Laman

Minggu, 04 November 2012

MEMBENTUK KARAKTER PEMUDA RABBI RADHIYYA



Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA*


Keberadaan pemuda pada suatu bangsa memegang peranan yang sangat penting. Pemuda adalah suatu generasi yang memiliki peranan luar biasa sebagai “avant garde” (ujung tombak) perubahan dan menjadi tonggak kebangkitan lahirnya kesadaran “berbangsa”. Yang pada sejarah bangsa Indonesia, peran tersebut dapat dilihat sejak para pemuda membuat “komunike politik kebangsaan” 28 Oktober 1928, dengan sumpahnya yang menekadkan “Satu tumpah darah (tanah air), satu bangsa, dan satu bahasa”.
Pemuda juga dianggap sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol sosial (Agent of Social Control). Sehingga berbagai hal menyangkut perubahan dan pembangunan, selalu dikaitkan dengan adanya campur tangan pemuda. Hal ini dapat dibuktikan ketika kita membuka lembaran sejarah dunia, di berbagai belahan dunia perubahan sosial politik menempatkan pemuda di garda depan. Peranannya menyeluruh, tak hanya menjadi seperti mata air, tapi juga hulu, hilir sampai muara.
Pemuda diakui memiliki kekuatan atau energi, serta semangat dan kemampuan untuk mengerahkan segala potensi dan juga siap berkorban, yang kesemuanya merupakan kunci kebangkitan suatu bangsa, karena tidak akan ada kebangkitan tanpa dengannya, dan tidak akan merentas berbagai kendala dan hambatan kecuali dengan memiliki potensi yang dimilikinya. Sekali lagi sejarah membuktikan itu, sampai-sampai Bung Karno (Presiden Pertama RI) dalam salah satu pidatonya mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia.” (Nabil Abdurrahman, 2009, hal. 4).
Keberadaan pemuda juga menempati posisi yang strategis, karena pemuda merupakan suatu generasi yang menjembatani antara generasi kanak-kanak dan generasi orang tua. Yang secara fisik masih prima, secara emosional memiliki keberanian yang tinggi dan secara intelektual memiliki idealisme yang masih murni, kreatif, dinamis dan inovatif bagi perubahan sosial politik suatu bangsa. Sehingga pemuda dianggap sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang dan menjadi tumpuan harapan dalam mengurus dan memecahkan permasalahan bangsa. Inna fii yadis subbaan amral ummah wa fii aqdamihaa hayaatahaa, sesungguhnya urusan ummat terletak di tangan para pemuda dan kehidupan umat (juga) terletak pada keberanian para pemuda.
Lalu pemuda seperti apa yang dapat menjadi tumpuan harapan dalam mengatur dan memecahkan permasalahan bangsa  sehingga mampu mewujudkan suatu bangsa yang ideal yang menjadi cita-cita dari setiap hati manusia ? tentunya kita sebagai bagian dari masyarakat memiliki keinginan agar rakyat bangsa ini, selamat dunia dan akhirat, menjadi masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, diberkahi dan diridloi Allah (baldatun thayyibatun warabbun ghafur). Hal ini disebabkan karena baldatun thayyibatun warabbun ghafur adalah merupakan cita-cita tertinggi masyarakat.
Al Quran menginformasikan bahwa generasi muda yang dapat mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur adalah generasi yang senantiasa mencari keridhoan Allah SWT. sehingga Allah pun mencurahkan keridhoanNya kepada mereka. Al Quran mengistilahkannya dengan generasi Rabbi Radhiyya, generasi yang diridhai Tuhannya. Seperti termaktub dalam QS. Maryam : 6, ketika Allah SWT. Menceritakan harapan Nabi Zakaria AS. Yang ingin diberikan keturunan sebagai generasi yang mewarisi kenabiannya dan generasi yang diridhai Allah SWT. Yaritsunii wa yaritsu aali Ya’quub waj’alhu Rabbi Radhiyya.
Siapakah generasi Rabbi Radhiyya itu?  Al Quran kemudian memaparkan karakteristik dari generasi Rabbi Radhiyya ini ketika menceritakan keadaan Nabi Yahya AS. yang menjadi Ikon dari generasi ini, diantaranya ;
Pertama, Khudil Kitaaba bi quwwah (QS. Maryam : 12), yaitu generasi muda yang senantiasa memegang erat kitab Allah. Artinya  segala pemikiran, sikap dan tindakannya senantiasa berdasarkan kepada aturan-aturan Allah SWT.
Kedua,  Wa ataynaahul hukma shabiyya (QS. Maryam : 12) “Kami berikan kepadanya kebijaksanaan saat masih belia"  ayat ini menceritakan keadaan Nabi Yahya AS. ketika beliau masih kanak-kanak memiliki fikiran dan kebijaksanaan yang sudah matang. Sehingga pada suatu riwayat yang disampaikan Ma’mar suatu hari teman-temannya mengajaknya bermain-main, Nabi Yahya AS. Menolak dengan mengatakan, “saya dijadikan Tuhan bukan untuk bermain-main." Artinya generasi yang senantiasa mempergunakan masa mudanya tidak hanya untuk mencari kesenangan duniawi akan tetapi dipergunakan untuk memahami hikmah dan menuntut ilmu pengetahuan.
Ketiga, Wa hanaanan min Ladunna wa zakah, wa kaana taqiyya (QS. Maryam : 13) generasi yang diberi rahmat dan rasa belas kasihan yang mendalam dari Tuhannya dan kesucian (dan dosa) dan ia adalah seorang yang bertaqwa. Artinya generasi yang selalu menjaga dirinya untuk senantiasa menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT. dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Keempat, Wa barran bi waalidayhi wa lam yakun jabbaran ‘ashiyya (QS. Maryam : 14) yaitu generasi yang senantiasa berbakti kepada orang tua dan memiliki sifat yang mulia yang jauh dari kesombongan dan perilaku durhaka (senantiasa menjaga dirinya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat).
Kemudian Allah SWT. menutup paparan mengenai karakteristik Nabi Yahya AS. sebagai simbol dari generasi Rabbi Radhiyya ini, dengan ungkapan yang begitu indah, wa salaamun ‘alayhi  yawma wulida wa yawma yamuut wa yawma yub’atsuun,  kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. Artinya, jika generasi muda mampu memiliki karakteristik di atas, maka Allah SWT. menjanjikan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Kesejahteraan di dunia berupa terwujudnya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, kesejahteraan di akhirat berupa wa fiil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban naar.  Semoga  pada setiap pribadi pemuda Indonesia terdapat karakter yang demikian. Wallahu A’lam.

*) Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kec. Kedawung Kab. Cirebon

Tidak ada komentar:

Posting Komentar