(Suatu Renungan pada Peringatan Hari
Kebangkitan Nasional)
Oleh :
Saeful Malik, S.Ag, MBA*)
Menjadi
kebiasaan tiap tanggal 20 Mei bangsa Indonesia memperingati hari Kebangkitan
Nasional. Tanggal 20 Mei dianggap sebagai tanggal keramat atas kebangkitan nasionalisme
bangsa Indonesia. Karena pada tanggal 20 Mei 1908 didirikan Boedi Oetomo yang
dianggap sebagai suatu organisasi yang menjadi pelopor munculnya rasa
persatuan, kesatuan dan nasionalisme bangsa Indonesia. Walaupun pada
perjalanannya banyak orang yang mempertanyakan terhadap keabsahan dari Hari
kebangkitan nasional ini. Karena ternyata banyak fakta sejarah yang mengatakan
bahwa kelahiran Boedi Oetomo tidak mewakili terhadap nasionalisme dan cenderung
Jawa-Madura sentris, di samping terlalu mengenyampingkan agama Islam. Sehingga
sebenarnya yang lebih layak dijadikan titik kebangkitan Nasional adalah tanggal
dididirikannya Syarikat Dagang Islam pada tanggal 16 Oktober 1905 seperti yang
diungkap KH. Firdaus AN dalam bukunya
“Syarikat Islam Bukan Budi Utomo : Meluruskan sejarah pergerakan bangsa”.
Penulis sendiri dengan penuh kesadaran
akan minimnya ilmu sejarah, akan melepaskan diri dari kontroversi tersebut.
Biarlah para ahli sejarah yang mengungkap fakta lahirnya kebangkitan Nasional
yang sebenarnya. Penulis hanya ingin melihat terhadap spirit yang terkandung
pada makna “Hari Kebangkitan”. Menurut
hemat penulis, memperingati dan memaknai
Hari Kebangkitan tidaklah harus bergantung pada tanggal 20 Mei atau 16
Oktober, akan tetapi tiap hari bahkan tiap hembusan nafas kita harus bisa
mengingatkan kita pada “Hari Kebangkitan”. Karena sebagai seorang muslim
meyakini akan ada suatu hari yang pasti akan dialami semua manusia yang menjadi
awal penentuan kehidupan yang abadi.
Hari yang tidak hanya bersifat nasional, duniawi, akan tetapi lebih bersifat universal dan
ukhrowi. Ya, hari itu adalah “Hari Kebangkitan” kita dari kematian kita setelah
dihancurkannya dunia, yang dalam bahasa Arab dikenal dengan “Yaumul Ba’ts”.
Sebagai seorang mukmin tentunya kita
sangat meyakini akan adanya Hari Kebangkitan (Yaumul Ba’ts) tersebut,
karena hari itu merupakan rangkaian dari Yaumul Akhir (Hari Kiamat),
yang mana Iman kepada Hari akhir adalah bagian dari Rukun Iman yang enam. Seperti
Firman Allah SWT, “Dan Berkata orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan dan keimanan
(kepada orang-orang yang kafir): "Sesungguhnya kalian Telah berdiam (dalam
kubur) menurut ketetapan Alloh, sampai hari berbangkit; Maka inilah hari
berbangkit itu". (QS. Ar Ruum [30]: 56) diperkuat
dengan firman-Nya, “Orang-orang yang kafir mengatakan bahwa mereka sekali-sekali tidak akan
dibangkitkan. Katakanlah: Tidak demikian, demi Tuhanku, benar-benar kamu akan
dibangkitkan , kemudian akan diberitakan kepadamu apa yang telah kamu kerjakan.
Yang demikian itu adalah mudah bagi Allah.” (QS. At-Taghabun
[64]:7).
Lalu mengapa kita harus meyakini akan
datangnya hari kiamat dan “Hari Kebangkitan” ? Pertama, karena yakin dan
beriman terhadap hari kiamat adalah kewajiban setiap orang yang mengakui
dirinya mukmin –termasuk rukun iman yang enam--, lepas keyakinan terhadap hari
kiamat dapat membatalkan keimanan seseorang.
Kedua, jika kita meyakini hari kiamat berarti kita akan yakin
pula terhadap adanya kehidupan yang
abadi setelah kehidupan dunia yaitu kehidupan akhirat. Sehingga kita akan selalu mawas diri dan
berhati-hati dalam menjalankan kehidupan di dunia. Bukankah “Addunya
Mazro’atul Akhirah” dunia adalah sawah ladangnya akhirat ? artinya setiap
apa yang kita lakukan di dunia tentunya menjadi buah yang akan kita petik di
akhirat. Jika kita menanam buah yang baik tentu akan kita petik buah yang baik
pula, tetapi sebaliknya jika kita tanam buah yang buruk maka akan kita petik
pula buah yang buruk.
Ketiga, dengan meyakini yaumil ba’ts maka kita
akan selalu memiliki orientasi dan motivasi
dalam menjalankan kehidupan kita ini. Kita sering mendengar ungkapan yang
sangat Masyhur, “I’mal lidunyaka kaannaka ta’iisyu abadan, wa’mal li
akhirotika ka’annaka tamuutu ghodan”, beramallah untuk duniamu seakan-akan
engkau akan hidup selamanya, dan beramallah untuk akhiratmu seakan-akan engkau
akan mati esok. Artinya bahwa Islam
menekankan keseimbangan kehidupan antara dunia dan akhirat yaitu dengan
menekankan agar kita selalu khusyu’ dan sungguh-sungguh dalam setiap
peribadahan kita karena khawatir
kematian segera menjemput kita dan kita selalu semangat dalam meraih
kebahagiaan kita didunia dengan selalu mengedepankan sikap sabar dan tidak
terburu-buru dan tidak serakah dalam memperoleh harta dan materi duniawi karena seakan-akan hidup kita
masih lama dan masih akan selalu ada kesempatan. Penulis yakin jika bangsa
Indonesia mampu demikian maka Indonesia tidak akan masuk kepada negara dengan
kategori terkorup, karena semua orang akan selalu waspada tidak akan
berlomba-lomba memperkaya diri dengan jalan-jalan terlarang, tidak akan ada
yang korupsi, tidak akan ada kolusi dan nepotisme, karena takut akibatnya nanti
di akhirat.
Keempat, ketika semua orang dapat merefleksikan
keimanan terhadap hari akhir, maka akan terwujudlah kehidupan yang harmonis,
kehidupan yang indah yang mengedepankan norma-norma kemanusiaan, mengedepankan al-akhlakul
karimah. Rasulullah SAW pernah bersabda, “Barang siapa
yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka hendaklah ia berkata baik atau
diam. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh dan hari akhirat, maka
hendaklah ia memuliakan tetangganya. Dan barang siapa yang beriman kepada Alloh
dan hari akhirat hendaklah ia memuliakan tamunya. Barangsiapa yang beriman kepada Allah
dan hari akhir, hendaklah ia menyambung silaturahmi.” (H.R. Bukhori dan Muslim). Di
samping itu pula Rasulullah SAW, memerintahkan kepada kita selaku mukmin yang
percaya kepada hari akhir untuk menciptakan keharmonisan kehidupan dalam hal
muamalah, yaitu dengan sinkronisasi antara orang kaya dan orang miskin. Abu
Dzar r.a. berkata; “Kekasihku (Rasulullah SAW) berwasiat kepadaku dengan tujuh
hal: (1) supaya aku mencintai orang-orang miskin dan dekat dengan mereka, (2)
beliau memerintahku agar aku melihat orang-orang yang di bawahku dan tidak
melihat orang yang berada di atasku, (3) beliau memerintahkan agar aku
menyambung silaturahim dengan karib kerabat meski mereka berlaku kasar
kepadaku, (4) aku diperintahkan agar memperbanyak ucapan La haula walaa quwwata
illa billah, (5) aku diperintahkan untuk mengatakan kebenaran meskipun pahit,
(6) beliau berwasiat agar aku tidak takut celaan orang yang mencela dalam
berdakwah kepada Allah, (7) belaiu melarang aku agar aku tidak meminta-minta
sesuatu kepada manusia.” (H.R. Ahmad).
Hadits-hadits tersebut hanya sebagian kecil dari banyak
hadits yang menerangkan keutamaan akan keimanan terhadap hari akhir, akan
tetapi maknanya dapat merefleksikan suatu keindahan dan keharmonisan kehidupan
jika kita mampu berlaku seperti itu dan kita terapkan pada tatanan kehidupan
yang lebih luas.
Kelima, meyakini akan hari kebangkitan akan mencegah perbuatan
mungkar. Seperti kita ketahui bersama, bahwa banyak kejahatan, pencurian,
perampokan dan lain sebagainya akibat orang tidak sabar akan kemiskinan yang
menimpanya dan atau keserakahan nafsu dan kekurang berimanan kepada yaumil
akhir. Sebab jika orang meyakini akan adanya kehidupan setelah mati, maka ia
akan selalu menjaga kesabarannya sambil terus mempertahankan motivasi dan
semangatnya untu berusaha. Orang shaleh akan berkata, “daripada saya mencuri
dan berbuat jahat, lebih baik saya berusaha semampu saya. Biarlah kemiskinan
ini menjadi penebus kebahagiaan nanti di akhirat.” Bukankah Rasulullah SAW
pernah bersabda, “Wahai orang-orang yang miskin, aku akan memberikan kabar
gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin yang miskin akan masuk surga lebih
dahulu dari pada orang mukmin yang kaya, dengan tenggang waktu setengah hari,
itu sama dengan lima ratus tahun" juga do’a Rasulullah SAW, "Ya Allah,
hidupkanlah aku dalam keadaan miskin, matikanlah dalam keadaan miskin dan
kumpulkanlah dengan orang-orang miskin". (H.R. Ibnu Majjah).
Intinya, penulis hanya ingin mengajak
untuk memaknai Hari Kebangkitan Nasional tahun ini dengan memperingati “Hari
Kebangkitan” yang hakiki yang pasti akan kita alami. Sebab seperti terurai
diatas jika kita mampu merefleksikan keyakinan kita akan “Hari Kebangkitan”
maka kita akan mendapatkan kebahagiaan kehidupan, baik kehidupan dunia maupun
kehidupan akhirat. Bukankah setiap waktu kita senantiasa memohon, “Ya
Robbana, Ya Tuhan kami, berilah kami kebaikan kehidupan di dunia dan kebaikan
di akhirat, dan jagalah kami dari siksa api neraka.” Amien Ya Robbal ‘Alamien.
*) Penulis adalah Penyuluh Agama Islam Kantor
Kementerian Agama Kab. Cirebon