Laman

Selasa, 01 Februari 2011

HIJRAH DARI MUSIBAH

Oleh : Saeful Malik, S.Ag. MBA *

Jika kita memperhatikan informasi yang diberikan media massa saat ini baik elektronik maupun cetak, dipenuhi dengan informasi mengenai bencana alam yang tengah melanda bumi pertiwi. Dimulai dari pemberitaan mengenai banjir dan longsor di Wasior Papua, Tsunami di kepulauan Mentawai dan Meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta. Ribuan orang dinyatakan meninggal dan hilang, ribuan ekor binatang ternak mati, ribuan rumah hancur dan puluhan ribu orang menjadi pengungsi di tempat-tempat yang dianggap aman dari lokasi bencana.
Mengungsi dalam bahasa Arab bermakna hijrah, karena arti hijrah adalah pindah atau migrasi ke tempat yang lebih baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (offline versi 1) hijrah berarti berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik karena alasan tertentu (keamanan, keselamatan dan lain-lain).
Dalam sejarah Islam, hijrah merupakan proses yang senantiasa dilakukan oleh para Nabi. Kita bisa melihat sejarah Nabi Musa AS. yang berhijrah sampai membelah sungai Nil ketika dikejar-kejar balatentara Firaun. Atau sejarah Nabi Yunus AS. Yang berhijrah sampai dimakan ikan. Dan sejarah Nabi Muhammad SAW. yang berhijrah dari Makkah ke Madinah yang tanggal kejadiannya dijadikan sebagai awal sistem penanggalan hijriyah. Spirit dari semua peristiwa hijrah tersebut adalah merupakan suatu proses transformasi progresif, yaitu suatu proses menuju kepada segala sesuatu yang lebih baik.
Begitupun dalam keadaan bencana, orang-orang disekitar lokasi bencana berhijrah ke tempat yang lebih baik. Sebab jika hanya berdiam diri maka keadaannya akan lebih buruk dan nyawa taruhannya. Proses tersebut disebut dengan hijrah makaniyah. Sebab menurut sebagian ulama, hijrah terbagi dua, hijrah makaniyah dan hijrah ma’nawiyah. Hijrah makaniyah adalah berpindah secara fisik, dari satu tempat ke tempat lain. Seperti digambarkan pada kebanyakan ayat-ayat tentang hijrah. Diantaranya, “Dan siapa yang berhijrah di jalan Allah (untuk membela dan menegakkan Islam), niscaya ia akan dapati di muka bumi ini tempat berhijrah yang banyak dan rezki yang makmur. Dan siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mati (dalam perjalanan), maka sesungguhnya telah tetap pahala hijrahnya di sisi Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.”(Q.S. An-Nisa : 100). Sedangkan hijrah secara ma’nawiyah ditegaskan dalam firman Allah SWT. “Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Ankabut:26). “Dan perbuatan dosa meninggalkanlah.” (Q.S. Al-Muddatsir : 5).
Sedangkan arti hijrah secara ma’nawiyah dalam konteks bencana adalah merubah sikap dan tindakan serta keyakinan dari hal-hal yang akan menimbulkan bencana kepada hal-hal yang mencegah bencana itu terjadi. Allah SWT. menekankan dalam beberapa firman-Nya, bahwa setiap bencana yang terjadi tidaklah semata-mata kehendak-Nya, melainkan akibat dari berbagai perbuatan manusia. Seperti pada firman-Nya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar” (Q.S. Ar-Ruum : 41). “... (azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imron : 182). Dan banyak lagi keterangan-keterangan baik dari Al Quran maupun hadits-hadits yang memperkuat pernyataan tersebut.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita baik yang terkena bencana maupun yang tidak terkena bencana sebagai proses defensif agar bencana tersebut tidak menimpa kita, untuk berhijrah ma’nawiyah, yaitu melakukan proses perubahan baik i’tiqad (keimanan), maupun perbuuatan dari hal-hal yang dapat mengundang bencana kepada yang dapat menghindarkan diri kita dari bencana.
Banyak ayat-ayat Al Quran yang menawarkan solusi agar kita terhindar dari bencana, diantaranya :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. sebagaimana firman-Nya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat- ayat Kami itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Q.S. Al-A’raf : 96).
2. Bersyukur atas berbagai limpahan nikmat dan karunia yang telah Allah SWT.berikan, dengan cara banyak menyebut asma Allah dan memuji-Nya, menyalurkan dan mempergunakan karunia tersebut di jalan yang diridhai Allah SWT. Allah SWT. berfirman, “Mengapa Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui” (Q.S. An-Nisaa : 147)
3. Bertaubat dan banyak beristighfar, dengan cara banyak membaca istighfar, menjauhi dan tidak melakukan perbuatan dosa dan maksiat, tidak mengulangi perbuatan dosa dan salah yang pernah dilakukan. Allah SWT. berfirman, “Dan Allah sekali-sekali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka beristighfar (meminta ampun)” (Q.S. Al-Anfal: 33)
4. Senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan dzalim kepada orang lain. Sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat baik” (QS. Huud: 117), “…Dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman” (QS. Al-Qashas: 59).
Tentunya kita sangat yakin, bahwa semua yang termaktub dalam firman-firman-Nya itu merupakan janji Allah SWT, yang tidak akan pernah diingkari-Nya. Oleh karena itu, marilah kita beristighfar dan ber-istighatsah, memohon ampunan dan pertolongan-Nya, serta senantiasa bersyukur dan berbuat kebaikan. Marilah kita hadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Marilah kita tundukkan kepala kita, kita sujudkan hati kita, kita ulurkan tangan kita. Mari kita bersimpuh menghadapkan seluruh wajah kita kepada Dia Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan. Agar kita dijauhkan dan dihindarkan dari segala bencana yang tentunya kita tidak ingin menerimanya. Amien.
*) Penulis : Penyuluh Agama Islam Kec. Beber Kab. Cirebon

HIJRAH DARI MUSIBAH

Oleh : Saeful Malik, S.Ag. MBA *

Jika kita memperhatikan informasi yang diberikan media massa saat ini baik elektronik maupun cetak, dipenuhi dengan informasi mengenai bencana alam yang tengah melanda bumi pertiwi. Dimulai dari pemberitaan mengenai banjir dan longsor di Wasior Papua, Tsunami di kepulauan Mentawai dan Meletusnya gunung Merapi di Yogyakarta. Ribuan orang dinyatakan meninggal dan hilang, ribuan ekor binatang ternak mati, ribuan rumah hancur dan puluhan ribu orang menjadi pengungsi di tempat-tempat yang dianggap aman dari lokasi bencana.
Mengungsi dalam bahasa Arab bermakna hijrah, karena arti hijrah adalah pindah atau migrasi ke tempat yang lebih baik. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (offline versi 1) hijrah berarti berpindah atau menyingkir untuk sementara waktu dari suatu tempat ke tempat lain yang lebih baik karena alasan tertentu (keamanan, keselamatan dan lain-lain).
Dalam sejarah Islam, hijrah merupakan proses yang senantiasa dilakukan oleh para Nabi. Kita bisa melihat sejarah Nabi Musa AS. yang berhijrah sampai membelah sungai Nil ketika dikejar-kejar balatentara Firaun. Atau sejarah Nabi Yunus AS. Yang berhijrah sampai dimakan ikan. Dan sejarah Nabi Muhammad SAW. yang berhijrah dari Makkah ke Madinah yang tanggal kejadiannya dijadikan sebagai awal sistem penanggalan hijriyah. Spirit dari semua peristiwa hijrah tersebut adalah merupakan suatu proses transformasi progresif, yaitu suatu proses menuju kepada segala sesuatu yang lebih baik.
Begitupun dalam keadaan bencana, orang-orang disekitar lokasi bencana berhijrah ke tempat yang lebih baik. Sebab jika hanya berdiam diri maka keadaannya akan lebih buruk dan nyawa taruhannya. Proses tersebut disebut dengan hijrah makaniyah. Sebab menurut sebagian ulama, hijrah terbagi dua, hijrah makaniyah dan hijrah ma’nawiyah. Hijrah makaniyah adalah berpindah secara fisik, dari satu tempat ke tempat lain. Seperti digambarkan pada kebanyakan ayat-ayat tentang hijrah. Diantaranya, “Dan siapa yang berhijrah di jalan Allah (untuk membela dan menegakkan Islam), niscaya ia akan dapati di muka bumi ini tempat berhijrah yang banyak dan rezki yang makmur. Dan siapa yang keluar dari rumahnya dengan tujuan berhijrah kepada Allah dan Rasul-Nya, kemudian ia mati (dalam perjalanan), maka sesungguhnya telah tetap pahala hijrahnya di sisi Allah. Dan (ingatlah) Allah Maha Pengampun, lagi Maha Penyayang.”(Q.S. An-Nisa : 100). Sedangkan hijrah secara ma’nawiyah ditegaskan dalam firman Allah SWT. “Dan berkatalah Ibrahim: “Sesungguhnya aku senantiasa berhijrah kepada Tuhanku; sesungguhnya Dialah Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (Q.S. Al-Ankabut:26). “Dan perbuatan dosa meninggalkanlah.” (Q.S. Al-Muddatsir : 5).
Sedangkan arti hijrah secara ma’nawiyah dalam konteks bencana adalah merubah sikap dan tindakan serta keyakinan dari hal-hal yang akan menimbulkan bencana kepada hal-hal yang mencegah bencana itu terjadi. Allah SWT. menekankan dalam beberapa firman-Nya, bahwa setiap bencana yang terjadi tidaklah semata-mata kehendak-Nya, melainkan akibat dari berbagai perbuatan manusia. Seperti pada firman-Nya, “Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusia, supaya Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari akibat perbuatan mereka, agar mereka kembali kepada jalan yang benar” (Q.S. Ar-Ruum : 41). “... (azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imron : 182). Dan banyak lagi keterangan-keterangan baik dari Al Quran maupun hadits-hadits yang memperkuat pernyataan tersebut.
Oleh karena itu, menjadi kewajiban bagi kita baik yang terkena bencana maupun yang tidak terkena bencana sebagai proses defensif agar bencana tersebut tidak menimpa kita, untuk berhijrah ma’nawiyah, yaitu melakukan proses perubahan baik i’tiqad (keimanan), maupun perbuuatan dari hal-hal yang dapat mengundang bencana kepada yang dapat menghindarkan diri kita dari bencana.
Banyak ayat-ayat Al Quran yang menawarkan solusi agar kita terhindar dari bencana, diantaranya :
1. Meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kepada Allah SWT. sebagaimana firman-Nya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat- ayat Kami itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Q.S. Al-A’raf : 96).
2. Bersyukur atas berbagai limpahan nikmat dan karunia yang telah Allah SWT.berikan, dengan cara banyak menyebut asma Allah dan memuji-Nya, menyalurkan dan mempergunakan karunia tersebut di jalan yang diridhai Allah SWT. Allah SWT. berfirman, “Mengapa Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui” (Q.S. An-Nisaa : 147)
3. Bertaubat dan banyak beristighfar, dengan cara banyak membaca istighfar, menjauhi dan tidak melakukan perbuatan dosa dan maksiat, tidak mengulangi perbuatan dosa dan salah yang pernah dilakukan. Allah SWT. berfirman, “Dan Allah sekali-sekali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka beristighfar (meminta ampun)” (Q.S. Al-Anfal: 33)
4. Senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan dzalim kepada orang lain. Sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat baik” (QS. Huud: 117), “…Dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman” (QS. Al-Qashas: 59).
Tentunya kita sangat yakin, bahwa semua yang termaktub dalam firman-firman-Nya itu merupakan janji Allah SWT, yang tidak akan pernah diingkari-Nya. Oleh karena itu, marilah kita beristighfar dan ber-istighatsah, memohon ampunan dan pertolongan-Nya, serta senantiasa bersyukur dan berbuat kebaikan. Marilah kita hadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Marilah kita tundukkan kepala kita, kita sujudkan hati kita, kita ulurkan tangan kita. Mari kita bersimpuh menghadapkan seluruh wajah kita kepada Dia Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan. Agar kita dijauhkan dan dihindarkan dari segala bencana yang tentunya kita tidak ingin menerimanya. Amien.
*) Penulis : Penyuluh Agama Islam Kec. Beber Kab. Cirebon

ANACAMAN AZAB TUHAN

Oleh : Saeful Malik, S.Ag. MBA*

Jika kita memperhatikan keadaan saat ini, kita pasti merasakan bahwa kita sedang diliputi keprihatinan yang mendalam. Awan kelabu bergelayut di langit negeri ini. Kita sering mendapatkan informasi baik dari media cetak maupun elektronik, bahwa diberbagai belahan negeri bencana demi bencana terus terjadi. Ada yang daerahnya hancur diterpa angin puting beliung, topan, hujan lebat yang menyebabkan banjir, gempa, tanah longsor sampai tsunami.
Diberitakan ratusan orang meninggal, ribuan orang mengungsi tidak memiliki lagi tempat tinggal. Jutaan orang kehilangan mata pencaharian. Sungguh luar biasa memprihatinkannya keadaan negeri kita tercinta ini.
Dalam keadaan seperti itu, kita juga disuguhi pemberitaan yang menguras pemikiran kita. Diawali “perang” antara cicak dan buaya, merembet pada kasus bank century, ditimpah kasus Gayus, kita juga dibingungkan dengan kasus Anggodo yang menang di pra peradilan atas KPK, dan yang sedang hangat-hangatnya tentang penahanan Pak Susno Duadji.
Sehingga jika kita mencermati semua pemberitaan tersebut, kita menjadi pusing kepala, bingung dan segala macam rasa berkecamuk dalam pikiran kita. Sampai-sampai timbul pertanyaan, mengapa semua ini terjadi ? Jangan-jangan Allah sedang marah dan mengazab kita.
Wajar kalau kita mempunyai pemikiran demikian. Dengan berbagai masalah yang muncul secara bersamaan, wajar kalau kita was-was dan khawatir jangan-jangan Allah sedang menghukum kita atas perbuatan yang telah kita lakukan. Apalagi kalau kita menyimak firman-Nya dalam surat Al-An’am, 65 :
“Katakan ! Allah berkuasa untuk mengirimkan kepada kamu azab dari atas kamu, dari bawah kakimu atau Allah membingungkan kamu dalam pertikaian berbagai golongan dan membuat kamu saling merasakan keganasan sesama kamu. Perhatikan bagaimana Kami menjelaskan ayat-ayat Kami, mudah-mudahan mereka dapat memahaminya.”

Dari ayat tersebut, tambah kuatlah rasa was-was dan kekhawatiran kita atas azab Allah ini. Karena ternyata Allah SWT telah mengancam kita dengan tiga macam azab; azab dari atas, azab dari bawah dan azab dari antara kita karena perpecahan.
Azab dari atas bisa berupa angin taufan yang ganas yang menyebabkan kebakaran hutan, atau badai yang membawa hujan deras dan mengakibatkan petaka, atau kehancuran lapisan ozon akibat dari efek rumah kaca, atau virus dan berbagai macam penyakit yang disebarkan melalui udara yang senantiasa mengancam kehidupan kita, avian influenza, flu burung, flu babi, SARS dan penyakit-penyakit lain sebagainya. Pada umat terdahulu, azab berupa halilintar yang ditibakan pada umat yang menentang Nabi Luth as, atau batu-batu api yang memporakpoarandakan tentara gajah, ashabil fiil.
Azab dari bawah bisa muncul berupa banjir baik banjir air seperti yang terjadi di berbagai daerah di negeri kita, ataupun banjir lumpur panas seperti yang terjadi di Lapindo yang sudah bertahun-tahun mengeluarkan lumpur panas tanpa henti. Atau terjadi gempa bumi dan Tsunami seperti terjadi di Aceh, Yogyakarta, Pangandaran dan daerah-daerah yang lainnya.
Sedangkan azab dari sesama kita adalah perpecahan yang menyebabkan bentrokan antar golongan, saling menyerang, saling membunuh dan saling membinasakan, seperti yang terjadi di Priok Jakarta akhir-akhir ini, atau seperti yang terjadi baru-baru ini, seorang yang berjasa dan berniat baik mengambilkan gaji untuk karyawan lain harus menghembuskan nafas terakhirnya karena di tembak, atau yang sedang hangat-hangatnya terjadi di negeri kita tercinta ini bentrokan antar Lembaga penegak hukum. KPK bentrok dengan POLRI dan Kejaksaan, POLRI bentrok dengan POLRI sendiri, yang kesemua itu dapat kita saksikan dalam kehidupan kita sehari-hari akhir-akhir ini.
Lalu kenapa Allah memberikan ancaman yang begitu mengerikannya? Apakah Allah begitu kejam dan tidak menyayangi umat manusia? Ternyata tidak ! karena semua azab tersebut tidak mungkin diturunkan oleh Allah tanpa sebab. Karena Allah berfirman, “... (azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak Menganiaya hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Ali Imron : 182)
Jadi jelas, bahwa semua yang terjadi adalah akibat dari perbuatan manusia. Lalu apa yang telah dilakukan oleh kita, sehingga azab Allah itu terjadi ?
Ibn Abbas dalam tafsirnya menerangkan bahwa yang dimaksud dengan azab dari atas adalah siksaan yang dirasakan karena kekejaman para pemimpin, kezaliman para pembesar negara atau keserakahan orang-orang di atas kita, baik itu atasan ditempat kita kerja, atau para pemimpin di daerah kita ataupun yang lainnya. Azab dari bawah adalah kekejaman yang dilakukan oleh rakyat kelas bawah, berupa kerusuhan, kekacauan, pencurian, perampokan, penodongan, pemerkosaan, penculikan, penjarahan yang mengakibatkan tidak ada lagi rasa ketenangan dalam kehidupan masyarakat. Sedangkan azab yang menyebabkan pertikaian diantara sesama kita, adalah akibat kita senantiasa mengumbar hawa nafsu dan keegoisan kita, yang jauh dari tatanan moral dan agama.
Lalu bagaimana kita dapat menghindari ancaman azab Allah tersebut ? Al Quran memberikan keterangan bahwa Allah SWT tidak akan pernah menurunkan azab kepada dua kelompok manusia, yaitu kelompok atau golongan yang didalamnya ada Rasulullah SAW. dan kelompok orang yang senantiasa beristighfar, sebagaimana firman-Nya, “dan Allah sekali-kali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. dan tidaklah (pula) Allah akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun (bertaubat)” (Q.S. Al-Anfal : 33)
Sayang Rasulullah SAW sudah lama meninggalkan kita, sehingga yang dapat kita lakukan adalah dengan bertaubat, memperbanyak Istighfar (mohon ampunan) dan merubah sikap kita. Sebab jika kita tidak mau merubah sikap kita, jika para pemimpin tetap bersikap zhalim dan aniaya, jika para penguasa tetap mengedepankan ego masing-masing, jika rakyat kecil tidak mau bersabar dan tawakkal kepada Allah serta selalu mengumbar hawa nafsu duniawinya, jika kita tidak mau kembali kejalan Allah niscaya sekarang kita sedang berhadapan dengan ancaman azab Allah SWT yang menakutkan tersebut.
Oleh karena itu, marilah kita beristighfar dan ber-istighatsah, memohon ampunan dan pertolongan-Nya. Marilah kita hadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Marilah kita tundukkan kepala kita, kita sujudkan hati kita, kita ulurkan tangan kita. Mari kita bersimpuh menghadapkan seluruh wajah kita kepada Dia Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan. Agar kita dijauhkan dari segala azab yang telah diancamkan kepada kita. Amien.
*Penyuluh Agama Islam Kantor Kementerian Agama Kab. Cirebon

Selasa, 27 April 2010

Lucu Ya ...!!!!

LUCU YA ...
Lucu ya, uang Rp. 10.000 tampak begitu besar ketika dibawa ke kotak amal mesjid, tetapi begitu kecil jika kita bawa ke supermarket.
Lucu ya, 45 menit terasa terlalu lama untuk berdzikir, tetapi terasa singkat untuk pertandingan sepakbola.
Lucu ya, betapa lamanya 2 jam berada di mesjid tetapi betapa cepatnya waktu berlalu ketika kita menikmati pemutaran film di bioskop.
Lucu ya, berjam-jam kita tahan dihadapan Laptop & BB untuk FB-an dan chatting, tetapi selalu bilang tak ada waktu ketika sima’an Al Quran atau membaca buku-buku agama.
Lucu ya, betapa susahnya kita merangkai kata untuk dipanjatkan ketika berdoa atau sholat, tetapi betapa mudahnya kita mencari bahan obrolan ketika bertemu teman.
Lucu ya, betapa serunya perpanjangan waktu pertandingan bola favorit kita, tetapi betapa bosannya bila iman shalat tarawih bulan ramadhan kelamaan bacaannya.
Lucu ya, susah banget baca Al quran satu juz saja, tetapi novel best seller 200 halaman pun habis kita lalap dalam sekejap.
Lucu ya, kita berebut duduk paling depan ketika nonton konser atau pertandingan olahraga, tetapi kita berebut cari shaf paling belakang ketika jumatan agar bisa cepat keluar.
Lucu ya, kita perlu undangan pengajian 1-2 minggu sebelumnya agar bisa disisipkan di agenda acara kita, tetapi untuk acara lain betapa mudahnya kita mengubah jadwal.
Lucu ya, betapa susahnya kita untuk berpartisipasi dalam berdakwah tetapi betapa mudahnya kita terlibat dalam penyebaran gosip.
Lucu ya, begitu mudahnya kita percaya pada apa yang dikatakan koran tetapi sering kita mempertanyakan apa yang dikatakan Al Qur'an.
Lucu ya, betapa kita pinginnya masuk syurga tanpa harus beriman, berpikir, berbicara ataupun melakukan apa-apa.
Lucu ya, betapa mudahnya kita mengirimkan ratusan jokes lewat SMS, atau E-mail tetapi harus berpikir dua kali untuk mengirimkan yang berkaitan dengan ibadah
Lucu ya,....

“ dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang mukmin bahwa Sesungguhnya bagi mereka karunia yang besar dari Allah.” (Q.S 33:47)