H. SAEFUL MALIK, S.Ag, M.Pd.I
Suatu
hari, sebagai seorang penyuluh Agama Islam penulis diundang untuk memberikan
taushiyah pada acara pengajian rutin “Rabuan” di salah satu instansi pemerintah
Propinsi. Tadinya penulis siapkan konsep ceramah dengan tema tentang peristiwa
aktual yang sedang terjadi saat itu. Namun ketika menunggu, penulis didatangi
oleh panitia pengajian dan meminta agar penulis menyampaikan tema-tema yang
berhubungan dengan pegawai dan pekerjaan, “Setidaknya memberikan motivasi lah,”
katanya. Seketika penulis memutar otak, apa kiranya yang dapat disampaikan,
karena sudah tidak ada waktu lagi untuk membuat konsep. Tiba-tiba penulis
teringat tulisan Emha Ainun Najib dalam sebuah bukunya mengenai pembagian
manusia yang dianalogikan hukum Islam, yang juga pernah di adopsi oleh A Agym
dalam sebuah tulisannya. Kayaknya kalau dikiaskan ke pegawai atau pejabat,
penulis fikir mungkin juga ada relevansinya.
Emha
Ainun Najib membagi manusia kedalam lima bagian, di analogikan pada hukum fiqh.
Manusia itu ada yang wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Penulis coba
kiaskan kepada pegawai atau pejabat dalam suatu instansi atau perusahaan.
Hampir di tiap tempat ke lima tipe ini selalu ada. Apa yang dimaksud dengan
tipikal pegawai atau pejabat tersebut ? Biasanya kita memahami pengertian wajib
dalam hukum Islam adalah sesuatu pekerjaan ibadah yang jika dilaksanakan
mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.
Pengkiasan
kepada pejabat atau pegawai yang wajib adalah pejabat atau pegawai yang
kehadirannya dirasa harus ada oleh instansi atau perusahaanya dan ketiadaannya
sangat dirindukan dan disayangkan. Pejabat atau pegawai yang wajib ini biasanya
memiliki akhlak yang mulia, pribadinya sangat mengesankan sehingga sangat
disukai baik oleh atasan, bawahan ataupun teman kerjanya. Perangainya baik,
wajah dan pakaiannya senantiasa bersih, memancarkan cahaya keilkhlasan dalam
hati. Ucapannya sejuk didengar, tidak pernah menyakiti perasaan orang lain.
Perintahnya tidak terasa sebagai perintah, akan tetapi difahami oleh bawahan
atau teman kerja sebagai ajakan untuk mengerjakan sesuatu dengan baik.
Perilakunya sangat sopan dan senantiasa santun baik kepada yang lebih tua
maupun yang lebih muda, ringan tangan dalam membantu pekerjaan untuk hasil yang
lebih baik. Disamping memiliki talenta dan tanggung jawab terhadap pekerjaan
yang sangat baik pula. Tentu saja keberadaannya sangat dinanti-nantikan, dan
orang akan sangat merasa kehilangan jika ia tidak ada. Kesan yang diberikan
oleh pagawai atau pejabat yang wajib ini membuat ketidakhadirannya sangat
dirindukan oleh komunitas tempatnya bekerja. Keberadaannya benar-benar memberikan
“pahala” bagi perusahaan atau instansi tempatnya bekerja dan ketiadaannya akan
memberikan “kerugian” bagi tempatnya bekerja.
Yang
kedua Pejabat atau pegawai yang sunnah. Dalam fiqih sunnah itu adalah perbuatan
ibadah yang jika dilaksanakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak
berdosa. Pegawai atau pejabat yang sunnah pun demikian, ia akan memberikan
“pahala” bagi perusahaan atau instansi tempatnya bekerja. Nyaris sama dengan
tipe yang wajib, hanya saja ada beberapa kekurangan yang tidak dimiliki oleh
tipe sunnah ini yang menyebabkan tidak adanya kesan yang mendalam pada hati
rekan kerjanya, sehingga ketika pejabat atau pegawai sunnah ini tidak hadir,
maka ketiadaannya tidak menyebabkan perusahaan dan rekan kerjanya tidak merasa
kehilangan dan tidak merindukannya.
Ketiga,
pejabat atau pegawai yang mubah. Mubah berarti boleh dikerjakan boleh pula
ditinggalkan. Jika kita kiaskan, pejabat atau pegawai yang mubah adalah pejabat
atau pegawai yang kehadiran atau ketiadaannya tidak mempengaruhi apapun, baik bagi
tempatnya bekerja ataupun rekan kerjanya. Sayang sekali jika ditempat kita
bekerja banyak sekali orang yang mubah ini, karena kalau kita meminjam istilah
pepatah arab, “Wujuduhu ka adamihi”. Keberadaannya sama saja dengan
ketiadaannya. Mubadzir sekali pegawai yang seperti ini.
Tipe
keempat, adalah pegawai atau pejabat yang makruh. Makruh merupakan lawan dari
sunnat, pekerjaan yang jika ditinggalkan mendapat pahala dan jika dikerjakan
tidak berdosa. Penganalogian pada pegawai dan pejabat adalah jika ada pegawai
atau pejabat yang keberadannya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi
masalah. Biasanya bila ia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana
walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana
tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila
ia tidak ada. Banyak bicara yang sia-sia, tugas kantor jarang selesai tepat
waktu dan terkadang mengganggu atau menghambat pekerjaan teman kerjanya.
Lebih
ekstrim pejabat atau pegawai tipe ke lima, yaitu pejabat atau pegawai yang
haram. Dimana dalam fiqh haram itu merupakan lawan dari wajib, yaitu jika
dikerjakan berdosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Artinya jika ada
pejabat atau pegawai haram, keberadaannya sangat tidak disukai oleh teman
kerjanya dan mereka berharap agar ia tidak pernah ada di tempat kerjanya.
Kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena
menguntungkan. Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena
sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena
buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya
sendiri. Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar.
Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak,
sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan
menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata
di adalah "trouble maker".
Selesai
memaparkan tipe-tipe pegawai dan pejabat di atas, penulis mengajak audiens
untuk merenung, kira-kira keberadaan kita di instansi ini termasuk tipe yang
mana ? karena setiap tipe-tipe tersebut mempunyai konsekwensi sesuai dengan
posisinya. Harapan penulis semua dari kita bisa menjadi pejabat atau pegawai
yang wajib, yang keberadaan kita sangat diharapkan dan senantiasa memberikan
“keuntungan” baik buat tempat maupun teman kerja kita dan ketidakhadiran kita
akan dirasa sangat kehilangan dan sangat dirindukan. Semoga kita dapat
demikian. Wallahu a’lam.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar