Laman

Senin, 27 Februari 2023

ISLAM AGAMA YANG PRAKTIS, FLEKSIBEL DAN MENYENANGKAN

 H. SAEFUL MALIK, S.Ag, M.Pd.I

Suatu hari, saya ditanya tentang konsep agama Islam yang praktis dan mudah. Penanya punya anggapan, bahwa agama Islam merupakan agama yang kaku, yang tidak toleran dan tidak mengikuti perkembangan zaman. Ia juga beranggapan bahwa Islam agama yang berat, penuh dengan peraturan dan hukuman. Mendapat pertanyaan itu saya berfikir, benarkah Islam demikian ? rasa-rasanya tidak. Islam bukanlah agama yang kaku, ia sangat fleksibel. Islam juga sangat toleran dan menghargai hak asasi manusia karena Islam agama moral, karenanya hukum di dalam Islam pun sangat menghargai hak asasi manusia. Islam pun agama yang sangat aktual dan sama sekali tidak ortodoks. Tapi benarkah demikian ? atau hanya argumen apologia yang diutarakan untuk menutupi kelemahan Islam ? ah, rasanya tidak demikian, karena banyak argumen filosofis, empiris dan rasional yang dapat dikemukakan.

Namun sebelum mengemukakan argumen-argumen tersebut, kita samakan dulu asumsi dasar dan persepsi tentang manusia menurut Islam, diantaranya :

1. Manusia menurut pandangan Islam merupakan makhluk yang paling sempurna. Ia diberi kelebihan berupa akal fikiran, sehingga manusia diberi potensi untuk berkreasi.

2. Dalam Islam, manusia sangat dihormati, asasi manusia sangat diagungkan dan dijunjung tinggi. Sehingga Islam sangat membedakan manusia dengan makhluk lainnya, binatang misalnya.

3. Islam menyebutkan bahwa manusia dilahirkan ke muka bumi ini dalam keadaan suci (fitrah), tidak terkotori oleh berbagai kotoran, baik dzahir maupun batin.

4. Kehidupan manusia merupakan suatu perjalanan menuju Tuhannya. Oleh karena itu, jika manusia ingin selamat 92 Percikan Hikmah (Referensi Dakwah para Da’i) sampai kepada Tuhannya, maka manusia membutuhkan berbagai aturan. Aturan itu adalah agama dalam hal ini agama Islam.

5. Karena Islam mengakui semua itu, aturan-aturan dalam Islam tentunya merupakan aturan yang sesuai dengan kebutuhan manusia dan tidak menyimpang dari semua asumsi dasar itu.

Semua asumsi dasar di atas, mungkin hanya sebagian dari sekian banyak asumsi-asumsi yang lain yang harus kita pegang dalam memahami Islam. Walaupun hanya sebagian, mudah-mudahan dapat dijadikan sebagai pijakan untuk menjawab berbagai permasalahan yang selalu timbul dalam kehidupan kita.

Kembali kepada cerita di atas, setelah berfikir saya bertanya kepada penanya tadi, “mengapa anda mempunyai persepsi demikian tentang Islam ?” . kemudian ia menjawab, “Iya, Islam sangat kejam, hukumnya terlalu keras. Buktinya di Islam ada hukum jilid (pukul) dan rajam (lempar batu sampai meninggal) bagi orang-orang yang berzina, ada pula hukum Qisas.” Lalu saya jawab, “Anda jangan melihat, hanya dari kerasnya batu untuk melempar orang atau membayangkan nyerinya ketika kena pukulan. Hukuman itu ada dalam Islam justru karena Islam sangat menghargai asasi manusia dan kemanusiaan.

Sebagaimana kita maklumi, bahwa di dalam Islam kedudukan manusia sangat terhormat dan berharga, manusia sangat agung. Sehingga dalam Islam sangat dibedakan hak-hak dan peraturan bagi asasi manusia di banding binatang. Kita dapat melihat dalam kasus orang yang berzina. Orang yang melakukan zina adalah orang yang melakukan suatu perbuatan yang biasanya dilakukan oleh binatang, melakukan suatu perbuatan yang tidak lumrah dan tidak mesti dilakukan oleh seorang manusia, walaupun hal itu dilakukan suka sama suka. Orang yang berzina berarti telah melanggar hak-hak asasi manusia dan kemanusiaan. Karena ia sudah melakukan perbuatan yang di luar asasi (dasar) manusia dan kemanusiaan, berarti ia sudah menghilangkan “unsur-unsur kemanusiaan” pada dirinya, berarti ia sudah seperti binatang.

Dirinya sendiri yang menghilangkan unsur-unsur kemanusiaan pada dirinya sendiri. Hal ini menunjukkan bahwa ia sudah tidak menghargai dan mengagungkan dirinya sendiri sebagai manusia. Karena ia sendiri sudah tidak menghargai dirinya, tentunya Islam juga tidak menghargai dirinya sebagai manusia, maka layaklah ia mendapat hukuman karena ia telah menghilangkan “kemanusiaannya” yang merupakan anugerah dari Allah yang tak ternilai harganya. Tapi, Islam sangatlah adil. Ia membedakan hukuman antara pezina yang menikah dengan yang tidak menikah.

