Laman

Senin, 09 Januari 2017

KARAKTERISTIK GENERASI RABBI RADHIYYA

Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA*


Keberadaan pemuda pada suatu bangsa memegang peranan yang sangat penting. Pemuda adalah suatu generasi yang memiliki peranan luar biasa sebagai “avant garde” (ujung tombak) perubahan dan menjadi tonggak kebangkitan lahirnya kesadaran “berbangsa”. Yang pada sejarah bangsa Indonesia, peran tersebut dapat dilihat sejak para pemuda membuat “komunike politik kebangsaan” 28 Oktober 1928, dengan sumpahnya yang menekadkan “Satu tumpah darah (tanah air), satu bangsa, dan satu bahasa”.
Pemuda juga dianggap sebagai agen perubahan (Agent of Change) dan agen kontrol sosial (Agent of Social Control). Sehingga berbagai hal menyangkut perubahan dan pembangunan, selalu dikaitkan dengan adanya campur tangan pemuda. Hal ini dapat dibuktikan ketika kita membuka lembaran sejarah dunia, di berbagai belahan dunia perubahan sosial politik menempatkan pemuda di garda depan. Peranannya menyeluruh, tak hanya menjadi seperti mata air, tapi juga hulu, hilir sampai muara.
Pemuda diakui memiliki kekuatan atau energi, serta semangat dan kemampuan untuk mengerahkan segala potensi dan juga siap berkorban, yang kesemuanya merupakan kunci kebangkitan suatu bangsa, karena tidak akan ada kebangkitan tanpa dengannya, dan tidak akan merentas berbagai kendala dan hambatan kecuali dengan memiliki potensi yang dimilikinya. Sekali lagi sejarah membuktikan itu, sampai-sampai Bung Karno (Presiden Pertama RI) dalam salah satu pidatonya mengungkapkan kata-kata pengobar semangat “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan kugoncangkan dunia.” (Nabil Abdurrahman, 2009, hal. 4).
Keberadaan pemuda juga menempati posisi yang strategis, karena pemuda merupakan suatu generasi yang menjembatani antara generasi kanak-kanak dan generasi orang tua. Yang secara fisik masih prima, secara emosional memiliki keberanian yang tinggi dan secara intelektual memiliki idealisme yang masih murni, kreatif, dinamis dan inovatif bagi perubahan sosial politik suatu bangsa. Sehingga pemuda dianggap sebagai calon pemimpin bangsa di masa yang akan datang dan menjadi tumpuan harapan dalam mengurus dan memecahkan permasalahan bangsa. Inna fii yadis subbaan amral ummah wa fii aqdamihaa hayaatahaa, sesungguhnya urusan ummat terletak di tangan para pemuda dan kehidupan umat (juga) terletak pada keberanian para pemuda.
Lalu pemuda seperti apa yang dapat menjadi tumpuan harapan dalam mengatur dan memecahkan permasalahan bangsa sehingga mampu mewujudkan suatu bangsa yang ideal yang menjadi cita-cita dari setiap hati manusia ? tentunya kita sebagai bagian dari masyarakat memiliki keinginan agar rakyat bangsa ini, selamat dunia dan akhirat, menjadi masyarakat yang adil, makmur, sejahtera, diberkahi dan diridloi Allah (baldatun thayyibatun warabbun ghafur). Hal ini disebabkan karena baldatun thayyibatun warabbun ghafur adalah merupakan cita-cita tertinggi masyarakat.
Al Quran menginformasikan bahwa generasi muda yang dapat mewujudkan Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur adalah generasi yang senantiasa mencari keridhoan Allah SWT. sehingga Allah pun mencurahkan keridhoanNya kepada mereka. Al Quran mengistilahkannya dengan generasi Rabbi Radhiyya, generasi yang diridhai Tuhannya. Seperti termaktub dalam QS. Maryam ayat 6, ketika Allah SWT. Menceritakan harapan Nabi Zakaria AS. Yang ingin diberikan keturunan sebagai generasi yang mewarisi kenabiannya dan generasi yang diridhai Allah SWT. Yaritsunii wa yaritsu aali Ya’quub waj’alhu Rabbi Radhiyya.
Siapakah generasi Rabbi Radhiyya itu? Al Quran kemudian memaparkan karakteristik dari generasi Rabbi Radhiyya ini ketika menceritakan keadaan Nabi Yahya AS. yang menjadi Ikon dari generasi ini, diantaranya ;
Pertama, Khudil Kitaaba bi quwwah (QS. Maryam : 12), yaitu generasi muda yang senantiasa memegang erat kitab Allah. Artinya segala pemikiran, sikap dan tindakannya senantiasa berdasarkan kepada aturan-aturan Allah SWT.
Kedua, Wa ataynaahul hukma shabiyya (QS. Maryam : 12) “Kami berikan kepadanya kebijaksanaan saat masih belia" ayat ini menceritakan keadaan Nabi Yahya AS. ketika beliau masih kanak-kanak memiliki fikiran dan kebijaksanaan yang sudah matang. Sehingga pada suatu riwayat yang disampaikan Ma’mar suatu hari teman-temannya mengajaknya bermain-main, Nabi Yahya AS. Menolak dengan mengatakan, “saya dijadikan Tuhan bukan untuk bermain-main." Artinya generasi yang senantiasa mempergunakan masa mudanya tidak hanya untuk mencari kesenangan duniawi akan tetapi dipergunakan untuk memahami hikmah dan menuntut ilmu pengetahuan.
Ketiga, Wa hanaanan min Ladunna wa zakah, wa kaana taqiyya (QS. Maryam : 13) generasi yang diberi rahmat dan rasa belas kasihan yang mendalam dari Tuhannya dan kesucian (dan dosa) dan ia adalah seorang yang bertaqwa. Artinya generasi yang selalu menjaga dirinya untuk senantiasa menjalankan apa-apa yang diperintahkan Allah SWT. dan menjauhi apa yang dilarang-Nya.
Keempat, Wa barran bi waalidayhi wa lam yakun jabbaran ‘ashiyya (QS. Maryam : 14) yaitu generasi yang senantiasa berbakti kepada orang tua dan memiliki sifat yang mulia yang jauh dari kesombongan dan perilaku durhaka (senantiasa menjaga dirinya untuk tidak melakukan perbuatan maksiat).
Kemudian Allah SWT. menutup paparan mengenai karakteristik Nabi Yahya AS. sebagai simbol dari generasi Rabbi Radhiyya ini, dengan ungkapan yang begitu indah, wa salaamun ‘alayhi yawma wulida wa yawma yamuut wa yawma yub’atsuun, kesejahteraan atas dirinya pada hari ia dilahirkan dan pada hari ia meninggal dan pada hari ia dibangkitkan hidup kembali. Artinya, jika generasi muda mampu memiliki karakteristik di atas maka Allah SWT. menjanjikan kesejahteraan di dunia dan akhirat. Kesejahteraan di dunia berupa terwujudnya Baldatun Thayyibatun wa Rabbun Ghafuur, kesejahteraan di akhirat berupa wa fiil akhirati hasanah wa qinaa ‘adzaban naar. Semoga kita termasuk didalamnya. Wallahu A’lam.

MENGEMBALIKAN FUNGSI MASJID SEBAGAI JANTUNG KEHIDUPAN

Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA*


Para ulama banyak memberikan perumpamaan kedudukan masjid disuatu kampung bagaikan jantung di dalam tubuh manusia. Jantung merupakan suatu organ otot berongga yang terletak di pusat dada yang keberadaannya paling vital dan berfungsi terus menerus selama manusia itu hidup. Semua organ tubuh dalam satu hari ada istirahanya kecuali jantung. Dia mulai berdetak 24 jam sehari sejak seseorang berusia 4 bulan di dalam rahim ibunya, tidak berhenti sekejap pun sampai dia meninggal. Fungsi utama jantung adalah menyediakan oksigen ke seluruh tubuh dan membersihkan tubuh dari hasil metabolisme (karbondioksida). Jantung melaksanakan fungsi tersebut dengan mengumpulkan darah yang kekurangan oksigen dari seluruh tubuh dan memompanya ke dalam paru-paru, dimana darah akan mengambil oksigen dan membuang karbondioksida. Jantung kemudian mengumpulkan darah yang kaya oksigen dari paru-paru ditambah nutrisi dan zat-zat penting lainnya yang bersumber dari makanan dan memompanya ke jaringan di seluruh tubuh .
Saking pentingnya, banyak ahli medis sepakat bahwa kesehatan seseorang dapat dideteksi dari kesehatan jantung dan darah yang dipompakannya. Jika jantung mengalami gangguan baik itu karena mengalami mal fungsi Jantung (heart failure) ataupun karena adanya penyumbatan pembuluh darah koroner (atherosclerosis) maka darah tidak akan lancar mengalir didalam tubuh. Sehingga akibatnya adalah tubuh akan kekurangan oksigen dan zat-zat nutrisi yang sangat dibutuhkannya. Banyak penyakit yang timbul dari implikasi ini, seperti myocard impact, darah tinggi, sampai stroke. Begitupun darah yang tidak seimbang kandungan zatnya, seperti kebanyakan kadar gula akan menyebabkan diabetes mellitus, kekurangan zat besi menyebabkan darah rendah dan lain sebagainya. Bahkan menurut NCEP ATP III (National Cholesterol Education Program, Adult Treatment Program) Amerika Serikat menyebutkan bahwa penyakit yang timbul dari gangguan jantung koroner merupakan penyebab kematian nomor satu di dunia melebihi kanker.
Islam pun berpandangan demikian, sampai-sampai Rasulullah SAW. Bersabda, “Sesungguhnya di dalam jasad ada sebongkah daging; jika ia baik maka baiklah jasad seluruhnya, jika ia rusak maka rusaklah jasad seluruhnya; bongkahan daging itu adalah QALBU (jantung)”. (diriwayatkan dari Abu Nu’aym).
Begitu pula jika kita menganalogikan bahwa kampung itu sebagai tubuh, masjid sebagai jantungnya dan penduduknya bagaikan darah yang mengalir, maka keberadaan masjid menjadi sangat vital. Masjid merupakan suatu tempat yang berfungsi sebagai sarana penyucian diri dan pembekalan hikmah (nutrisi) bagi orang-orang yang senantiasa memakmurkannya. Rasulullah bersabda, "Telah dijadikan untukku (dan untuk umatku) bumi sebagai masjid dan sarana penyucian diri" (HR Bukhari dan Muslim melalui Jabir bin Abdillah).
Bagaikan jantung yang menjadi pangkal beredarnya darah segar dan mengembalikan darah kotor, fungsi masjid juga seharusnya menjadi pangkal tempat Muslim bertolak, sekaligus pelabuhan tempatnya bersauh. Kita bisa melihat sejarah di zaman Rasulullah SAW., bahwa Rasulullah senantiasa mengawali aktifitas hariannya dari masjid, diawali dengan tahajjud, I'tikaf, tadarrus, sholat berjamaah, dan lain sebagainya dan setelah itu kembali lagi ke masjid. Terlebih dari itu, Rasulullah juga memfungsikan masjid untuk tempat konsultasi dan komunikasi (masalah ekonomi-sosial budaya), tempat pendidikan, tempat santunan sosial, tempat latihan militer dan persiapan alat-alatnya, tempat pengobatan para korban perang, tempat perdamaian dan pengadilan sengketa serta pusat penerangan atau pembelaan agama, sehingga jelas para sahabat selalu bersilkulasi mengalir dari dan ke masjid, sehingga masjid senantiasa "berdegup" 24 jam sehari, 7 hari seminggu tiada henti.
Seringkali para sahabat datang ke masjid membawa berbagai permasalahan kemudian di masjid "disegarkan" oleh Rasulullah SAW. dengan taushiyah yang berlandaskan wahyu, sehingga keluar dari masjid membawa penyegaran yang kemudian disebarkan kepada sahabat-sahabat yang lain yang sedang ada di "organ-organ" kampung yang lainnya. Mirip darah kotor yang datang ke jantung kemudian di jantung disegarkan dan disisipi oksigen dan nutrisi yang kemudian diedarkan ke organ-organ tubuh yang lainnya.
Begitupun sebaliknya, sebagaimana jantung yang bermasalah yang berimplikasi kepada berbagai penyakit yang mematikan. Masjid juga demikian, jika detak masjid hanya 5 kali atau 2 kali sehari atau bahkan hanya seminggu sekali atau penduduk kampung (yang berfungsi sebagai darah) tersendat datang ke masjid tentunya akan berimplikasi timbulnya penyakit-penyakit di kampung tersebut. Banyaknya pencurian, pembunuhan, KDRT, percekcokan antar tetangga, kejahatan di pasar, korupsi di kantor-kantor, nepotisme dan lain sebagianya, bisa jadi timbul diawali karena tidak berfungsinya masjid seperti seharusnya dan orang-orang sudah tidak mau bersilkulasi mengalir dari dan ke masjid.
Karenanya, untuk meminimalisir kerusakan dan penyakit-penyakit tersebut, marilah kita fungsikan masjid bagaikan jantung yang ada pada tubuh kita, dengan membuatnya dapat berdegup 24 jam sehari. Kemudian kita juga fungsikan diri kita bagaikan darah yang senantiasa mengalir dari dan ke masjid, dengan melakukan berbagai aktifitas yang bermanfaat seperti sholat berjamaah, tadarrus Al Quran, menghadiri majelis ta'lim, bahtsul masail, i'tikaf dan lain sebagainya, yang setelah mendapat "penyegaran" dari masjid kita sebarkan ke organ-organ kampung yang lain seperti rumah, pasar, kantor dan lainnya sebagai tawashau bil haq wa tawashau bish shobr. Tentunya jika Masjid sehat, kampung pun akan menjadi sehat. Insya Allah.

MENDING NIKAH RESMI BAE JEH !!

(Tanggapan terhadap tulisan Nikah Siri atau Nikah Sirih?)
Oleh : Saeful Malik, S.Ag., MBA
“Mending Nikah Resmi Bae Jeh !!!”, Mungkin kata itu yang akan saya kirim lewat SMS seandainya saya tahu nomor handphonenya Lamsijan. Membaca kegalauan hati Lamsijan yang mempunyai hasrat yang mulia untuk mempersunting siti Markonah yang pernah dimuat diharian tercinta ini beberapa edisi yang lalu, membuat terketuk hati untuk ikut nimbrung ngobrol walaupun hanya sekedar sharing memberikan gambaran kepada Lamsijan dengan harapan dapat meringankan ‘beban pikiran’nya. Kegalauan hati Lamsijan setelah membaca pesan singkat dari Dul Kempot yang menyarankannya untuk melakukan nikah siri cukup beralasan, karena pelaku nikah siri sekarang ini bisa dipidanakan alias bisa mendapat hukuman penjara dan atau denda uang yang tidak sedikit. Walaupun ada sedikit ketidaksetujuan dengan usul dari Dul Kempot tersebut yang memberikan kesan bahwa nikah siri itu sebagai satu-satunya alternatif dari kekurangmampuan Lamsijan dari sisi finansial.
Saat ini Pernikahan siri merupakan topik yang sedang hangat-hangatnya dibicarakan oleh sebagian besar masyarakat kita. Hampir disetiap pertemuan baik itu tahlilan, marhabanan, arisan atau ketika sekedar kumpul-kumpul dihalaman rumah, pernikahan siri menjadi topik yang jarang terlupakan, tentu saja dengan pro dan kontranya sesuai dengan kadar pengetahuan dan pemahaman masing-masing. Tidak terkecuali Lamsijan yang sampai menanyakan kepada Pak Guru mang Bukori yang memberitahu Lamsijan bahwa pelaku pernikahan siri itu bisa dibui 6 bulan dan di denda jutaan rupiah. Hal yang sangat ditakutkan tidak hanya oleh Lamsijan tetapi juga oleh kita semua.
Sebagaimana yang kita ketahui yang dimaksud dengan nikah siri yang sedang banyak dibicarakan saat ini adalah nikah siri yang cenderung bermakna administratif. Kata nikah siri sendiri berasal dari bahasa Arab al-Nikah al-Sirru artinya nikah yang dilakukan secara rahasia atau secara sembunyi-sembunyi. Yang pada tatanan praktisnya kata nikah siri menjadi idiom yang dimaknakan pernikahan yang tidak tercatat di Lembaga Pencatatan Pernikahan dalam hal ini Kantor Urusan Agama (KUA) atau Kantor Catatan Sipil yang akibatnya pengantin tidak memiliki akta nikah. Di dalam fiqh memang tidak dikenal istilah nikah siri, yang ada adalah nikah yang sah dan nikah yang batal atau tidak sah, tergantung dari terpenuhi atau tidaknya syarat dan rukun pernikahan. Jadi walaupun pernikahannya dilakukan –dengan saksi -- para kyai, jika terdaftar di KUA maka pernikahan tersebut bukanlah pernikahan siri, tapi sebaliknya jika ada pernikahan yang disaksikan oleh Pejabat tinggi negara sekalipun jika tidak tercatat atau tidak didaftarkan di KUA bisa dikategorikan nikah siri.
Lalu apa sih untung dan ruginya nikah siri ? kenapa orang banyak melakukan nikah siri ? Ketika bicara tentang untung ruginya nikah siri mungkin akan lebih terlihat jelas ketika menggunakan sudut pandang hukum positif atau tatanan aturan negara, sesuai dengan definisi tadi yang cenderung bersifat administratif. Secara administratif orang yang nikah siri tidak akan mendapatkan akta nikah. Jelas ketika seseorang yang berkeluarga tetapi tidak memiliki akta nikah berarti pernikahannya belum diakui oleh negara, kerugiannya akan dirasakan tidak hanya oleh orang yang bersangkutan akan tetapi juga keturunannya kelak. Bayangkan andai saja Lamsijan jadi nikah siri, dia tidak akan dapat memperpanjang KTP, karena syarat membuat KTP harus adanya surat nikah. Jika Lamsijan tidak mempunyai KTP, maka dia tidak dapat membuat SIM, PASPOR, Kartu Kredit dan lain semisalnya. Lamsijan juga tidak dapat membuat Akta Kelahiran anaknya, karena syaratnya harus ada surat nikah. Dan masih banyak lagi kerugian-kerugian lain yang akan dirasakannya. Sehingga jelas pengakuan pernikahan yang tercatat di KUA akan memberikan keuntungan yang tidak hanya dirasakan oleh pelaku sendiri akan tetapi mungkin sampai “tujuh turunan”nya.
Lalu kenapa banyak orang melakukan nikah siri ? kenapa orang yang nota bene memiliki pengetahuan agama yang lebih banyak melakukan nikah siri ? banyak faktor yang menyebabkan orang melakukan hal demikian. Yang jelas kita mungkin tidak setuju atas usul dari Dul Kempot yang memberi kesan bahwa satu-satunya alasan nikah siri adalah karena biaya pencatatan nikah yang sangat mahal dan suudzonnya Lamsijan kepada para petugas atau para pemuka agama didaerahnya yang dianggap olehnya lebih memahami agama.
Memang benar ketika Lamsijan mempunyai keinginan untuk menikah ia bertanya ke sana ke sini agar tahu bagaimana dan apa saja yang harus disiapkan dan dilakukan olehnya. Akan tetapi ketika Lamsijan bertanya mengenai biaya pernikahan yang jawabannya ratusan ribu rupiah, harus dipertegas lagi. Apakah yang dipertanyakan oleh Lamsijan itu “biaya pernikahan” atau biaya pencatatan nikah ? Sebab tentunya berbeda sekali biaya yang harus dikeluarkan untuk melangsungkan pernikahan dengan biaya yang harus dikeluarkan untuk mencatatkan pelaksanaan pernikahan di KUA. Biaya yang harus dikeluarkan untuk pernikahan bisa jadi tidak cukup dengan ratusan ribu rupiah saja, bahkan seringkali kita mendengar jika selebriti atau orang-orang kaya menghabiskan biaya pernikahannya sampai miliaran rupiah seperti pernikahannya Ardi dan Nia Ramadani. Sedangkan biaya pencatatan nikah berdasarkan PP No. 47 Tahun 2004 adalah tiga puluh ribu rupiah seperti yang dikatakan pak Kuwu.
Yang kedua yang perlu dipertegas lagi adalah Lamsijan bertanyanya kepada siapa? Petugas KUA atau “petugas-petugasan” ? atau jangan-jangan Lamsijan bertanya kepada petugas instansi lain yang tidak tahu tentang masalah pernikahan. Maklumlah seperti kita ketahui bersama bahwa saat ini hampir di setiap instansi masih saja ada “makelar-makelar “ kasus yang berkeliaran. Coba kalau saja Lamsijan datang ke KUA bertemu dengan pak Naib dan membicarakan masalahnya, tentu jawabannya akan lain. Memang jika Lamsijan akan melaksanakan pernikahan di rumahnya, pada hari libur dan ingin enaknya (tahu beres) atau dengan alasan tidak ada waktu karena harus mempersiapkan walimatul ‘ursy sehingga menitipkan segala prosedur administrasi pencatatan pernikahan kepada orang lain, tentunya sebagai orang timur Lamsijan harus mempertimbangkan transportasi dan akomodasi serta biaya-biaya lain yang harus dikeluarkan oleh orang tersebut dalam pengurusan prosedur dan persyaratannya. Apalagi tempat tinggal Lamsijan yang jauh baik dari kantor kelurahan, kecamatan ataupun KUA.
Akan tetapi jika Lamsijan sudah memenuhi semua prosedur dan persyaratan pendaftaran pernikahan seperti mengisi formulir pendaftaran di KUA, membawa Surat Keterangan untuk Nikah dan surat keterangan lain (Surat model N1 - N7) dari Kantor Desa/Kelurahan setempat, membawa bukti imunisasi TT bagi calon mempelai Wanita dan pelaksanaan pernikahannya dilakukan di KUA pada hari kerja, mungkin Lamsijan bakal mendapatkan Akta Nikah yang berlaku seumur hidup dan bermanfaat bagi seluruh keluarga serta maslahat dunia akhirat dengan biaya yang jauh lebih rendah dari pembuatan KTP & KK, SIM atau PASPOR yang berlaku hanya 5 tahun dan harus diperpanjang. Bahkan bisa jadi Lamsijan tidak dikenakan biaya sama sekali alias gratis, jika Lamsijan mampu menunjukkan SKTM (Surat Keterangan Tidak Mampu) dari Desa dan atau Kecamatan setempat. Substansinya adalah bahwa pernikahan itu adalah ibadah maka tidak ada pembebanan dalam ibadah apalagi mempersulitnya.
Sehingga alangkah tidak adilnya jika biaya pencatatan nikah dijadikan kambing hitam untuk melegitimasi atau sekedar alasan melakukan nikah siri. Sebab pada kenyataannya yang melakukan nikah siri lebih banyak dari orang yang mempunyai kelebihan dalam finansial. Kebanyakan nikah siri terjadi karena terbentur masalah. Bisa akibat ketidaktahuan terhadap aturan negara dan atau keinginpraktisan pelaku yang tidak mau melakukan pengurusan administrasi yang biasanya bersifat birokratif. Atau ada juga yang terpaksa melakukan nikah siri karena terbentur Undang-undang tentang poligami atau semisalnya. Sekali lagi janganlah kita memojokkan satu pihak yang padahal telah melakukan tugas mulia yang berimplikasi dunia akhirat. Jika toh kita melihat kekurangannya dan mempunyai saran untuk memperbaikinya, berikanlah masukan dan kritikan dengan cara yang baik dan berimbang. Janganlah kita men-genelarisir satu titik masalah menjadi sebuah kesalahan general. Apalagi sampai kita bersuudzon seperti yang dilakukan Lamsijan, karena khawatirnya suudzon itu dapat menimbulkan fitnah, padahal fitnah merupakan perbuatan yang keji yang implikasinya bisa lebih keji dari pembunuhan. Alangkah mulianya jika Lamsijan dapat berhusnudzon kepada tetua kampung atau orang-orang yang melakukan poligami dan nikah siri, bahwa mereka melakukan hal-hal demikian didasari oleh ilat-ilat yang dibenarkan oleh syara’ tidak bertentangan dengan agama. Toh pada akhirnya kerugian akan dirasakan oleh mereka sendiri, apalagi jika diberlakukannya RUU nikah siri tentunya menjadi jelas aturan hukumnya. Yang perlu Lamsijan lakukan adalah terus menerus mendalami dan memahami Agama Islam secara Kaffah dan jika ada yang tidak tahu atau kurang faham tanyalah pada ahlinya.
Kembali kepada niatan Lamsijan mempersunting Siti Markonah, sekali lagi saya katakan, “mending nikah resmi bae jeh !!!” Karena Lamsijan bisa melakukannya. Lamsijan tinggal datang ke KUA bicara kepada pak Naib, tentunya pak Naib akan bijaksana memberikan solusi yang terbaik. Insya Allah.

Kamis, 11 Februari 2016



BEBERAPA ALIRAN SESAT DI INDONESIA

Pengertian sesat
Sesat atau kesesatan itu bahasa Arabnya dhalal. Yaitu setiap yang menyimpang dari jalan yang dituju (yang benar) dan setiap yang berjalan bukan pada jalan yang benar, itulah kesesatan. Dalam al-Qur’an disebutkan, setiap yang di luar kebenaran itu adalah sesat (lihat QS Yunus: 32). Kebenaran hanya datang dari Allah.
Pertanyaannya kini, kebenaran dari Allah itu adanya di al-Qur’an dan as-Sunnah, namun cara pemahamannya/penafsirannya model apa? Pertanyaan itu sudah ada jawabannya, dalam hadits tentang 73 golongan, riwayat At-Tirmidzi.
“Siapakah dia (golongan yang satu—yang selamat dari neraka—itu) wahai Rasulullah?” Beliau menjawab, “(Mereka yang mengikuti apa) yang aku dan sahabatku berada di atasnya.”
Syaikh Shalih bin Fauzan al-Fauzan, penulis Lamhah ‘anil firaq adh-dhaallah, Membongkar Firqah-Firqah Sesat, berkomentar. Ketika Rasulullah ditanya tentang siapakah satu yang selamat itu, beliau menjawab, “Mereka adalah orang-orang yang menempuh jalan seperti yang aku dan sahabatku tempuh.” Maka barangsiapa yang tetap di atas jalan yang ditempuh Rasul saw dan para sahabatnya, maka dia termasuk yang selamat dari neraka. Dan barangsiapa yang menyelisihi dari hal tersebut sesungguhnya dia diancam dengan neraka sesuai dengan kadar jauhnya.
Dalam praktik, kesesatan itu tidak dianggap sesat walaupun dilaksanakan ramai-ramai. Di antara contohnya adalah kelompok yang tidak langsung dikenali sebagai kelompok sesat, misalnya:
Komunitas Penimbrung Qur’an Sunnah
Golongan yang satu ini tidak mau disebut kelompok agama, tak mau pula disebut sekuler. Tapi mereka menolak semua yang datang dari al-Qur’an dan as-Sunnah. Kelompok ini muncul menjelang pertengahan abad 20 dengan membatasi bahwa al-Qur’an dan as-Sunnah tidak bisa diberlakukan di wilayah mereka, karena beralasan bahwa di tempat mereka bukanlah wilayah al-Qur’an dan as-Sunnah. Mereka punya aturan-aturan tertentu yang kadang masuk ke wilayah yang diatur al-Qur’an dan as-Sunnah dengan “membantu” pelaksanaan praktisnya, dalam hal yang menguntungkan mereka. Misalnya tentang pelaksanaan ibadah haji. Di sisi itulah al-Qur’an dan as-Sunnah mereka terima, bahkan hampir mereka monopoli.
Lain lagi dengan kelompok yang secara nama adalah Islamis, namun justru sesat menyesatkan. Misalnya:
NII KW IX
NII (Negara Islam Indonesia) asalnya DI (Darul Islam, diproklamasikan Sekarmadji Maridjan Kartosoewirjo, 7 Agustus 1949 di Cisayong Tasikmalaya Jawa Barat). Kemudian nama NII itu berupa penjelasan singkat tentang proklamasi. Pada tahun 1980-an ketika diadakan musyawarah tiga wilayah besar (Jawa Barat, Sulawesi, dan Aceh) di Tangerang Jawa Barat, diputuskan bahwa Adah Djaelani Tirtapradja diangkat menjadi Imam NII. Lalu ada pemekaran wilayah NII yang tadinya 7 menjadi 9, penambahannya itu KW VIII (Komandemen Wilayah VIII) Priangan Barat (mencakup Bogor, Sukabumi, Cianjur), dan KW IX Jakarta Raya (Jakarta, Tangerang, Bekasi).
Pada dekade 1990-an KW IX dijadikan sebagai Ummul Quro (ibukota negara) bagi NII, menggantikan Tasikmalaya, atas keputusan Adah Djaelani. Karena pentingnya menguasai ibukota sebagai pusat pemerintahan, maka dibukalah program negara secara lebih luas, dan puncaknya ketika pemerintahan dipegang Abu Toto Syekh Panjigumilang (yang juga Syekh Ma’had Al-Zaitun, Desa Gantar, Indramayu, Jawa Barat) menggantikan Adah Djaelani sejak tahun 1992.
Penyelewengannya terjadi ketika pucuk pimpinan NII dipegang Abu Toto. Ia mengubah beberapa ketetapan-ketetapan Komandemen yang termuat dalam kitab PDB (Pedoman Dharma Bakti) seperti menggantikan makna fai’ dan ghanimah yang tadinya bermakna harta rampasan dari musuh ketika terjadi peperangan (fisik), tetapi oleh Abu Toto diartikan sama saja, baik perang fisik maupun tidak. Artinya, harta orang selain NII boleh dirampas dan dianggap halal. Pemahaman ini tidak dicetuskan dalam bentuk ketetapan syura (musyawarah KW IX) dan juga tidak secara tertulis, namun didoktrinkan kepada jamaahnya. Sehingga jamaahnya banyak yang mencuri, merampok, dan menipu, namun menganggapnya sebagai ibadah, karena sudah diinstruksikan oleh ‘negara’.
Dalam hal shalat, dalam Kitab Undang-undang Dasar NII diwajibkan shalat fardhu 5 waktu, namun perkembangannya, dengan pemahaman teori kondisi perang, maka shalat bisa dirapel. Artinya, dari mulai shalat zuhur sampai dengan shalat subuh dilakukan dalam satu waktu, masing-masing hanya satu rakaat. Ini doktrin Abu Toto dari tahun 2000-an.
Mengenai puasa, mereka mengamalkan hadits tentang mengakhirkan sahur dan menyegerakan berbuka dengan cara, sudah terbit matahari pun masih boleh sahur, sedang jam 5 sore sudah boleh berbuka. Alasannya dalil hadits tersebut.
Gerakan ini mencari mangsa dengan jalan setiap jamaah diwajibkan mencari satu orang tiap harinya untuk dibawa tilawah. Lalu diarahkan agar hijrah dan berbaiat sebagai anggota NII. Karena dengan baiat maka seseorang terhapus dari dosa masa lalu, tersucikan diri, dan menjadi ahli surga. Untuk itu peserta ini harus mengeluarkan shadaqah hijrah yang besarnya tergantung dosa yang dilakukan. Anggota NII di Jakarta saja, saat ini diperkirakan 120.000 orang yang aktif.

LDII (Lembaga Dakwah Islam Indonesia)
Pendiri dan pemimpin tertinggi pertama gerakan ini adalah Madigol Nurhasan Ubaidah Lubis bin Abdul bin Thahir bin Irsyad. Lahir pada tahun 1915 di Desa Bangi, Kec. Purwoasri, Kediri, Jawa Timur. Paham yang dianut oleh LDII tidak berbeda dengan aliran Islam Jama’ah/Darul Hadits yang telah dilarang oleh Jaksa Agung Republik Indonesia pada tahun 1971. Keberadaan LDII mempunyai akar kesejarahan dengan Darul Hadits/Islam, Jama’ah yang didirikan pada tahun 1951 oleh Nurhasan Al Ubaidah Lubis (Madigol). Setelah aliran tersebut dilarang tahun 1971, kemudian berganti nama dengan Lembaga Karyawan Islam (LEMKARI) pada tahun 1972 (tanggal 13 Januari 1972. Pengikut gerakan ini pada pemilu 1971 berafiliasi dan mendukung GOLKAR).
Aliran sesat yang telah dilarang Jaksa Agung 1971 ini kemudian dibina oleh mendiang Soedjono Hoermardani dan Jenderal Ali Moertopo. LEMKARI dibekukan di seluruh Jawa Timur oleh pihak penguasa di Jawa Timur atas desakan keras MUI (Majelis Ulama Indonesia) Jatim di bawah pimpinan KH. Misbach. LEMKARI diganti nama oleh Jenderal Rudini (Mendagri), 1990/1991, menjadi LDII (Lembaga Dakwah Islamiyah Indonesia).
Penyelewengan utamanya, menganggap al-Qur’an dan as-Sunnah baru sah diamalkan kalau manqul (yang keluar dari mulut imam atau amirnya). Gerakan ini membuat syarat baru tentang sahnya keislaman seseorang. Orang yang tidak masuk golongan mereka dianggap kafir dan najis.
Modus operandi gerakan ini mengajak siapa saja ikut ke pengajian mereka secara rutin. Peserta akan diberikan ajaran tentang shalat dan sebagainya berdasarkan hadits, lalu disuntikkan doktrin-doktrin bahwa hanya Islam model manqul itulah yang sah, benar. Pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan, boleh ditebus dengan uang oleh anggota ini.

Inkar Sunnah
Orang yang tidak mempercayai hadits Nabi saw sebagai landasan Islam, maka dia sesat. Itulah kelompok Inkar Sunnah.
Ada tiga jenis kelompok Inkar Sunnah. Pertama kelompok yang menolak hadits-hadits Rasulullah saw secara keseluruhan. Kedua, kelompok yang menolak hadits-hadits yang tak disebutkan dalam al-Qur’an secara tersurat ataupun tersirat. Ketiga, kelompok yang hanya menerima hadits-hadits mutawatir (diriwayatkan oleh banyak orang setiap jenjang atau periodenya, tak mungkin mereka berdusta) dan menolak hadits-hadits ahad (tidak mencapai derajat mutawatir) walaupun shahih. Mereka beralasan dengan ayat, “…sesungguhnya persangkaan itu tidak berguna sedikitpun terhadap kebenaran” (Qs An-Najm: 28). Mereka berhujjah dengan ayat itu, tentu saja menurut penafsiran model mereka sendiri.
Inkar Sunnah di Indonesia muncul tahun 1980-an ditokohi Irham Sutarto. Kelompok Inkar Sunnah di Indonesia ini difatwakan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) sebagai aliran yang sesat lagi menyesatkan, kemudian dilarang secara resmi dengan Surat Keputusan Jaksa Agung No. Kep-169/ J.A./ 1983 tertanggal 30 September 1983 yang berisi larangan terhadap aliran inkarsunnah di seluruh wilayah Republik Indonesia.
Ahmadiyah
Orang yang mengakui adanya nabi lagi sesudah Nabi Muhammad saw maka mereka sesat.
Itulah kelompok Ahmadiyah yang mempercayai Mirza Ghulam Ahmad dari India sebagai nabi setelah Nabi Muhammad saw.Gerakan Ahmadiyah didirikan oleh Mirza Ghulam Ahmad di India. Mirza lahir 15 Februari 1835 M. dan meninggal 26 Mei 1906 M di India. Ahmadiyah masuk ke Indonesia tahun 1935, tapi mereka mengklaim diri telah masuk ke negeri ini sejak tahun 1925. Tahun 2000, mendiang khalifah Ahmadiyah dari London, Tahir Ahmad, bertemu dengan Presiden Abdurahman Wahid. Kini Ahmadiyah mempunyai sekitar 200 cabang, terutama Jakarta, Jawa Barat, Jawa Tengah, Sumatera Barat, Palembang, Bengkulu, Bali, NTB dan lain-lain. Basis-basis Ahmadiyah di Kuningan, Jawa Barat dan Lombok telah dihancurkan massa (2002/2003) karena mereka sesumbar dan mengembangkan kesesatannya. Tipuan Ahmadiyah Qadyan, mereka mengaku bahwa Mirza Ghulam Ahmad itu nabi namun tidak membawa syariat baru. Tipuan mereka itu dusta, karena mereka sendiri mengharamkan wanitanya nikah dengan selain orang Ahmadiyah. Sedangkan Nabi Muhammad saw tidak pernah mensyariatkan seperti itu, jadi itu syari’at baru mereka. Sedangkan Ahmadiyah Lahore yang di Indonesia berpusat di Jogjakarta mengatakan, Mirza Ghulam Ahmad itu bukan nabi tetapi Mujaddid. Tipuan mereka ini dusta pula, karena mereka telah mengangkat pembohong besar yang mengaku mendapatkan wahyu dari Allah, dianggap sebagai mujaddid.
Salamullah
Agama Salamullah adalah agama baru yang menghimpun semua agama, didirikan oleh Lia Aminuddin, di Jakarta. Dia mengaku sebagai Imam Mahdi yang mempercayai reinkarnasi. Lia mengaku sebagai jelmaan roh Maryam, sedang anaknya, Ahmad Mukti yang kini hilang, mengaku sebagai jelmaan roh Nabi Isa as.
Dan imam besar agama Salamullah ini Abdul Rahman, seorang mahasiswa alumni UIN Jakarta, yang dipercaya sebagai jelmaan roh Nabi Muhammad saw.Ajaran Lia Aminuddin yang profesi awalnya perangkai bunga kering ini difatwakan MUI pada 22 Desember 1997 sebagai ajaran yang sesat dan menyesatkan. Pada tahun 2003, Lia Aminuddin mengaku mendapat wahyu berupa pernikahannya dengan pendampingnya yang dia sebut Jibril. Karena itu, Lia Aminuddin diubah namanya menjadi Lia Eden sebagai lambang surga, menurut kitabnya yang berjudul Ruhul Kudus.
Pengikutnya makin menyusut, kini tinggal 70-an orang, maka ada “wahyu-wahyu” yang menghibur atas larinya orang dari Lia.
Isa Bugis
Orang yang memaknakan al-Qur’an semaunya, tidak sesuai dengan petunjuk Rasulullah saw, maka mereka sesat. Itulah kelompok Isa Bugis. Contohnya, mereka memaknakan al-fiil yang artinya gajah menjadi meriam atau tank baja. Alasannya di Yaman saat zaman Nabi tidak ada rumput maka tak mungkin ada gajah. Kelompok ini tidak percaya mukjizat, dan menganggap mukjizat tak ubahnya seperti dongeng lampu Aladin. Nabi Ibrahim menyembelih Ismail itu dianggapnya dongeng belaka. Kelompok ini mengatakan, tafsir al-Qur’an yang ada sekarang harus dimuseumkan, karena salah semua. Al-Qur’an bukan Bahasa Arab, maka untuk memahami al-Qur’an tak perlu belajar Bahasa Arab. Lembaga Pembaru Isa Bugis adalah Nur, sedang yang lain adalah zhulumat, maka sesat dan kafir. Itulah ajaran sesat Isa Bugis.
Tahun 1980-an mereka bersarang di salah satu perguruan tinggi di Rawamangun, Jakarta. Sampai kini masih ada bekas-bekasnya, dan penulis pernah berbantah dengan kelompok ini pada tahun 2002. Tampaknya, mereka masih dalam pendiriannya, walau tak mengaku berpaham Isa Bugis.
Baha’i
Kelompok ini adalah kelompok yang menggabung-gabungkan Islam dengan Yahudi, Nasrani dan lainnya.
Itulah kelompok Baha’i. Menghilangkan setiap ikatan agama Islam, menganggap syariat Islam telah kadaluarsa. Persamaan antara manusia meskipun berlainan jenis, warna kulit dan agama. Inilah inti ajaran Baha’i. Menolak ketentuan-ketentuan Islam. Menolak Poligami kecuali dengan alasan dan tidak boleh dari dua istri.
Mereka melarang talaq dan menghapus ‘iddah (masa tunggu). Janda boleh langsung kawin lagi, tanpa ‘iddah. Ka’bah bukanlah kiblat yang mereka akui.
Kiblat mereka adalah dimana Tuhan menyatu dalam diri Bahaullah (pemimpin mereka).
Agama Baha’i adalah induk dari aliran Islam Liberal (JIL) yang mempromosikan Pluralisme. Gambar diatas diambil dari situs
Lembaga Kerasulan
Kelompok ini mengibaratkan Rasul bagai menteri, sedang kerasulan adalah sebuah departemen. Lalu Rasul boleh wafat sebagaimana menteri boleh mati, namun kerasulan atau departemen tetap ada. Diangkatlah rasul baru sebagaimana diangkat pula menteri baru. Karena Nabi Muhammad saw adalah rasul terakhir. Yang berpaham Rasul tetap diangkat sampai hari kiyamat itulah kelompok Lembaga Kerasulan.
