hendaknya ia menjaga hubungan dengan sesamanya. Dalam konteks inilah, kesalehan ritual seyogyanya harus berbanding lurus dengan kesalehan sosial.
Karenanya, komitmen keislaman seseorang tidaklah cukup hanya dalam bentuk syahadat lisan atau keyakinan dalam hati, tetapi juga ia harus terealisasi dalam bentuk amaliyah sehari- hari dan dari waktu ke waktu. Setiap apa yang dilakukan seorang muslim, hendaknya mencerminkan identitas keislaman yang total dan integral. Allah Swt berfirman dalam Al Baqoroh 208 :
يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُواْ ٱدۡخُلُواْ فِي ٱلسِّلۡمِ كَآفَّةٗ وَلَا تَتَّبِعُواْ خُطُوَٰتِ ٱلشَّيۡطَٰنِۚ إِنَّهُۥ لَكُمۡ عَدُوّٞ مُّبِينٞ ٢٠٨

“Hai orang- orang yang beriman, masuklah kamu dalam Islam secara keseluruhan, dan janganlah kamu turuti langkag- langkah syaitan, sesungguhnya syaiton itu musuh yang nyata bagi mu”.

Hadirin Jamaah Jum’at Rahimakumullah

Dalam Islam diatur bagaimana seorang muslim berprilaku, mulai dari persoalan domestik yang remeh hingga persoalan yang memiliki derajat urgensi yang tinggi. Saat seseorang hendak makan misalnya, maka ia diperintahkan untuk membaca Basmalah dan berdo’a, lalu menggunakan tangan kanannya. Yang pertama menunjukkan unsur aqidah, sedangkan yang kedua merupakan unsur akhlaq. Dengan demikian ada keseimbangan antara hubungan dengan Allah dan hubungan dengan sesama manusia. Dalam hal ini tidak ada skala prioritas, dalam arti mana yang harus didahulukan ; hubungan dengan Allah atau hubungan dengan sesama. Sebagai sebuah ilustrasi dalam sebuah hadits Rosulullah juga bersabda  tidaklah bersyukur kepada Allah orang yang tidak bersyukur kepada manusia” . Di sini Rosulullah SAW. menegaskan keterkaitan syukur kepada Allah dengan bersyukur kepada sesama.

Hadirin Kaum Muslimin Rahimakumullah

Dalam realitas sosial, kadang-kadang masih terdapat pemahaman bahwa hubungan dengan Tuhan ( Hablun Min Allah) jauh lebih penting ketimbang hubungan dengan sesama manusia ( Hablun Min an nas), dosa kepada Tuhan lebih besar hukumannya ketimbang dosa kepada manusia. Akibatnya, orang sering memberikan tekanan yang sangat tinggi terhadap kewajiban Shalat, puasa dan haji, tetapi seringkali abai terhadap persoalan kejujuran, menganggap dosa meninggalkan Shalat lebih besar daripada melakukan korupsi dan kebohongan publik. Bukankah pelaku tindakan korupsi di negara kita ini, didominasi oleh mereka yang relatif taat secara ritual bahkan di antaranya bergelar “Haji”? Kita juga masih sering menemukan fakta,  orang yang pada saat melakukan ibadah ritual demikian totalnya, tetapi menutup mata terhadap ketimpangan sosial yang terjadi di depan matanya. Begitu juga sebaliknya, ada sebagian kelompok yang begitu konsern terhadap masalah ketimpangan sosial, pemberdayaan masyarakat tertindas dan problem sosial lainnya tetapi menganggap ibadah ritual, mahdhoh sebagai sesuatu yang sangat privat sehingga tidak perlu dibicarakan di ranah paublik.
Manusia adalah mahluk yang mempunyai fungsi ganda. Dalam hubungannya dengan Allah dia adalah ‘abid , yaitu hamba yang harus tunduk dan patuh kepada Tuhan, dan dalam hubungannya dengan sesamanya ia adalah Khalifah. Fungsi sebagai ‘abid  harus dilaksanakan seiring dengan fungsi kekhalifahan, tanpa boleh ada yang harus didahulukan dan dikemudiankan.
Semoga Allah SWT. selalu memberikan kekuatan kepada kita untuk dapat menjalankan kedua fungsi tersebut dengan baik, sehingga kita menjadi muslim yang shaleh secara ritual dan secara sosial.
بَارَكَ اللهُ لِيْ وَلَكُمْ فِي الْقُرْآنِ الْعَظِيْمِ، وَنَفَعَنِيْ وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِيْهِ مِنَ اْلآيَاتِ وَالذِّكْرِ الْحَكِيْمِ، وَتَقَبَّلَ اللهُ مِنِّيْ وَمِنْكُمْ تِلاَوَتَهُ، إِنَّهُ هُوَ السَّمِيْعُ الْعَلِيْمُ.
Khutbah Kedua
اَلْحَمْدُ لِلَّهِ الَّذِيْ هَدَانَا لِهَذَا وَمَا كُنَّا لِنَهْتَدِيَ لَوْ لاَ أَنْ هَدَانَا اللهُ. أَشْهَدُ أَنَّ لاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَحْدَهُ لاَ شَرِيْكَ لَهُ وَلاَ نَعْبُدُ إِلاَّ إِيَّاهُ وَنَحْنُ لَهُ مُخْلِصُوْنَ. وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ وَنَحْنُ لَهُ تَابِعُوْنَ.
اَللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَمَنْ تَبِعَهُمْ بِإِحْسَانٍ إِلَى يَوْمِ الدِّيْنِ، صَلِّ وَسَلِّمْ تَسْلِيْمًا كَثِيْرًا. أَمَّا بَعْدُ؛
فَيَا عِبَادَ اللهِ، رَحِمَكُمُ اللهُ. أُوْصِيْكُمْ وَنَفْسِيْ بِتَقْوَى اللهِ فِي السِّرِ وَالْعَلَنَ، فَاتَّقُوا اللهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَأَطِيْعُوْهُ وَالرَّسُوْلَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُوْنَ. وَاعْلَمُوْا أَيَّهُاَ الْمُؤْمِنُوْنَ، أَنَّ اللهَ تَعَالَى صَلَّى عَلَى نَبِيِّهِ تَقْدِيْمًا وَبَدَأَ بِنَفْسِهِ تَعْلِيْمًا، وَقَالَ اللهُ عَزَّ وَجَلَّ: إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلَى النَّبِيِّ، يَا أَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا. اَللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَأَصْحَابِهِ وَالتَّابِعِيْنَ أَجْمَعِيْنَ.
اَللَّهُمَّ اغْفِرْ لِلْمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِنَاتِ وَالْمُسْلِمِيْنَ وَالْمُسْلِمَاتِ اْلأَحْيَاءِ مِنْهُمْ وَاْلأَمْوَاتِ، إِنَّكَ سَمِيْعٌ قَرِيْبٌ مُجِيْبُ الدَّعَوَاتِ.
اَللَّهُمَّ أَرِنَا الْحَقَّ حَقًّا وَارْزُقْنَا اتِّبَاعَهُ، وَأَرِنَا الْبَاطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْنَا اجْتِنَابَهُ. رَبَّنَا لاَ تُزِغْ قُلُوْبَنَا بَعْدَ إِذْ هَدَيْتَنَا وَهَبْ لَنَا مِن لَّدُنْكَ رَحْمَةً إِنَّكَ أَنتَ الْوَهَّابُ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلإِخْوَانِنَا الَّذِيْنَ سَبَقُوْنَا بِاْلإِيْمَانِ وَلاَ تَجْعَلْ فِيْ قُلُوْبِنَا غِلاًّ لِّلَّذِيْنَ ءَامَنُوْا رَبَّنَا إِنَّكَ رَءُوْفٌ رَّحِيْمٌ. رَبَّنَا ظَلَمْنَا أَنْفُسَنَا وَإِنْ لَّمْ تَغْفِرْ لَنَا وَتَرْحَمْنَا لَنَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ. رَبَّنَا اغْفِرْ لَنَا وَلِوَالِدَيْنَا وَارْحَمْهُمَا كَمَا رَبَّيَانَا صِغَارًا. رَبَّنَا آتِنَا فِي الدُّنْيَا حَسَنَةً وَفِي الآخِرَةِ حَسَنَةً وَقِنَا عَذَابَ النَّارِ. وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِيْنَ.