Laman

Selasa, 18 Oktober 2011

IKHLAS DAN TA’AT, DUA SYARAT DITERIMANYA AMAL

IKHLAS DAN TA’AT, DUA SYARAT DITERIMANYA AMAL Allah Azza Wazalla tidak akan menerima suatu ‘amal (perbuatan / pekerjaan) dari beberapa amal, kalau tidak menjaga / memperhatikan dua syarat berikut : Pertama, yaitu ikhlas yang merupakan syarat batin. Kedua, yaitu patuh / ta’at terhadap sunnah rosul yang merupakan syarat dhohir, dalam arti ikhlas melaksanakan kitab Allah (Al-Qur’an) dan ta’at mengikuti sunnah Nabi (Hadis). 2. yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun, Fadhil bin ‘iyadh berkata : dalam ringkasannya (beliau berkata) : bahwa ‘amal yang ikhlas tetapi tidak benar, maka tidak diterima ‘amalnya, dan jika benar (perbuatannya) tetapi tidak ikhlas juga tidak diterima. 110. Barangsiapa mengharap perjumpaan dengan Tuhannya, Maka hendaklah ia mengerjakan amal yang saleh dan janganlah ia mempersekutukan seorangpun dalam beribadat kepada Tuhannya". (Oleh karena itu), amal sholeh adalah (perbuatan) yang sesuai dengan sunnah dan tidak adanya unsur syirik (yang dapat menghilangkan nilai) ikhlas. Allah Swt berfirman dalam surat An-Nisa ayat 125 : 125. dan siapakah yang lebih baik agamanya dari pada orang yang ikhlas menyerahkan dirinya kepada Allah, sedang diapun mengerjakan kebaikan, (Maka), wajah Islam adalah ikhlas, dan ikhsan adalah patuh terhadap sunnah Nabi. A. Ikhlas Ikhlas adalah membersihkan niat untuk mendekatkan diri pada Allah Azza wa jalla dari seluruh hal-hal yang kotor. Menurut pendapat lain, ikhlas adalah peng-Esa-an Allah Azza wa Jalla dengan niat untuk taat. Dan ada juga yang berpendapat bahwa ikhlas adalah lupa (terhadap) penglihatan makhluk (yang diikuti) dengan selalu melihat kepada Dzat yang Menciptakan. Ikhlas merupakan syarat diterimanya amal sholeh yang sesuai dengan sunnah Rosulullah (dan Allah Azza wa Jalla sungguh telah memerintahkan kepada kami untuk berbuat ikhlas. Dalam surat Al-Bayyinah ayat 5, Allah Azza wa Jalla Berfirman : 5. Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menye mbah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama yang lurus[1595], dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang demikian Itulah agama yang lurus. [1595] Lurus berarti jauh dari syirik (mempersekutukan Allah) dan jauh dari kesesatan. Dari Abi Umamah (Ia berkata : “Telah datang kepada Rosulullah seorang laki-laki”, kemudian ia berkata kepada Rosulullah : “Bagaimana pendapat engkau terhadap seseorang yang ingin mendapatkan pahala dengan menyebutkan hartanya ?”, Rosulullah menjawab : “Tidak ada sesuatu-pun baginya”, kemudian orang orang tersebut mengulangnya hingga 3 x yang dijawab oleh beliau dengan jawaban yang sama seperti jawaban pertama. Selanjutnya, Beliau bersabda : “Sesungguhnya Allah Azza wa Jalla tidak akan menerima amal (seseorang) kecuali dilakukan dengan ikhlas dan mencarinya hanya karena-Nya”. Dan, dari Abi Sa’id al-Khudri : dalam haji wada’ Nabi sungguh telah bersabda, “_______________________ Maka, banyak orang yang ahli fiqih tetapi tidak mengamalkan agamanya dengan baik, ada 3 hal yang tidak dapat mengotori hati seorang mu’min, yaitu, berbuat ikhlas karena Allah, memberikan nasehat kepada para pemimpin, dan menjaga kelompoknya. Dalam arti, tiga hal ini dapat memperbaiki hati, dan siapa saja yang berbuat dengan tiga hal tersebut, maka hatinya akan bersih dari ketidak jujuran, kerusakan, dan kejahatan. Dan seorang hamba tidak akan terhindar dari syaitan kecuali dengan ikhlas sebagaimana firman allah Azza wa Jalla dalam surat Shad ayat 83 sebagai berikut: 83. kecuali hamba-hamba-Mu yang mukhlis di antara mereka[1304]. [1304] Yang dimaksud dengan mukhlis ialah orang-orang yang telah diberi taufiq untuk mentaati segala petunjuk dan perintah Allah s.w.t. Dan diceritakan, ada seorang sholeh yang berkata pada dirinya : “Hai nafsu, ikhlaskanlah aku, maka nafsu itu ikhlas kepadaku. Dan setiap