Masih banyak sebenarnya lembaga dan gerakan aliran sesat yang berkembang di Indonesia. Ada yang bergerak secara kelompok, tapi ada pula yang bersifat pemikiran individu, seperti Harun Nasution dan Ahmad Wahib. Kedua tokoh ini nyaris sama. Harun Nasution mengatakan bahwa semua agama pada dasarnya adalah sama. Sedangkan Ahmad Wahib yang pernah menerbitkan buku Pergolakan Pemikiran Islam pernah membuat statemen yang mengagetkan dalam bukunya, “Seandainya Muhammad tidak ada, wahyu dari Allah (al-Qur’an) dengan tegas aku berkata bahwa Karl Marx dan Frederick Engels lebih hebat dari utusan Tuhan itu. Otak kedua orang itu yang luar biasa dan pengabdiannya yang luar biasa akan meyakinkan setiap orang bahwa kedua orang besar itu adalah penghuni surga tingkat pertama berkumpul dengan para Nabi dan Syuhada.”
Begitu banyak tantangan untuk umat Islam. Ada tekanan yang datang dari luar, ada pula pengkhianatan dan kesesatan yang muncul dari dalam. Dengan berpikir jernih dan bersandar pada hukum-hukum Allah, semoga umat ini selalu mendapat lindungan
Bila diteliti, kemunculan aliran-aliran tersebut dapat disebabkan oleh berbagai hal:
  1. Karena mencari hidayah Allah dengan cara yang salah: bertapa dan merenung.
    Islam tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui shaum, tahajjud dan dzikir. Justru ketika bertapa atau merenung, syaitan akan lebih mudah masuk, sampai-sampai ada orang yang mengaku menjadi nabi.
  2. Karena ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan, dianggap suci.
    Jebakan syaitan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika doa sering dikabulkan, makin banyak orang yang datang untuk meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari penyakit maupun untuk hal-hal yang lain. Pak Miftah sendiri pernah dimarahi oleh ayahnya karena beberapa kali mendoakan orang agar sembuh dari penyakitnya (dan ternyata benar-benar sembuh) dan kebetulan hal tersebut terekspos oleh wartawan. Alasan ayahnya marah adalah karena hal tersebut dapat menjadikan ulama beralih profesi menjadi dukun, dapat memudahkan iblis menggoda ulama untuk lebih mementingkan perdukunannya daripada fungsi utamanya, dan lebih parah lagi dapat membuat ulama dikultuskan, hal yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
  3. Ujung-ujungnya duit, atau hal porno.
    Ada pula aliran sesat yang tujuannya mengumpulkan harta, salah satunya LDII. Mereka punya baiat setelah syahadat, harus patuh kepada imam jauh di atas kepatuhan terhadap orang tua dan kepada suami (bagi wanita). Bentuk kepatuhan tersebut juga dapat berupa pengalihan nama surat-surat tanah menjadi milik imam atau guru, sehingga si imam menjadi orang yang sangat kaya dengan kekayaan yang berasal dari muridnya. Ada pula aliran di Jawa Barat yang cara ibadahnya ialah di dalam kegelapan, cenderung kepada perdukunan. Setelah diteliti, ternyata mereka beribadah tanpa busana, sungguh hal yang sangat jauh dari petunjuk Allah Swt, naudzu billah min dzalik. Ujung-ujungnya tentu agar si imam dapat memilih wanita sesuka nafsunya, sangat jauh dari ajaran Islam.
  4. Penyebaran da’wah belum merata.
    • Bila ada yang mengaku sebagai nabi, pastilah ia berbohong, karena Rasulullah Muhammad Saw adalah rasul terakhir.
      â€Å“Rasulullah keluar menuju perang Tabuk, dan beliau mewakilkan Ali (untuk tinggal di kota Madinah), maka Ali pun berkata, â€Å“Apakah engkau tinggalkan aku dengan para wanita dan anak-anak?” Rasulullah bersabda, â€Å“Apakah engkau tidak rela apabila kedudukanmu di sisiku sebagaimana kedudukan Harun di sisi Musa, namun tidak ada nabi setelahku.”(HR. Bukhari)
    • Bila ada yang mengingkari Al-Qur’an, mengingkari sunnah atau menambahkan sumber hukum sendiri selain Al-Qur’an, As-Sunnah, dan Ijtima’ para ulama maka dapat dipastikan kesesatannya.
5.      Description: https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEi1ZicAdxqfUfHr553S-VGrDiPUDJDIYTAmfeTs4GXQAkB6_o2E7lJo7XbOT7jiUEyF5DWnRnngznwmghrZHu8cGKD_AIXHQUIK9gcJLJVRHp9juBftqr5iG_glPzm_R2_hcTelXuof6PI/s1600/ghulam.jpg
6.       
7.      Akhir-akhir ini, aliran-aliran sesat yang menyimpang dari ajaran Islam dan akidah Ahli Sunnah wal Jamaah kerap bermunculan. Berbagai madzhab dan aliran impor dari luar negeri cepat masuk ke Indonesia seiring dengan derasnya arus informasi dan kemudahan mengakses hal itu melalui internet, buku, organisasi, dan sebagainya. Selain itu, aliran-aliran sesat bersifat lokal seperti aliran kepercayaan, kembali hidup lagi seiring terbukanya alam demokrasi.
8.      Apa penyebab kemunculan aliran-aliran sesat yang meresahkan umat Islam. Beberapa penyebab munculnya aliran sesat, antara lain:
9.      1. Karena mencari hidayah Allah dengan cara yang salah: bertapa dan merenung
10.  Islam tidak mengenal bertapa. Ibadah yang dianjurkan untuk mendekatkan diri kepada Allah dapat melalui shaum, tahajjud dan dzikir. Justru ketika bertapa atau merenung, setan akan lebih mudah masuk, sampai-sampai ada orang yang mengaku menjadi nabi.
11.  2. Karena ada orang yang dipuji secara berlebihan, dikultuskan, dianggap suci
12.  Jebakan setan ini bahkan dapat menimpa para ulama. Ketika doa sering dikabulkan, makin banyak orang yang datang untuk meminta pertolongan, baik untuk disembuhkan dari penyakit maupun untuk hal-hal yang lain. Kepercayaan berlebih yang cenderung fanatik dari sekelompok pengikut dapat menjadikan seorang ulama/ustadz beralih profesi menjadi dukun atau paranormal. Realita ini memudahkan iblis menggodanya untuk lebih mementingkan perdukunannya daripada fungsi utamanya, dan lebih parah lagi dapat membuat ulama atau pemimpin sebuah kelompok dikultuskan, hal yang sangat bertentangan dengan ajaran Islam.
13.  Suatu aliran biasanya memiliki seorang pemimpin yang dianggap panutan sejati yang menjadi magnet bagi orang baru untuk tertarik masuk kedalam komunitas tersebut. Dalam psikologi, sang pemimpin baru ini biasanya menampilkan gejala psikiatrik berupa waham kebesaran, padahal sebenarnya ia tengah mengalami disintegrasi kepribadian saat menjadikan dirinya sebagai pemimpin keagamaan. Bagi pengikutnya, pemimpin tersebut diyakini memiliki kharisma sangat tinggi, mampu menyelesaikan berbagai persoalan, mampu membaca situasi seperti paranormal atau lain sebagainya. Waham ini ibarat fenomena salju yang makin hari makin membesar. Pada kasus aliran sesat keagamaan, kebetulan waham kebesaran agama diikuti dengan turunnya wahyu, suara-suara malaikat, atau klaim si pemimpin yang mengaku telah diberi kekuatan untuk menolong orang lain, atau lain sebagainya. Pemimpin aliran sesat, oleh lingkungannya tidak dianggap sebagai “orang sakit”, tetapi justru sebagai orang sakti mandraguna dan dipuja. Biasanya, banyak dari mereka cenderung mengisolasi diri dari lingkungan, dan hidup secara eksklusif dengan kelompoknya Dan keyakinan inilah yang kian hari kian menguat dan diminati pengikutnya.
14.  3. Ujung-ujungnya duit, atau hal porno
15.  Ada pula aliran sesat yang tujuannya mengumpulkan harta. Mereka punya baiat setelah syahadat, harus patuh kepada imam jauh di atas kepatuhan terhadap orang tua dan kepada suami (bagi wanita). Bentuk kepatuhan tersebut juga dapat berupa pengalihan nama surat-surat tanah menjadi milik imam atau guru, sehingga si imam menjadi orang yang sangat kaya dengan kekayaan yang berasal dari muridnya. Ada pula aliran yang cara ibadahnya berada di dalam kegelapan, cenderung kepada perdukunan. Setelah diteliti, ternyata mereka beribadah tanpa busana, sungguh hal yang sangat jauh dari petunjuk Allah SWT. Ujung-ujungnya tentu agar si imam dapat memilih wanita sesuka nafsunya, sangat jauh dari ajaran Islam.
16.  4. Kurangnya perhatian tokoh agama terhadap umatnya
17.  Ketika orang-orang yang dianggap sebagai panutan umat terkesan hanya sibuk mengurusi kepentingan diri sendiri, golongan maupun menceburkan diri kedalam ranah politik, maka wajar bila sebagian dari umat yang tergolong awam mencari pegangan lain. Kalangan awam ini, pada prinsipnya, tidak mempersoalkan apakah ajaran baru yang mereka peroleh menyimpang dari norma-norma akidah. Yang mereka butuhkan adalah untaian kalimat sejuk dan perhatian dari orang yang dianggap sebagai panutan.
18.  5. Grand design pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia
19.  Aliran-aliran sesat itu bisa jadi muncul sebagai grand design (proyek besar) pihak asing untuk menghancurkan akidah umat Islam Indonesia. Jika data statistik yang dijadikan patokan, maka Indonesia adalah negara berpenduduk mayoritas muslim terbesar di dunia. Ada semacam kekhawatiran bahwa peradaban Islam diprediksikan akan kembali berjaya seperti di masa Dinasti Abbasiyyah (750 M–1258 M). Kiblatnya tidak lagi di kawasan Timur Tengah, tetapi Benua Asia dengan Indonesia sebagai titik sentralnya. Tentu saja banyak pihak yang sekarang merasa paling bergengsi peradabannya (the most civilized nations) resah jika Islam di Indonesia suatu saat menggeser kejayaan mereka.
20.  6.Popularitas Pribadi dan Faktor Ekonomi
21.  Boleh jadi para penggagas aliran sesat ini muncul hanya untuk mencari popularitas dan keuntungan pribadi. Sejak era reformasi bergulir dan rezim Suharto jatuh, tidak sedikit orang yang hendak mengail di air keruh. Saat siapa pun bebas berbicara, terbuka pula peluang untuk mempopulerkan diri sendiri (self–declared popularity).
22.  Nafsu semacam ini tidaklah aneh. Memunculkan aliran baru dalam beragama menjadi pilihan yang dipandang strategis untuk sebuah popularitas. Tak hanya itu, dengan bujuk rayu dan kadang disertai ancaman dosa jika tidak mematuhi, maka kalangan awam yang menjadi pengikut aliran baru itu pun rela mengeluarkan sejumlah uang untuk diberikan kepada penyebar ajaran baru, meski mereka sebenarnya diarahkan ke jalan yang sesat.
23.  7. Masalah Kesulitan Ekonomi
24.  Ali bin Abu Thalib menegaskan, “Kefakiran dekat sekali dengan kekufuran”. Pernyataan Ali tersebut tampak jelas bahwa faktor ekonomi dapat mengubah keyakinan seseorang untuk mengikuti orang lain, teman atau orang yang dipandangnya dapat mengangkat dan memberi kesejahteraan ekonomi.
25.  Tatkala ia mengalami kesulitan ekonomi, bujuk rayu pihak-pihak tertentu yang menawarkan ajaran baru dengan jaminan makan-minum ditanggung oleh ketua kelompok atau pengaku rasul menjadi alternatif pilihan yang menurutnya perlu dicoba. Akhirnya, setelah ia merasa lebih makmur, hidup saling tolong-menolong antar penganut ajaran sesat, lalu ia akan mengajak keluarga dan semua kerabatnya untuk bergabung. Dari sinilah, ajaran sesat itu terus menjalar.
26.  8. Penyebaran dakwah belum merata
27.  Bisa jadi, faktor munculnya aliran sesat juga akibat penyebaran dakwah yang tidak merata. Banyak umat Islam yang hidup di pedalaman atau perkampungan yang belum terjamah oleh dakwah islamiyah.
28.  Buktinya, dengan mudah mereka bisa menerima adanya nabi lain setelah Nabi Muhammad SAW, adanya kitab lain selain al-Qur'an yang bisa menjadi pedoman, adanya informasi bahwa pimpinan mereka ditemui malaikat Jibril, dan sebagainya.
29.  Keyakinan ini menjadi tolak ukur betapa rendahnya daya serap beberapa kelompok muslim terhadap ajaran dakwah. Prinsip dasar rukun iman dan rukun Islam justru belum diketahui oleh sebagian umat. Padahal, dengan mengetahui prinsip-prinsip itu, akan banyak aliran sesat yang terbantahkan dan umat –secara pribadi– memiliki ketahanan dan kekuatan untuk menolaknya.
30.  9. Pendidikan dan Arus Informasi
31.  Bagaimana pun juga, faktor pendidikan yang bebas dan derasnya arus informasi dapat memicu seseorang mengikuti ajaran sesat. Tatkala model pendidikan modern kurang memberikan kontrol yang maksimal terhadap peserta didik, bahkan kontrol itu sendiri dianggap sebagai pengekangan, maka di sanalah ada ruang bagi peserta didik, terutama yang pemerolehan dasar-dasar agamanya kurang mendalam, dapat salah tafsir dalam membaca buku-buku terjemahan dan literatur yang ia pelajari.
32.  Gaung kebebasan berijtihad yang ia dengar dari dosen/guru atau rekan-rekannya telah mendorongnya berani mengambil kesimpulan, sekalipun bertentangan dengan pendapat para ulama. Informasi tanpa batas dari internet, media massa, dan forum-forum diskusi dapat menjadi ajang pertukaran pikiran sesat, nakal, dan menyimpang.
33.  Dari sini, maka pengelola pendidikan seperti: pesantren, sekolah, perguruan tinggi, ormas, yayasan, dan lainnya tak terkecuali pemerintah patut mengkaji ulang sistem pendidikan yang diterapkan.
34.  Wallahu A'lam