Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA*
Keberadaan pemuda pada suatu bangsa memegang peranan yang sangat
penting. Pemuda adalah
suatu generasi yang memiliki peranan luar biasa sebagai “avant garde”
(ujung tombak) perubahan dan menjadi tonggak kebangkitan lahirnya kesadaran
“berbangsa”. Yang pada sejarah bangsa Indonesia, peran tersebut dapat dilihat
sejak para pemuda membuat “komunike politik kebangsaan” 28 Oktober 1928,
dengan sumpahnya yang menekadkan “Satu tumpah darah (tanah air), satu bangsa,
dan satu bahasa”.
Pemuda juga
dianggap sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol
sosial (Agent of Social Control). Sehingga berbagai hal menyangkut
perubahan dan pembangunan, selalu dikaitkan dengan adanya campur tangan pemuda.
Hal ini dapat dibuktikan ketika kita membuka lembaran sejarah dunia, di
berbagai belahan dunia perubahan sosial politik menempatkan pemuda di garda
depan. Peranannya menyeluruh, tak hanya menjadi seperti mata air, tapi juga
hulu, hilir sampai muara.
Pemuda
diakui memiliki kekuatan atau energi, serta semangat dan kemampuan untuk mengerahkan
segala potensi dan juga siap berkorban, yang kesemuanya merupakan kunci
kebangkitan suatu bangsa, karena tidak akan ada kebangkitan tanpa dengannya,
dan tidak akan merentas berbagai kendala dan hambatan kecuali dengan memiliki
potensi yang dimilikinya. Sekali lagi
sejarah membuktikan itu, sampai-sampai Bung Karno (Presiden Pertama RI) dalam
salah satu pidatonya mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “Beri aku sepuluh
pemuda, maka akan kugoncangkan dunia.” (Nabil Abdurrahman, 2009, hal. 4).
Keberadaan pemuda juga menempati posisi yang strategis,
karena pemuda merupakan suatu generasi yang menjembatani antara generasi
kanak-kanak dan generasi orang tua. Yang secara fisik masih prima, secara
emosional memiliki keberanian yang tinggi dan secara intelektual memiliki
idealisme yang masih murni, kreatif, dinamis dan inovatif bagi perubahan sosial
politik suatu bangsa. Sehingga pemuda dianggap sebagai calon pemimpin bangsa di
masa yang akan datang dan menjadi tumpuan harapan dalam mengurus dan memecahkan
permasalahan bangsa. Inna fii yadis subbaan amral ummah wa fii aqdamihaa
hayaatahaa, sesungguhnya urusan ummat terletak di tangan para pemuda dan
kehidupan umat (juga) terletak pada keberanian para pemuda.
Lalu pemuda seperti apa yang dapat menjadi tumpuan harapan
dalam mengatur dan memecahkan permasalahan bangsa sehingga mampu mewujudkan suatu bangsa yang
ideal yang menjadi cita-cita dari setiap hati manusia ? tentunya kita sebagai bagian dari masyarakat memiliki
keinginan agar rakyat bangsa ini, selamat dunia dan akhirat, menjadi masyarakat
yang adil, makmur, sejahtera, diberkahi dan diridloi Allah (baldatun
thayyibatun warabbun ghafur). Hal ini disebabkan karena baldatun
thayyibatun warabbun ghafur adalah merupakan cita-cita tertinggi
masyarakat.
Al Quran menginformasikan bahwa generasi muda yang dapat
mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur adalah generasi yang
senantiasa mencari keridhoan Allah SWT. sehingga Allah pun mencurahkan
keridhoanNya kepada mereka. Al Quran mengistilahkannya dengan generasi Rabbi
Radhiyya, generasi yang diridhai Tuhannya. Seperti termaktub dalam QS.
Maryam : 6, ketika Allah SWT. Menceritakan
harapan Nabi Zakaria AS. Yang ingin diberikan keturunan sebagai generasi yang
mewarisi kenabiannya dan generasi yang diridhai Allah SWT. Yaritsunii wa
yaritsu aali Ya’quub waj’alhu Rabbi Radhiyya.
Siapakah generasi Rabbi Radhiyya itu? Al Quran kemudian memaparkan karakteristik
dari generasi Rabbi Radhiyya ini ketika menceritakan keadaan Nabi Yahya
AS. yang menjadi Ikon dari generasi ini, diantaranya ;
Pertama, Khudil Kitaaba bi quwwah (QS. Maryam : 12),
yaitu generasi muda yang senantiasa memegang erat kitab Allah. Artinya segala pemikiran, sikap dan tindakannya
senantiasa berdasarkan kepada aturan-aturan Allah SWT.
Kedua, Wa ataynaahul hukma shabiyya (QS.
Maryam : 12) “Kami
berikan kepadanya kebijaksanaan saat masih belia" ayat
ini menceritakan keadaan Nabi Yahya AS. ketika beliau masih kanak-kanak
memiliki fikiran dan kebijaksanaan yang sudah matang. Sehingga pada suatu
riwayat yang disampaikan Ma’mar suatu hari teman-temannya mengajaknya
bermain-main, Nabi Yahya AS. Menolak dengan mengatakan, “saya dijadikan
Tuhan bukan untuk bermain-main." Artinya generasi yang senantiasa
mempergunakan masa mudanya tidak hanya untuk mencari kesenangan duniawi akan
tetapi dipergunakan untuk memahami hikmah dan menuntut ilmu pengetahuan.
Ketiga, Wa hanaanan min Ladunna wa zakah, wa kaana
taqiyya (QS. Maryam : 13)
generasi yang diberi rahmat dan rasa
belas kasihan yang mendalam dari Tuhannya dan kesucian (dan dosa) dan ia adalah
seorang yang bertaqwa. Artinya generasi yang selalu menjaga dirinya untuk
senantiasa menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT. dan menjauhi apa
yang dilarang-Nya.
Keempat, Wa
barran bi waalidayhi wa lam yakun jabbaran ‘ashiyya (QS. Maryam : 14) yaitu
generasi yang senantiasa berbakti kepada orang tua dan memiliki sifat yang
mulia yang jauh dari kesombongan dan perilaku durhaka (senantiasa menjaga
dirinya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat).
Kemudian Allah SWT. menutup paparan mengenai karakteristik
Nabi Yahya AS. sebagai simbol dari generasi Rabbi Radhiyya ini, dengan
ungkapan yang begitu indah, wa salaamun ‘alayhi yawma
wulida wa yawma yamuut wa yawma yub’atsuun, kesejahteraan
atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari
ia dibangkitkan hidup kembali. Artinya, jika generasi muda mampu memiliki
karakteristik di atas, maka Allah SWT. menjanjikan
kesejahteraan di dunia dan akhirat. Kesejahteraan di dunia berupa terwujudnya Baldatun
Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, kesejahteraan di akhirat berupa wa fiil
akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban naar. Semoga pada setiap pribadi pemuda
Indonesia terdapat karakter yang demikian. Wallahu A’lam.