Laman

Senin, 27 Februari 2023

LIMA TYPE PEGAWAI

 H. SAEFUL MALIK, S.Ag, M.Pd.I

Suatu hari, sebagai seorang penyuluh Agama Islam penulis diundang untuk memberikan taushiyah pada acara pengajian rutin “Rabuan” di salah satu instansi pemerintah Propinsi. Tadinya penulis siapkan konsep ceramah dengan tema tentang peristiwa aktual yang sedang terjadi saat itu. Namun ketika menunggu, penulis didatangi oleh panitia pengajian dan meminta agar penulis menyampaikan tema-tema yang berhubungan dengan pegawai dan pekerjaan, “Setidaknya memberikan motivasi lah,” katanya. Seketika penulis memutar otak, apa kiranya yang dapat disampaikan, karena sudah tidak ada waktu lagi untuk membuat konsep. Tiba-tiba penulis teringat tulisan Emha Ainun Najib dalam sebuah bukunya mengenai pembagian manusia yang dianalogikan hukum Islam, yang juga pernah di adopsi oleh A Agym dalam sebuah tulisannya. Kayaknya kalau dikiaskan ke pegawai atau pejabat, penulis fikir mungkin juga ada relevansinya.

Emha Ainun Najib membagi manusia kedalam lima bagian, di analogikan pada hukum fiqh. Manusia itu ada yang wajib, sunah, mubah, makruh dan haram. Penulis coba kiaskan kepada pegawai atau pejabat dalam suatu instansi atau perusahaan. Hampir di tiap tempat ke lima tipe ini selalu ada. Apa yang dimaksud dengan tipikal pegawai atau pejabat tersebut ? Biasanya kita memahami pengertian wajib dalam hukum Islam adalah sesuatu pekerjaan ibadah yang jika dilaksanakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan mendapat dosa.

Pengkiasan kepada pejabat atau pegawai yang wajib adalah pejabat atau pegawai yang kehadirannya dirasa harus ada oleh instansi atau perusahaanya dan ketiadaannya sangat dirindukan dan disayangkan. Pejabat atau pegawai yang wajib ini biasanya memiliki akhlak yang mulia, pribadinya sangat mengesankan sehingga sangat disukai baik oleh atasan, bawahan ataupun teman kerjanya. Perangainya baik, wajah dan pakaiannya senantiasa bersih, memancarkan cahaya keilkhlasan dalam hati. Ucapannya sejuk didengar, tidak pernah menyakiti perasaan orang lain. Perintahnya tidak terasa sebagai perintah, akan tetapi difahami oleh bawahan atau teman kerja sebagai ajakan untuk mengerjakan sesuatu dengan baik. Perilakunya sangat sopan dan senantiasa santun baik kepada yang lebih tua maupun yang lebih muda, ringan tangan dalam membantu pekerjaan untuk hasil yang lebih baik. Disamping memiliki talenta dan tanggung jawab terhadap pekerjaan yang sangat baik pula. Tentu saja keberadaannya sangat dinanti-nantikan, dan orang akan sangat merasa kehilangan jika ia tidak ada. Kesan yang diberikan oleh pagawai atau pejabat yang wajib ini membuat ketidakhadirannya sangat dirindukan oleh komunitas tempatnya bekerja. Keberadaannya benar-benar memberikan “pahala” bagi perusahaan atau instansi tempatnya bekerja dan ketiadaannya akan memberikan “kerugian” bagi tempatnya bekerja.

Yang kedua Pejabat atau pegawai yang sunnah. Dalam fiqih sunnah itu adalah perbuatan ibadah yang jika dilaksanakan mendapat pahala dan jika ditinggalkan tidak berdosa. Pegawai atau pejabat yang sunnah pun demikian, ia akan memberikan “pahala” bagi perusahaan atau instansi tempatnya bekerja. Nyaris sama dengan tipe yang wajib, hanya saja ada beberapa kekurangan yang tidak dimiliki oleh tipe sunnah ini yang menyebabkan tidak adanya kesan yang mendalam pada hati rekan kerjanya, sehingga ketika pejabat atau pegawai sunnah ini tidak hadir, maka ketiadaannya tidak menyebabkan perusahaan dan rekan kerjanya tidak merasa kehilangan dan tidak merindukannya.

Ketiga, pejabat atau pegawai yang mubah. Mubah berarti boleh dikerjakan boleh pula ditinggalkan. Jika kita kiaskan, pejabat atau pegawai yang mubah adalah pejabat atau pegawai yang kehadiran atau ketiadaannya tidak mempengaruhi apapun, baik bagi tempatnya bekerja ataupun rekan kerjanya. Sayang sekali jika ditempat kita bekerja banyak sekali orang yang mubah ini, karena kalau kita meminjam istilah pepatah arab, “Wujuduhu ka adamihi”. Keberadaannya sama saja dengan ketiadaannya. Mubadzir sekali pegawai yang seperti ini.

Tipe keempat, adalah pegawai atau pejabat yang makruh. Makruh merupakan lawan dari sunnat, pekerjaan yang jika ditinggalkan mendapat pahala dan jika dikerjakan tidak berdosa. Penganalogian pada pegawai dan pejabat adalah jika ada pegawai atau pejabat yang keberadannya menimbulkan masalah tiadanya tidak menjadi masalah. Biasanya bila ia ada di kantor akan mengganggu kinerja dan suasana walaupun tidak sampai menimbulkan kerugian besar, setidaknya membuat suasana tidak nyaman dan kenyamanan kerja serta kinerja yang baik dapat terwujud bila ia tidak ada. Banyak bicara yang sia-sia, tugas kantor jarang selesai tepat waktu dan terkadang mengganggu atau menghambat pekerjaan teman kerjanya.

Lebih ekstrim pejabat atau pegawai tipe ke lima, yaitu pejabat atau pegawai yang haram. Dimana dalam fiqh haram itu merupakan lawan dari wajib, yaitu jika dikerjakan berdosa dan jika ditinggalkan mendapat pahala. Artinya jika ada pejabat atau pegawai haram, keberadaannya sangat tidak disukai oleh teman kerjanya dan mereka berharap agar ia tidak pernah ada di tempat kerjanya. Kehadirannya sangat merugikan dan ketiadaannya sangat diharapkan karena menguntungkan. Orang tipe ini adalah manusia termalang dan terhina karena sangat dirindukan "ketiadaannya". Tentu saja semua ini adalah karena buah perilakunya sendiri, tiada perbuatan yang tidak kembali kepada dirinya sendiri. Akhlaknya sangat buruk bagai penyakit kronis yang bisa menjalar. Sering memfinah, mengadu domba, suka membual, tidak amanah, serakah, tamak, sangat tidak disiplin, pekerjaannya tidak pernah jelas ujungnya, bukan menyelesaikan pekerjaan malah sebaliknya menjadi pembuat masalah. Pendek kata di adalah "trouble maker".

Selesai memaparkan tipe-tipe pegawai dan pejabat di atas, penulis mengajak audiens untuk merenung, kira-kira keberadaan kita di instansi ini termasuk tipe yang mana ? karena setiap tipe-tipe tersebut mempunyai konsekwensi sesuai dengan posisinya. Harapan penulis semua dari kita bisa menjadi pejabat atau pegawai yang wajib, yang keberadaan kita sangat diharapkan dan senantiasa memberikan “keuntungan” baik buat tempat maupun teman kerja kita dan ketidakhadiran kita akan dirasa sangat kehilangan dan sangat dirindukan. Semoga kita dapat demikian. Wallahu a’lam.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar