Laman

Jumat, 19 Oktober 2018

Umar bin Khattab Ditakuti Setan, Jin dan Manusia di Zaman Nabi, Karna 5 Hal


Umar bin Khattab Ditakuti Setan, Jin dan Manusia di Zaman Nabi, Karna 5 Hal

Ya Ahbabal Kirom,
Nama Umar bin Khattab memang bukanlah sosok yang asing bagi umat Islam di seluruh dunia. Dikenal sebagai Singa pada Pasir, sosok garang itu dikenal sangat keras dan ahli memainkan pedang di antara kabilah-kabilah Arab pada saat itu. Terkenal sebagai pemimpin yg adil kpd siapapun, termasuk kpd keluarganya.

Sosok Umar yang juga dikenal sebagai Khalifah terbesar itu sangat ditakuti. Baik dari kalangan manusia maupun jin. Bahkan, Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam bersabda ” Wahai Ibnul al-Khaththab, demi Allah yang jiwaku berada dalam genggaman tangan-Nya, sesungguhnya tidaklah setan menemuimu sedang berjalan di suatu jalan kecuali dia akan mencari jalan lain yang tidak engkau lalui.” Lantas, hal apa saja yang membuat Umar bin Khattab begitu disegani?

Pertama, Keteguhan dalam beribadah.
Saat memutuskan menjadi muallaf (masuk agama Islam), Umar bin Khattab segera merubah total perangainya selama ini. Dirinya menjadi lebih relijius dan tekun beribadah seusai tuntunan yang diberikan Nabi. Saking teguhnya dalam menjalankan syari’at agama, setan pun sampai enggan berpapasan dengan dirinya meski hanya sekedar lewat.
Diriwayatkan dari ‘Aisyah r.a bahwa Rasulullah pernah bersabda, “Sesungguhnya setan lari ketakutan jika bertemu Umar”.

Kedua, Sosok karismatik yang ahli strategi dalam berperang.
Selain tekun beribadah, Umar bin Khattab juga dikenal sebagai prajurit perang yang tangguh, julukan Singa Padang Pasir dan keahliannya bermain pedang, menjadi pembuktiannya saat turun di berbagai medan jihad bersama Nabi.
Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Hatim, Umar Radhiyallahu anhu berkata,“Tatkala perang Badar aku melihat Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam menerjang musuh dengan baju besinya, seraya mengucapkan ayat ini. Ketika itu tahulah aku maksud ayat ini.” Surah yang dimaksud Umar adalah [al-Qamar 54 : 45] yang berbunyi, “Golongan itu pasti akan dikalahkan dan mereka akan mundur ke belakang”.

Ketiga, Sahabat kesayangan Nabi setelah Abu Bakar.
Umar bin Khattab menjadi sahabat Nabi yang Terutama Selama mendakwahkan Islam, Nabi Muhammad sallallahu alaihi wasallam memiliki sepuluh sahabat yang telah dijamin masuk ke dalam surga-Nya.
Ada empat orang yang menjadi sahabat utamanya. Mereka adalah Abu Bakar Ash Shiddiq, Umar bin Khattab, Utsman bin ‘Affan dan ‘Ali bin Abi Thalib radhiallahu’ahum ajma’in.
Makam Umar bin Khattab diletakkan persis di sebelah kuburan Nabi. Sementara Abu Bakr berada di sebelah yang lain. Itulah salah satu keistimewaan seorang Umar bin Khattab di mata manusia.

Keempat, Figur Khilafah yang adil dan bijaksana dalam memerintah.
Umar bin Khattab menjadi Khalifah yang adil pada Saat terpilih menjadi Khilafah menggantikan Abu Bakar, Umar bin Khattab memerintah kota Madinah dengan sangat adil dan bijaksana.
Ia pernah menggalang strategi khusus saat masa paceklik menghampiri rakyatnya. Di antaranya adalah mengalokasikan dana khusus untuk kesejahteraan bayi, fokus terhadap masalah pengobatan dan kesehatan rakyat, perhatian pada urusan sandang pangan. Bahkan, dirinya langsung turun tangan sendiri memikul sekarung gandum untuk memberi makan salah satu rakyatnya yang kelaparan.

Kelima, Tidak rakus dg harta, tahta dan duniawi.
Saat hendak mengambil kunci kota Yerusallem yang berhasil ditaklukkannya, Umar mengajak serta seorang pengawalnya yang bernama Aslam. Keduanya menaiki unta secara bergantian. Yang mengharukan, Umar hanya mengenakan pakaian sederhana tanpa ada embel-embel kemewahan. Bahkan, Uskup Sophronius sebagai pemegang kunci kota pun takjub atas penampilan sang Khalifah yang jauh dari kesan mewah. Hal inilah yang membuat Umar semakin disegani oleh semua raja pada zamannya.

Kamis, 18 Oktober 2018

Ridho Menjadikan Allah sebagai Tuhan



Dari Abu Sa’id Al-Khudriy radhiyallahu 'anhuberkata:"Sesungguhnya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

( مَنْ قَالَ : رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا ، وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا ، وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا ، وَجَبَتْ لَهُ الْجَنَّةُ ( 
“Barangsiapa yang mengucapkan:“ Radhiitu billahi rabba wa bil Islaami diinan wa bimuhammadin rasuulaan (Aku ridha/rela Allah sebagai Tuhanku, Islam sebagai agamaku dan Muhammad sebagai Rasulku)” maka surga baginya.” 
Takhrij Hadits 
Hadits di atas diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf (6/36), 'Abd bin Humaid dalam al-Musnad (hal 308), Abu Dawud dalam Sunan Abi Dawud no. 1529, an-Nasa'i dalam as-Sunan al-Kubra (7/9), Ibnu Hiban dalam Shahih Ibnu Hibban (3/144), al-Hakim dalam al-Mustadrak (1/699) dan beliau berkata:" (Ini) Hadits shahih sanadnya, namun keduanya (al-Bukhari dan Muslim) tidak meriwayatkannya.". Seluruhnya meriwayatkan hadits tersebut dari jalur Zaid bin al-Habbab, telah memberitahukan kepada kami 'Abdurrahman bin Syuraih al-Iskandarani, telah memberitahukan kepadaku Abu Hani al-Khaulani bahwasanya ia mendengar Abu 'Ali al-Janbi bahwasanya ia mendengar Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhumengucapkan hadits di atas. 
Makna Hadits 
Ibnul Qayyim rahimahullah ketika mengomentari hadits ini dan hadits:

ذاق طعم الإيمان من رضي بالله ربا ، وبالإسلام دينا ، وبمحمد رسولا 
"Akan merasakan kelezatan iman, orang yang ridha/rela menjadikan Allah sebagai Rabbnya dan islam sebagai agamanya serta Muhammad sebagai Rasulnya." (HR. Muslim)
Beliau rahimahullah berkata:"Di atas kedua hadits ini, berkisar (berputar) tingkatan agama, dan kepada keduanya ia (tingkatan agama) berhenti, keduanya telah mencakup ridha terhadap rububiyyah dan uluhiyyah-Nya Subhanahu wa Ta'ala, ridha terhadap Rasul-Nya dan tunduk patuh kepada-Nya, dan ridha terhadap agama-Nya dan pasrah kepada-Nya. Dan barangsiapa yang terkumpul pada dirinya empat hal ini, maka ia benar-benar orang yang shiddiiq. Ia mudah diklaim dan diucapkan oleh lisan, namun ia pada kenyataannya adalah perkara dan ujian yang paling susah, lebih-lebih jika datang sesuatu yang menyelisihi hawa nafsu dan keinginannya." 
Ridha terhadap Uluhiyyah-Nya Subhanahu wa Ta'alamengandung keridhaan dengan cara mencintai-Nya semata, takut, berharap, patuh, dan tunduk hanya kepada-Nya. Dan hal itu mengharuskan untuk beribadah hanya kepada-Nya dan ikhlash di dalamnya. 
Ridha terhadap Rububiyyah-Nya mencakup ridha terhadap pengaturan-Nya terhadap hamba-Nya, pengesaan-Nya dalam bertawakkal hanya kepada-Nya, dalam meminta pertolongan, merasa yakin dan hanya bersandar kepada-Nya dan hendaknya ia ridha dengan segala sesuatu yang Allah perbuat kepada-Nya." (Madarijus Salikin) 
Maka yang pertama adalah mencakup keridhaan seorang hamba terhadap apa yang diperintahkan kepadanya, dan yang keduan ridha terhadap apa yang ditakdirkan untuknya 
Adapun ridha menjadikan Nabinya (Muhammad) sebagai seorang Rasul, maka ia mencakup kesempurnaan ketundukkan kepadanya, dan kepasrahan mutlak untuknya, yang mana beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjadi manusia yang paling didahulukan dibandingkan dirinya sendiri, sehingga ia tidak mengambil petunjuk kecuali dari sabda-sabda beliau, tidak berhukum kecuali kepada beliau, tidak menghukuminya (petunjuk beliau) dengan selainnya, dan tidak ridha sedikitpun dengan hukum selain hukum beliau shallallahu 'alaihi wasallam, tidak pada masalah nama-nama Allah, sifat-sifat-Nya dan perbuatan-Nya, tidak pada hakekat keimanan dan tingkatan-tingkatannya, dan tidak pula pada hukum-hukum yang tampak dan yang tersembunyi. 
Sedangkan ridha menjadikan Islam sebagai agamanya adalah jika Allah berfirman, atau menghukumi, atau memerintahkan, atau melarang, ia akan ridha sepenuh keridhaan, tidak tersisa sedikitpun sempit (keberatan) terhadap hukumnya, menerimanya dengan sebenar-benar penerimaan, sekalipun bertentangan dengan keinginan jiwanya atau hawa nafsunya atau bertentangan dengan perkataan orang yang dijadikan panutan olehnya, gurunya dan kelompoknya.(Dinukil dari Madarijus Saalikin) 
Sabda beliau shallallahu 'alaihi wasallam (رضيت بالله ربا) (aku ridha/rela Allah sebagai Rabb), maksudnya adalah aku rela dengan-Nya, aku mencukupkan diri dengan-Nya, dan aku tidak mencari selain-Nya. Dan sabda beliau (وبالإسلام دينًا) (dan (aku ridha) Islam sebagai agamaku), maksudnya adalah aku ridha dengan menjadikan Islam sebagai agamaku, dalam artian aku tidak akan berjalan di atas jalan selain Islam, dan aku tidak akan menempuh kecuali apa-apa yang sesuai dengan syari'at Muhammad shallallahu 'alaihi wasallam. Dan sabda beliau(وبمحمد رسولا) (dan ridha dengan Muhammad sebagai Rasul), maksudnya aku ridha dengan Muhammad menjadi Rasul, dalam artian aku beriman dengan status beliau sebagai seorang yang diutus kepadaku, dan kepada seluruh kaum Muslimin. (Syarh Sunan Abu Dawud 5/439) 
Buah Dari Mengucapkan Dzikir Ini 
Adapun buah dari Ridha terhadap tiga hal di atas, adalah sebagai berikut: 
1. Akan mendapatkan manisnya iman, sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"ذاق طعم الإيمان من رضي بالله رباً وبالإسلام ديناً وبمحمد صلى الله عليه وسلم رسولاً". 
"Akan merasakan kelezatan iman orang yang ridha menjadikan Allah sebagai Tuhannya, Islam sebagai agamanya dan Muhammad sebagai Rasulnya." 
Dan barangsiapa yang mendapatkan rasa manis tersebut, niscaya rintangan-rintangan dan masalah-masalah duniawi tidak akan menyulitkan dan menyusahkan hidupnya. 
2. Diampuni dosa seseorang yang rutin membacanya setelah mendengar adzan, sebagaimana hadits dalam Shahih Muslim, dari Shahabat Sa'ad bin Abi Waqqash radhiyallahu 'anhu, bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"من قال حين يسمع المؤذن: أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له، وأن محمدا عبده ورسوله. رضيت بالله ربا وبمحمد رسولا وبالإسلام دينا، غفر له ذنبه" 
"Barangsiapa yang ketika mendengar adzan membaca do'a berikut ini, maka ia akan diampuni dosanya:

أَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ وَأَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ رَضِيتُ بِاللَّهِ رَبًّا وَبِمُحَمَّدٍ رَسُولًا
وَبِالْإِسْلَامِ دِينًا 
3. Menjadikan orang yang mengucapkannya masuk ke dalam Surga, sebagaimana hadits yang diriwayatkan dalam hadits Abu Sa'id al-Khudri radhiyallahu 'anhu di atas. 
4. Mendapatkan keridhaan dari Allah Subhanahu wa Ta'ala pada hari Kiamat, sebagaimana hadits dari Tsauban radhiyallahu 'anhu, pembantu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bahwasanya Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:

"من قال حين يمسي: رضيت بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً، كان حقا على الله أن يرضيه" 
"Barangsiapa yang ketika memasuki sore hari mengucapkan: رضيت بالله رباً، وبالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً maka ia berhak untuk diridhai oleh Allah." 
Hadits ini telah dihasankan oleh sejumlah ulama, dan Syaikh al-Albani rahimahullah menyatkannya dha'if (lemah)sebagaimana dalam Silsilah al-Ahadits adh-Dha'ifah (11/33 no 5020), dan beliau rahimahullahmengkritisi para ulama yang menyatakan bahwa hadits tersebut hasan, namun hadits yang seperti ini adalah di antara hadits yang diamalkan/dipakai dalam masalah Fadha'il A'mal. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala Mahamemiliki karunia yang agung. 
Hadits ini sekalipun dha'if(lemah) menurut sebagian ulama, namun maknanya shahih, karena orang yang telah diampuni dosanya dan dimasukkan ke dalam Surga tentu saja ia telah mendapatkan keridhaan dari Allah. Dan Allah Subhanahu wa Ta'ala telah mengabarkan banyak ayat bahwa Dia Subhanahu wa Ta'ala telah ridha terhadap mereka dan mereka pun ridha terhadap-Nya. 
5. Akan termasuk orang yang mendapatkan kemuliaan di hari Kiamat, karena ia dijamin dan akan dituntun oleh Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallamhingga masuk ke dalam Surga. Sebagaimana sabda Nabi shallallahu 'alaihi wasallam:

"من قال إذا أصبح: رضيت بالله رباً، و بالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً، فأنا الزعيم لآخذنَّ بيده حتى أدخله الجنة"، حجر فيما 
"Barangsiapa yang di pagi hari mengucapkan رضيت بالله رباً، و بالإسلام ديناً، وبمحمد نبياً , maka aku menjamin untuk mengambil tangannya (menuntunnya), hingga aku memasukkannya ke dalam Surga." (Hadits ini dibawakan oleh imam al-Munziri dalam at-Targhib wat Tarhiib dengan sanad hasan dan dimasukkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah ke dalam Silsilah ash-Shahihah) 
Maka sungguh besar faidah dan balasan yang akan didapatkan oleh seseorang jika membaca do'a atau dzikir ini. Namun tentunya yang harus diperhatikan adalah bahwa balasan tersebut tidak diberikan hanya dengan sekedar membacanya saja, akan tetapi balasan dan faidah tersebut akan diberikan bagi yang memenuhi syaratnya, yaitu beramal dengan konsekuensinya sebagaimana juga balasan terhadap orang yang mengucapkan لا إله إلاّ الله , maka balasan tersebut akan diberikan kepada orang yang mengucapkannya, dan merealisasikan konsekwensinya. 
Dan sebelum itu semua, ia akan mendapatkan kemantapan dan kekokohan dalam hidup ini, dan juga di alam kubur ketika ditanya oleh Malaikat. Kita memohon kepada Allah Subhanahu wa Ta'ala agar memberikan ilham kepada kita untuk mengucapkannya dan untuk memudahkan kita untuk merealisasikan konsekuensinya, dan agar Dia Subhanahu wa Ta'ala memberikan kemantapan kepada kami dan anda sekalian dengan al-Qaulu ats-Tsabit di Dunia dan Akhirat. 
Disadur dan diterjemahkan dari beberapa sumber berbahasa Arab oleh Abu Yusuf Sujono. 

Cara bersyukur


1. Syukur dengan Hati.

Syukur dengan hati dilakukan dengan menyadari sepenuhnya bahwa nikmat yang kita peroleh, baik besar, kecil, banyak maupun sedikit semata-mata karena anugerah dan kemurahan Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: “Segala nikmat yang ada pada kamu (berasal) dari Allah,” (QS. An-Nahl: 53)
Syukur dengan hati dapat mengantar seseorang untuk menerima anugerah dengan penuh kerelaan tanpa menggerutu dan keberatan, betapa pun kecilnya nikmat tersebut. Syukur ini akan melahirkan betapa besarnya kemurahan dan kasih sayang Allah sehingga terucap kalimat tsana’ (pujian) kepada-Nya.

2. Syukur dengan Lidah.

Sikap syukur dengan lidah adalah setelah menyadari dengan sepenuh hati bahwa nikmat yang diperoleh itu semata-mata anugerah Allah Swt muncullah rasa kagum terhadap nikmat Allah Swt dan terucapkanlah kata pujian dari lidahnya alhamdulillah, kalaulah tidak karena nikmatmu ya Allah tidak mungkin saya seperti ini.

3. Syukur dengan perbuatan

Yaitu perbuatan dalam bentuk ketaatan kita menjalankan segala apa yang diperintah dan menjauhi segala apa yang dilarangNya. PerintahNya termasuk segala hal yang yang berhubungan dalam rangka menunaikan perintah-perintah Allah, baik perintah itu yang bersifat wajib, sunnah maupun mubah.
Menggunakan nikmat tersebut sesuai keinginan Sang Maha Pemberi, dimanifestasikan, direalisasikan untuk intensitas amal kebajikan yang semakin meningkat, seperti sedekah, berbagi, sosial, pemberdayaan, infak, zakat, pembangunan mesjid, madrasah, pesantren, dan juga digunakan untuk semua amal kebajikan lainnya.

Semoga bermanfa'at..

Rabu, 17 Oktober 2018

Semua Makhluk Rizkinya Dijamin Allah, Sedangkan Makhluk Tak Kuasa.


Semua Makhluk Rizkinya Dijamin Allah, Sedangkan Makhluk Tak Kuasa.

Ya Ahbabanal Kirom,
Kesuksesan Nabi Sulaiman AS.telah memperoleh bermacam kenikmatan duniawi. Semua tunduk di bawah perintahnya. Manusia, jin, hewan liar, aneka burung, dan bahkan angin. Ketika itu tumbuh rasa bangga di dalam hatinya.

“Tuhanku, perkenankan hamba menyediakan makan untuk semua makhluk hidup setahun penuh,” kata Nabi Sulaiman AS. memohon izin kepada Allah SWT.

“Kau tak mungkin sanggup,” jawab Allah SWT.

“Kalau begitu, izinkan hamba sehari aja,” kata Nabi Sulaiman AS.

Ketika mendapat izin sehari dari Allah, Nabi Sulaiman AS memerintahkan pasukannya baik kalangan jin dan manusia untuk menyebar mendata semua makhluk yang ada di muka bumi. Ia juga meminta mereka untuk memasak dan menyiapkan hidangan selama 40 hari.

Kepada angin, Nabi Sulaiman AS memerintahkan agar tidak bergerak selama itu agar tidak menerbangkan makanan yang sedang disiapkannya untuk memberi makan sehari semua makhluk Allah di muka bumi.

Nabi Sulaiman AS meminta pasukannya untuk mengumpulkan makanan hari demi hari di sebuah padang luas. Pasukannya bekerja keras memenuhi permintaan rajanya. Sampai tiba waktunya, makanan yang disiapkan itu menggunung.

“Sulaiman, siapa duluan yang akan kau beri makan?” kata Allah SWT setelah genap 40 hari persiapan hidangan.

“Makhluk-Mu yang di darat dan di laut,” jawab Nabi Sulaiman AS.

Allah SWT kemudian memerintahkan ikan paus, salah satu penghuni samudera yang luas untuk memenuhi undangan makan Nabi Sulaiman AS. Ikan itu pun mengangkat kepalanya dan bergerak maju ke arah makanan yang menggunung itu.

“Wahai Sulaiman, hari ini Allah menjadikan rezekiku melalui tanganmu,” kata ikan paus tersebut.

“Silakan makan,” kata Nabi Sulaiman AS yang diberi anugerah mukjizat dapat berbicara dengan hewan dan makhluk halus.

Setelah diizinkan, ikan paus itu pun melahap hidangan Nabi Sulaiman AS yang menggunung tersebut. Belum genap sekejap, ikan itu melahap semua hidangan yang disiapkan 40 hari lamanya. Ludes. Sementara itu Nabi Sulaiman AS dan pasukannya terperangah melihat ikan paus itu melahap semua persedian makanan.
“Sulaiman, kenyangkan aku. Aku masih lapar,” kata ikan paus.
“Kau belum kenyang?”
“Hingga kini aku belum kenyang,” kata ikan paus.
Nabi Sulaiman AS tidak sanggup menjawab. Ia menyerah takluk di hadapan kuasa Allah SWT. Ia duduk bersimpuh lalu bersujud.

“Subhāna man takaffala bi rizqi kulli marzūqin min haitsu lā yasy‘uru. (Mahasuci Tuhan yang menjamin rezeki semua makhluk-Nya dari jalan yang tak terpikirkan,” sembah puji Nabi Sulaiman AS sebagai pengakuan atas semua makhluk rizkinya dlm jaminan-Nya.

Kisah ini disarikan dari Kitab Durratun Nasihin fil Wa‘zhi wal Irsyad karya Syekh Utsman bin Hasan bin Ahmad As-Syakir Al-Khaubawi, [Mushtafa Al-Babi al-Halabi, Daru Ihyail Kutubil Arabiyyah: tanpa catatan tahun], halaman 229-230.
Wallahu a‘lam.