Pezina yang tidak menikah hanya dihukum 100 deraan (pukulan/cambuk) dan tidak sampai meninggal. Ia masih diberi kesempatan bertobat dan menikah, karena mungkin ia hanya meninggalkan sebagian dari unsur-unsur kemanusiaanya dan juga mempertimbangkan faktor-faktor yang lain, seperti faktor sosial, faktor psikologis dan lain sebagainya. Ia belum merasakan suatu kenikmatan, sehingga ia mempunyai suatu naluri biologisnya (yang diperoleh dari berbagai faktor baik internal jiwanya maupun eksternal) untuk mendapatkan kenikmatan itu. Berbeda dengan pezina yang menikah, jelas ia mempunyai hak untuk memenuhi semua kebutuhan biologisnya.

Akan tetapi, ia masih mencari yang lain, jelas ini menunjukkan bahwa ia sudah benar-benar melepaskan unsur-unsur kemanusiaannya yang merupakan anugerah terbesar dari Tuhan dan menampakkan unsur-unsur kebinatangan. Berarti ia sudah bukan manusia. Wajarlah jika hukumannya lebih berat.” Ia juga menyebutkan bahwa Islam agama yang kaku, tidak trendy, buktinya di dalam Islam dilarang untuk pacaran. Lalu saya menjawab, kata siapa Islam melarang pacaran ? Islam tidak pernah melarang pacaran, sama halnya Islam juga tidak pernah menyuruh untuk pacaran, karena di dalam Islam tidak ada konsep pacaran. Yang dilarang oleh Islam adalah melakukan perbuatan yang mendekati zina, karena dikhawatirkan akan melakukan perbuatan zina dan berarti menghilangkan sisi kemanusiaan yang agung.

Lalu saya mempertanyakan tentang esensi dan urgensi dari pacaran itu. Jika esensi dan urgensi pacaran itu adalah untuk ta’aruf (pengenalan) terhadap lawan jenis yang akan kita nikahi, tentu saja Islam sangat mendukung hal itu. Islam sangat mendukung, ketika kita hendak menikah tentunya jangan sampai seperti membeli kucing dalam karung, dan tentunya kita harus mengenal terlebih dahulu. Jadi sangat jelas, jika esensi pacaran itu adalah sebagai proses ta’aruf tentunya Islam sangat mendukung hal tersebut. Akan tetapi, tentunya ada beberapa aturan dalam pacaran itu agar nanti proses pacaran yang mempunyai nilai tinggi itu rusak karena salah dalam melakukannya. Ada aturanaturan yang harus dipenuhi agar pacaran itu tidak terjerumus ke dalam perbuatan zina. Misalnya, kita mengobrol dengan lawan jenis dengan adanya mahram. Begitu juga ketika bepergian kita selalu mengikutsertakan mahram.

Islam tidak melarang mengobrolnya atau perginya, akan tetapi Islam mengatur agar bertemu (ngobrolnya) atau perginya tidak hanya berdua, sebab jika hanya berdua ada sebuah kekhawatiran hilang kontrol dan seterusnya melakukan sesuatu yang mengarah kepada zina. Kita juga dapat berfikir bahwa jika esensi dan urgensi dari pacaran itu adalah untuk ta’aruf, tentu saja kita tidak diharuskan melakukan hal-hal di luar esensi tersebut, atau hal-hal yang berlebihan. Tentu saja kita tidak diharuskan untuk menonton di bisokop berduaan misalkan, karena kita dapat mengenal “dia” juga dengan tanpa menonton ke bioskop berduaan. Atau kita juga tidak diharuskan untuk tidur berduaan (dengan alasan apapun), karena kita menikah itu tidak sama dengan membeli buah jeruk yang minta dulu untuk dirasakan, jika manis kita jadi membeli, dan jika masam kita tidak jadi. Berarti bolehkah kita berpacaran ? Akhirnya Dari uraian di atas kita dapat melihat bahwa Islam sangat praktis, dan fleksibel juga trendy, tidak kaku. Islam sangat menghargai kebebasan manusia. Islam sangat menghormati hak asasi manusia. Hanya saja Islam senantiasa mengingatkan kita agar senantiasa ingat akan “jati diri” kita selaku manusia, kita yang diberi anugerah oleh Allah unsur-unsur kemanusiaan yang sangat agung dan mulia. Agar jangan sampai kita melakukan perbuatan yang menghilangkan kemanusiaan kita sehingga menjadikan kita tiada bedanya dengan binatang. Jika kita hidup sesuai dengan seluruh peraturan Islam, tentunya kita akan merasakan bahwa Islam merupakan agama yang sangat praktis, fleksibel dan menyenangkan. Wa Allahu A’lam

Tidak ada komentar:

Posting Komentar