kebahagian dari kebahagiaan-kebahagiaan dunia adalah (sesuatu) yang dapat menenangkan jiwa, dan menyenangkan hati, sedikit atau banyak, apabila pergi bekerja, (maka) akan mengotori kebersihannya, dan menghilangkan keikhlasannya, dan manusia terikat dengan kesenangan-kesenangannya, yang tenggelam dalam nafsunya, (sangat) sebentar sekali melepaskan pekerjaan dari pekerjaan-pekerjaannya, dan ibadah dari ibadah-ibadahnya dari kesenangan-kesenagan dan tujuan dunia dari jenis ini. Dengan demikian dikatakan : “Barangsiapa yang selamat umurnya dalam satu kesempatan untuk ikhlas kepada Allah, maka ia (akan mencapai) kesuksesan”, dan hal tersebut adalah harga untuk (sebuah) keikhlasan, dan sulitnya (menjaga) kebersihan hati dari kotoran-kotoran. Dengan demikian, ikhlas adalah : membersihkan hati dari segala kotoran baik sedikit atau banyak, sehingga dengan sendirinya dalam hatinya terdapat niat untuk taqorrub yang tidak terdapat alasan selainnya. Hal ini tidak akan tergambar kecuali dengan mencintai Allah yang sangat dalam, sekiranya tidak dapat menumbuhkan kecintaan terhadap dunia dalam hatinya yang stabil. Perumpamaan ini (sama dengan) ketika makan, minum, dan kebutuhan primer lainnya, itu, dilakukan dengan ikhlas, niat yang benar, dan seandainya hal tersebut tidak ada, maka bab ikhlas dapat memenuhinya kecuali dalam hal yang ganjil. Sebagaimana orang yang mengalahkan (memenuhi) cintanya kepada Allah, dan cinta kepada akherat, maka tingkah lakunya akan terbiasa dengan hal-hal yang penting, yang menjadikannya (sebuah) keikhlasan. Maka, jiwa yang terkalahkan dengan dunia, kehormatan, dan kedudukan. Secara garis besar (orientasinya) selain kepada Allah, maka seluruh tingkah lakunya akan terpola seperti sifat itu, dengan begitu, ibadah sholat dan puasa dan ibadah lainnya tidak akan diterima kecuali yang ganjil. (Oleh sebab itu). Obatnya ikhlas adalah dengan mengatasi kesenangan jiwa, mencegah toma’ (pengharapan yang berlebihan) terhadap dunia, dan imbang untuk kehidupan akherat, sekiranya hal-hal tersebut tertanam dalam hati, maka, selanjutnya ia akan mudah mencapai keikhlasan. Dan, banyak perbuatan yang menyusahkan manusia serta mengira bahwa perbuatannya tersebut ikhlas karena Allah, padahal mereka termasuk orang-orang yang tertipu, karena sesungguhnya Allah tidak melihat terhadap suatu penyakit (kerusakan). Sebagaimana diceritakan mengenai sebagian mereka adalah : sesungguhnya dia sholat selalu pada barisan pertama, kemudian, suatu hari dia sholat terlambat dan sholat pada baris yang ke dua, kemudian dia merasakan senang hatinya apabila sholat pada barisan pertama karena alasan akan dilihat oleh orang lain, dan hal ini merupakan sesuatu yang sangat rawan untuk menyelamatkan ‘amal dari perumpamaan tadi. Dan sangat sedikit orang yang mengerti tentang hal itu kecuali mendapatkan petunjuk dari Allah Swt. Orang-orang yang lalai akan melihat kebaikan-kebaikannya nanti pada hari kiamat sebagai ‘amal buruk, dan mereka adalah sekelompok orang yang dinyatakan dalam Firman Allah Swt dalam surat Az-Zumar ayat 47-48 sebagai berikut : 47. dan Sekiranya orang-orang yang zalim mempunyai apa yang ada di bumi semuanya dan (ada pula) sebanyak itu besertanya, niscaya mereka akan menebus dirinya dengan itu dari siksa yang buruk pada hari kiamat. dan jelaslah bagi mereka azab dari Allah yang belum pernah mereka perkirakan. 48. dan (jelaslah) bagi mereka akibat buruk dari apa yang telah mereka perbuat dan mereka diliputi oleh pembalasan yang mereka dahulu selalu memperolok-olokkannya. Dan dalam Firman Allah Azza wa Jalla surat Al-Kahfi ayat 103-104 : 103. Katakanlah: "Apakah akan Kami beritahukan kepadamu tentang orang-orang yang paling merugi perbuatannya?" 104. Yaitu orang-orang yang telah sia-sia perbuatannya dalam kehidupan dunia ini, sedangkan mereka menyangka bahwa mereka berbuat sebaik-baiknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar