Laman

Minggu, 25 April 2010

Semangat Perubahan !

David John Beynon Presiden Direktur PT Asuransi Jiwa Manulife Indonesia

Dari seorang guru drama, David sukses menapakkan kaki di puncak perusahaan asuransi terbesar ke-4 di dunia. Bagaimana kisahnya?
Hidup adalah perjuangan. Selama manusia mau berusaha, roda tak akan selamanya di bawah. Keyakinan inilah yang mengilhami David Beynon untuk selalu berjuang mengubah nasib. Berawal 36 tahun lalu, sebagai guru drama di sebuah kota kecil di Inggris, penghasilan David jauh dari cukup untuk menghidupi dirinya sendiri plus seorang istri.
Guna menambah penghasilan, David bekerja serabutan. “Selepas mengajar, saya kerja apa saja. Dari jadi pelayan bar hingga tukang ambil sampah,” cerita ayah dua anak ini. Ironisnya, profesi sampingan David itu justru memberinya pendapatan yang jauh lebih besar daripada pekerjaan utama. “Honor saya sebagai pengambil sampah lebih besar 60% dari gaji saya sebagai guru … hahaha,” kenang David, sambil tertawa.
Garis takdir David mulai berubah di penghujung 1973. Seorang sahabat menawari David jadi agen paro waktu asuransi Allied Dunbar Assurance Plc. Ternyata, pada minggu pertamanya David mampu menjual tiga polis, sementara agen seangkatannya tak ada yang sesukses dia. “Banyak teman bertanya bagaimana cara saya bisa berhasil. Padahal, saya hanya menjalankan apa yang diajarkan waktu training,” ungkap pria kelahiran 57 tahun lalu ini.
Langsung sukses menjual polis pada kesempatan awal memang membuat David senang. Namun, yang paling membuatnya bahagia adalah pendapatan yang berhasil ia bawa pulang. “Uang yang saya peroleh jumlahnya lebih besar daripada seluruh gaji saya selama menjadi guru,” tutur pria yang sudah menikah selama lebih dari 30 tahun ini.

Fulltime Asuransi

Melihat potensi di bisnis asuransi, David pun memutuskan berhenti sebagai guru dan bekerja penuh menjadi agen asuransi. “Saya percaya, untuk sukses jualan polis tidak bisa separo-separo. Saya harus benar-benar fokus,” ujar pengurus Asosiasi Asuransi Jiwa Indonesia (AAJI) ini. Pilihan David ternyata tak mengecewakan. Buktinya, selama menjadi agen, David berhasil menjual minimal dua polis per minggu.
Rupanya prestasi David ini menarik perhatian manajemen Allied Dunbar. Tahun 1975, David pun mendapat tawaran untuk bergabung dengan perusahaan asuransi tersebut. Pucuk dicinta, ulam tiba. David yang telah memutuskan total terjun di bisnis asuransi tentu saja tak menampik tawaran itu. Ia mengawali kariernya sebagai tenaga penjualan. Namun, itu hanya berlangsung selama dua tahun. “Mungkin karena manajemen melihat latar belakang sebagai guru, saya dipindah ke divisi training,” kata David, mengira-ngira. Di divisi training tersebut, karier David terus meningkat. Puncaknya, pada usia 34 tahun ia berhasil menduduki posisi tertinggi di divisi training.

Puaskah David? Belum. “Cita-cita saya adalah menjadi anggota group board of director,” tutur David. Padahal, posisinya sebagai trainer tak memungkinkannya mencapai level tersebut. “Sebab, syarat untuk duduk dalam dewan direksi di grup harus memiliki prestasi di lapangan sebagai tenaga sales,” ungkap mantan penasihat keuangan Temasek Holdings Ltd., perusahaan investasi milik pemerintah Singapura, ini.

David pun memutuskan untuk menanggalkan jabatannya dan memulai “karier” baru di bagian sales. Beruntung, David tak perlu memulai dari dasar karena ia langsung menduduki posisi sales manager. Hanya, untuk meraih jenjang yang lebih tinggi, David harus bersaing dengan 14 orang lainnya. Uniknya, semua rekan sejawatnya adalah karyawan yang pernah dilatih David. “Itu justru memacu saya. Masak sebagai guru, saya kalah dengan murid… hahaha,” tutur David, setengah bergurau.

David pun mulai pasang ancang-ancang. “Target saya, dalam waktu tujuh tahun sudah harus duduk di dewan direksi grup,” ungkap mantan CEO John Hancock Singapura ini. Bukan perjuangan yang mudah. Buktinya, pada tahun pertama David “hanya” mampu menempati peringkat ke-7 dari total 15 regional director. Namun, David pantang menyerah. “Setiap hari saya belajar untuk menjadi lebih baik,” kata David. Hasilnya, pada tahun ke-2, David berhasil mencapai posisi ketiga. Tahun berikutnya, “Saya berhasil meraih peringkat pertama,” tutur David, bangga. Perjuangan David untuk menjadi anggota dewan direksi grup sendiri akhirnya berhasil ia tuntaskan pada tahun 1990, atau lebih cepat dua tahun dari target semula.

Obsesi Tiga Besar

Setelah 17 tahun meniti karier di Allied Dunbar, David memutuskan untuk mencari tantangan baru. Tawaran pertama datang dari HSBC Personal Financial Service, anak perusahaan HSBC Group di bidang asuransi. Hanya bertahan setahun, David kemudian pindah ke beberapa perusahaan asuransi. Di antaranya, Life Holding Inc., J. Rothschild International Assurance, dan John Hancock International. Sepanjang tahun 1996–1998, David juga sempat menjadi konsultan independen di bidang keuangan dan asuransi, sebelum akhirnya menjadi presdir PT Manulife Indonesia pada awal tahun 2006.

Manulife Indonesia adalah perusahaan asuransi jiwa dan wealth management yang memiliki 1 juta nasabah. Saat ini Manulife Indonesia memiliki 5.000 karyawan yang tersebar di 112 kantor cabang di 33 kota seluruh Indonesia. Perusahaan ini merupakan anak usaha Manulife Financial Corporation (MFC) yang berpusat di Toronto, Kanada. MFC yang berdiri tahun 1887 ini beroperasi di 19 negara di seluruh dunia, dan tercatat sebagai perusahaan asuransi jiwa terbesar ke-4 di dunia, dengan total aset US$341 miliar per 30 September 2006.

Selama masa kepemimpinannya, David sukses mendongkrak aset perusahaan yang telah berdiri sejak 1985 ini. Aset Manulife Indonesia tumbuh 21% dibanding 2005. Sementara itu, risk-based capital (RBC) perusahaan meningkat menjadi 307%, atau naik lebih dari dua kali lipat ketimbang RBC 2005 yang 136%. Ini jauh di atas RBC minimal yang ditetapkan Departemen Keuangan, yakni 120%. “Total penjualan Manulife mampu tumbuh 16% dibandingkan tahun lalu,” tutur eksekutif yang telah 34 tahun berkarier di industri asuransi ini.

Tak heran jika David merasa sangat beruntung atas segala yang telah ia peroleh. Namun, pria ramah ini masih memiliki dua obsesi lain. Apa itu? “Pertama, saya ingin membawa Manulife menduduki posisi tiga besar di Indonesia,” terang David. Saat ini Manulife berada di peringkat ke-7. Obsesinya yang kedua adalah mengubah citra Manulife dari perusahaan yang terkesan tua menjadi lebih segar. Caranya? “Melakukan inovasi produk dan mengeluarkan 4–5 produk baru setiap tahun,h pungkas David, yang setelah pensiun bermaksud membuka usaha ekowisata ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar