Laman

Minggu, 07 Oktober 2018

ORANG GILA PERSFEKTIF AGAMA

Siapa Orang Gila Itu Menurut Agama ?

Ya Ahbabul Kirom,
Menurut pakar psikologi :  "Secara kognitif bahwa yg dikatagorikan orang gila adalah tidak mungkin melakukan perencanaan dan tindakan yg terukur dalam tiap tindakannya. Dikarenakan urat saraf otaknya ada yang terputus, maka orang gila akan mengalami gangguan otak yg permanen dlm tindakannya."

Meski demikian, terminologi kata gila memang bisa ditinjau dari berbagai dimensi sudut padang epistemologi. Ada beberapa dimensi kata gori kegilaan.

1. Pertama gila kognitif, adalah adanya gangguan saraf pada otak yang menjadikan seseorang mengalami semacam gangguan jiwa. Dalam bahasa inggris gila dalam arti gangguan jiwa biasa disebut insanity atau madness. 

Inilah awal dari istilah gila yang sebenarnya, dimana orang itu tidak lagi memiliki rasa malu, takut, sedih atau perasaan yang lainnya. Bisanya orang gila model ini mudah ditemui di pinggir-pinggir jalan, kadang tertawa sendiri, bahkan tak jarang mereka tak berbusana. Gila dalam perspektif ini adalah semacam pola pikir dan perilaku yang abnormal.

Namun demikian, istilah gila ini mengalami semacam perluasan makna, baik positif maupun negatif. Kata Kegilaan selain digunakan untuk menunjukkan manusia tidak waras, sinting, gendeng, edan, sableng, majnun dan gelo , juga dipakai untuk menujukkan perilaku yang  diluar kebiasaan orang lain atau out of the box.

2. Kedua, gila dalam frase seperti ide gila, gila baca, karya gila dan semacamnya justru seringkali menjadi positif. Frase gila bola, gila mancing, gila harta, gila kekuasaan, gila perempuan, dan gila makan.

3. Gila dalam sistem politik demokerasi.
Dimana bisa menjadikan manusia gila harta, gila kekuasaan dan gila jabatan, gila hormat, gila pujian dan seterusnya. Telah banyak kejadian ini di negara barat. Menuhankan demokerasi yang berujung jepada rusaknya peradaban karena hegemoni nafsu duniawi. Demokerasi liberal dan sekuler di barat adalah contoh sempurna akan rusaknya kehidupan akibat disorientasi manusia. Peradaban barat melihat kebahagiaan hidup hanya sebatas duniawi yang ditandai oleh kepemilikan harta, kekuasaan dan kebebasan seks.

Namun ada yang menarik dari sabda Rasulullah tentang orang yang sesungguhnya gila.
Syaikh Abdullah Al Ghazali  dalam Risalah tafsir menyampaikan sebuah riwayat hadist sebagai berikut :
"Pada suatu hari Rasulullah berjalan melewati sekelompok sahabat yang sedang berkerumun. Lalu beliau bertanya kepada mereka, “Mengapa kalian berkumpul disini ?”. Para sahabat menjawan,” Ya Rasulullah, ada orang gila sedang mengamuk. Oleh sebab itulah kami berkumpul disini”.
Rasulullah lalu bersabda,” Sesungguhnya orang itu tidaklah gila [al majnun], namun orang ini hanya sedang mendapat musibah. Tahukah kalian, siapakah orang yang sebenar-benarnya disebuat gila [al majnuun haqqul majnuun]. “Tidak ya Rasulullah, hanya  Allah dan Rasulnya yang mengetahui”, jawab para sahabat.
Rasulullah menjawab, “ Orang gila yang sesungguhnya adalah
Orang yang berjalan dengan penuh kesombongan,
Orang yang membusungkan dadanya,
Orang yang memandang rendah kepada orang lain,
Orang ini berharap utk mendapat rahmat dari Tuhan akan memberikan surga, padahal ia selalu berbuat dosa dan maksiat kepada-Nya.
Selain itu orang-orang yang ada disekitarnya, tidak pernah merasa aman dari kelakuan buruknya.
Dan disisi yang lain, orang juga tidak pernah berharap pada perbuatan baiknya.
Nah orang seperti itulah yang disebut sebagai "ORANG GILA YG SEBENAR-BENARNYA GILA." Sementara orang yang kalian tonton adalah orang yang sedang mendapat musibah”. 

Kesombongan dan kemaksiatan adalah gila yang sebenarnya menurut Rasulullah. Sombong adalah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain. maksiat adalah melakukan perbuatan yang dilarang oleh Allah.
Wallahu'alam.

BERTAUBATLAH SETIAP SAAT

Bertaubatlah  Setiap Saat

Ya Ahbabal Kirom,
Setiap manusia memang tidak luput dari perbuatan dosa.
Sementara dalam istilah Arab manusia disebut sebagai al-Insan, mahallul khoto’ wan nisyan, "manusia adalah tempat melakukan kesalahan dan lupa."

Maka tugas manusia sebagai seorang hamba tidak lain adalah menyembah dan beribadah kepada Allah sebagaimana firman-Nya:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإِنسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُون

“Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan agar mereka beribadah kepada-Ku”. (QS. Adz-Dzariyat : 56).
Selain itu, yang tidak kalah penting dari tugas manusia adalah bertaubat. Allah berfirman :

وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

“Dan bertaubatlah kamu semua kepada Allah wahai orang-orang yang beriman agar kamu beruntung”. (QS. An-Nur : 31).
Juga Firman-Nya :

إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ

“Sungguh, Allah menyukai orang taubat dan menyukai orang yang mensucikan diri”. (QS. Al-Baqarah : 222)
Dua ayat di atas menjelaskan bahwa Allah SWT. menekankan begitu pentingnya taubat bagi manusia. Bagaimana manusia ingin dicintai Allah sementara sifat yang dicintai-Nya tidak dijalankan.
Bagaimana manusia ingin beruntung dunia dan akhirat jika perintah taubat-Nya juga tidak dilakukan.
Pentingnya bertaubat di antaranya didasarkan pada hadis riwayat Abu Hurairah :

عَنْ أَبُي هُرَيْرَةَ قَالَ سَمِعْتُ رَسُولَ اللهِ صلى الله عليه وسلم يَقُولُ : وَاللَّهِ إِنِّي لأَسْتَغْفِرُ اللَّهَ وَأَتُوبُ إِلَيْهِ فِي الْيَوْمِ أَكْثَرَ مِنْ سَبْعِينَ مَرَّةً

“Diriwayatkan dari Abu Hurairah, ia berkata ‘aku mendengar Rasulullah saw. bersabda “Demi Allah, sungguh aku beristighfar dan bertaubat kepada Allah lebih dari tujuh puluh kali dalam sehari”’ (HR. Bukhari).

Dalam kesempatan lain Abu Hurairah menyatakan bahwa ia tidak pernah melihat seoarang pun yang paling banyak beristighfar melainkan Rasulullah saw.
Padahal, semua orang tahu bahwa beliau sudah dijamin masuk surga dan diampuni dosa-dosa yang telah lampau maupun dosa yang akan datang.
Sehingga Aisyah, istri Rasulullah memberanikan diri untuk bertanya kepadanya, “Wahai rasulullah, mengapa engkau melakukan hal ini, padahal engkau telah diampuni dosa yang telah lalu dan akan datang”.
Rasul bersabda: “Tidakkah engkau menyukai aku menjadi hamba yang bersyukur”.
Sungguh mulia tiada tara akhlak rasul. Ini menunjukkan bahwa kemuliaan tersebut hanya dimiliki oleh makhluk terbaik dan terpilih, nabi Muhammad saw.

Ya Ahbabal Kirom,
Bahaya Maksiat
Beberapa kajian tasawuf menjelaskan bahwa maksiat merupakan perkara yang harus dihindari dan dijauhi.
Karena kemaksiatan akan mengganggu dan menghalang-halangi seseorang untuk ber-taqorrub, mendekatkan diri pada Allah SWT.

Kemaksiatan pula lah yang menjadikan hati seseorang akan semakin gersang dan gelap.
Ibnu Atha’illah as-Sakandari memberi permisalan bahwa seseorang yang berbuat dosa akan jatuh pada kegelapan. Kemaksiatan diibaratkan sebagai api, sementara kegelapan adalah asapnya.
Sehingga diibaratan jika seseorang membakar rumah selama 70 tahun, yang terjadi adalah rumah menjadi hangus dan gosong sangat hitam. Begitulah kira-kira hati seseorang yang senantiasa jatuh pada lubang kemaksiatan.
Selain itu, para ulama sufi juga menggambarkan bahwa perbuatan maksiat ibarat kendil; ketel baru yang di bawahnya dinyalakan api.
Maka yang terjadi adalah kendil akan berubah warna menjadi hitam walaupun proses menyalakannya cuma sebentar.
Jika dengan segera kendil tersebut dibersihkan, maka hilang lah noda hitam. Namun jika kendil tidak segera dibersihkan dan kemudian digunakan untuk memasak berkali-kali, maka yang terjadi adalah warna hitam semakin pekat dan sulit utk dibersihkan.

Begitulah perbuatan maksiat. Tidak ada cara lain untuk menghapus noda-noda dosa dan kemaksiatan kecuali dengan bertaubat. Karena dengan bertaubat hati menjadi bersih, muncul amal-amal kebaikan, dan aroma diterimanya sebuah amal.
Wallahu a’lam.

ETIKA / ADAB BERTETANGGA

Etika/Adab Bertetangga


Ya Ahbanul Kirom,
Tetangga adalah orang yang paling dekat rumahnya dengan kita. Dalam Islam, tetangga memiliki hak-hak tertentu sebagaimana disebutkan dalam beberapa hadis Rasulullah SAW, seperti hak untuk mendapatkan rasa aman dari gangguan dan sebagainya.
Selain itu, ada sejumlah adab bagi tetangga sebagaimana disebutkan Imam Al-Ghazali dalam risalahnya berjudul al-Adab fid Dîn dalam Majmû’ah Rasâil al-Imam al-Ghazâli, sebagai berikut:

آداب الجار: ابتداؤه بالسلام، ولا يطيل معه الكلام، ولا يكثر عليه السؤال، ويعوده في مرضه، ويعزيه في مصيبته، ويهنيه في فرحه، ويتلطف لولده و عبده في الكلام، ويصفح عن زلته، ومعاتبته برفق عند هفوته، ويغض عن حرمته، ويعينه عند صرخته، ولا يديم النظر إلى خادمته

“Adab bertetangga, yakni mendahului berucap salam, tidak lama-lama berbicara, tidak banyak bertanya, menjenguk yang sakit, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah, ikut bergembira atas kegembiraannya, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya, memaafkan kesalahan ucap, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan, menundukkan mata dari memandang istrinya, memberikan pertolongan ketika diperlukan, tidak terus-menerus memandang pembantu perempuannya.”

Dari kutipan di atas, dapat diuraikan kedua belas adab bertetangga sebagai berikut:
Pertama, mendahului menyampaikan salam. Orang-orang yang bertetangga dianjurkan saling menyapa ketika bertemu dengan mengucapkan salam.
Tentu saja pihak yang mendahului mengucapkan salam secara akhlak lebih baik dan karenanya mendapatkan kebaikan yang lebih banyak.

Kedua, tidak lama-lama berbicara. Hidup bertetangga tidak bisa lepas dari berbicara satu sama lain. Namun pembicaraan itu sebaiknya tidak kelewat lama.
Hal ini demi kebaikan seperti menghindari ghibah atau menggunjing pihak lain yang bisa menimbulkan fitnah dan sebagainya.

Ketiga, tidak banyak bertanya. Mengajukan pertanyaan seperti, “Mau kemana?” merupakan salah satu cara menyapa yang sudah umum.
Jika pertanyaan tersebut dijawab, ” Mau ke pasar”, maka tidak harus diajukan lagi pertanyaan yang lebih detail seperti, “Mau beli apa?”, sebab hal ini bisa berarti terlalu ingin mengetahui urusan orang lain.
Cukuplah diikuti dengan ungkapan,  ”Silakan” atau dalam bahasa Jawa, “Monggo, nderekaken.”

Keempat, menjenguk yang sakit. Ketika tetangga ada yang sakit, ia berhak dikunjungi. Artinya, tetangga yang tidak sakit berkewajiban mengunjunginya tanpa memandang status sosial pihak yang sakit.
Bertetangga pada dasarnya adalah berteman sehingga kesetaraan di antara mereka harus dijaga dengan baik.

Kelima, berbela sungkawa kepada yang tertimpa musibah. Seorang tetangga juga berhak dikunjungi ketika sedang tertimpa musibah terutama kematian anggota keluarganya.
Hal yang sebaiknya dilakukan dalam kujungan takziah adalah ikut berbela sungkawa dengan menunjukkan rasa duka dan mendoakan kebaikan terutama bagi si mayit dan keluarga yang ditinggalkan.

Keenam, ikut bergembira atas kegembiraannya. Tidak sebaiknya seseorang merasa tidak senang atas keberhasilan tetangganya disebabkan iri.
Hal yang justru dianjurkan adalah saling mengucapkan selamat atas keberhasilan sesama tangga.
Dengan cara ini perasaan iri atas keberhasilan tetangga bisa dihindarkan dan pertemanan sesama tentangga dapat terjaga.

Ketujuh, berbicara dengan lembut kepada anak tetangga dan pembantunya. Anak-anak tetangga dan pembantunya merupakan kelompok orang-orang lemah secara sosial sehingga harus dibesarkan hatinya.
Salah satu caranya adalah dengan menghindari cara bicara yang bisa membuat mereka merasa takut.

Kedelapan, memaafkan kesalahan ucap. Memberikan maaf kepada tetangga yang terselip lidah sangat dianjurkan sebab bisa jadi suatu ketika seseorang juga berbuat hal yang sama.
Dengan kata lain saling memaafkan di antara orang-orang yang bertetangga sangat dianjurkan.

Kesembilan, menegur secara halus ketika berbuat kesalahan. Menegur tetangga yang berbuat salah adalah baik terutama jika kesalahan itu menyangkut kepentingan orang banyak.
Namun demikian teguran itu harus dilakukan dengan cara yang baik sehingga diterima dengan baik. .

Kesepuluh,menundukkan mata dari memandang istrinya. Memandang istri orang lain, terutama tetangga, harus dengan pandangan yang minimalis, yakni misalnya dengan menundukkan kepala.
Hal ini untuk menghindari fitnah, atau timbulnya godaan-godaan yang bersumber dari setan.

Kesebelas, memberikan pertolongan ketika diperlukan. Jika terjadi apa-apa pada seseorang seperti sakit, tertimpa musibah, dan sebagainya, tetanggalah yang lebih dulu mengatahui.
Oleh karena itu, menjadi penting memberikan pertolongan segera atas kesulitan yang dialami tetangga.

Kedua belas, tidak terus menerus memandang pembantu perempuannya. Banyak hal negatif bermula dari pandangan mata.
Maka penting untuk meminimalisir pandangan terhadap pembantu perempuan. Posisinya yang lemah rentan terhadap kekerasan oleh orang-orang di sekitarnya.
Demikianlah kedua belas adab bertetangga sebagaimana nasihat Imam Al-Ghazali. Jika disarikan, maka kedua belas adab tersebut pada intinya menekankan bahwa hidup bertetangga harus saling menghargai, tolong-menolong dan menjaga keharmonisan.
Namun demikian diperlukan sikap hati-hati dalam berinteraksi dengan lawan jenis agar terhindar dari fitnah.
Wallahu'alam

Rabu, 14 Maret 2018

HATI-HATI DENGAN ANCAMAN ADZAB ALLAH SWT



Jika kita memperhatikan keadaan saat ini, kita pasti merasakan bahwa kita sedang diliputi keprihatinan yang mendalam. Awan kelabu bergelayut di langit negeri ini. Musibah dan bencana alam datang silih berganti, seakan tak mau berhenti. Beberapa waktu terakhir ini, saudara-saudara kita dibeberapa daerah terkena musibah banjir sehingga ribuan orang kehilangan harta benda dan terancam tidak memiliki air bersih. Di beberapa daerah lain terjadi longsor, angin puting beliung yang memporak porandakan banyak tempat tinggal, perkebunan dan memusnahkan binatang ternak. Kabut tebal pun merambah ke banyak tempat, sehingga mengganggu sarana transportasi dan mematikan perekonomian. Sehingga nyaris tiap waktu kita mendapat informasi bahwa puluhan ribu orang kehilangan tempat tinggal. Puluhan juta orang kebingungan bagaimana mencari makan dan penghidupan. Puluhan orang meninggal mengenaskan karena penyakit dan kesengsaraan. Tidak terhitung jumlahnya anak-anak yang sel-sel otaknya rusak, matanya sayu, perutnya kembung, karena kekurangan gizi dan kelaparan. Kepala kita pusing, perut kita lapar,  hati kita penuh dengan ketakutan. Hukum tidak lagi memberikan jaminan keamanan. Tiba-tiba negeri kita menjadi rimba belantara, kita terhimpit sekaligus oleh bahaya maut di sekitar kita dan beban kemiskinan.
Dalam keadaan seperti itu, tiba-tiba kita mendengar ancaman Allah SWT. Dalam firman-Nya :
قُلۡ هُوَ ٱلۡقَادِرُ عَلَىٰٓ أَن يَبۡعَثَ عَلَيۡكُمۡ عَذَابٗا مِّن فَوۡقِكُمۡ أَوۡ مِن تَحۡتِ أَرۡجُلِكُمۡ أَوۡ يَلۡبِسَكُمۡ شِيَعٗا وَيُذِيقَ بَعۡضَكُم بَأۡسَ بَعۡضٍۗ ٱنظُرۡ كَيۡفَ نُصَرِّفُ ٱلۡأٓيَٰتِ لَعَلَّهُمۡ يَفۡقَهُونَ ٦٥
“Katakanlah: "Dialah yang berkuasa untuk mengirimkan azab kepadamu, dari atas kamu atau dari bawah kakimu atau Dia mencampurkan kamu dalam golongan-golongan (yang saling bertentangan) dan merasakan kepada sebahagian kamu keganasan sebahagian yang lain. Perhatikanlah, betapa Kami mendatangkan tanda-tanda kebesaran Kami silih berganti agar mereka memahami(nya)" (Q.S. Al An’am : 65)

Dari ayat tersebut, kita mendapatkan bahwa Allah SWT. tengah mengancam kita dengan tiga macam azab; azab dari atas, azab dari bawah dan azab dari antara kita karena perpecahan.
Azab dari atas dapat berupa angin taufan yang ganas yang menyebabkan kebakaran hutan, atau badai yang membawa hujan deras dan mengakibatkan petaka, atau kehancuran lapisan ozon akibat dari efek rumah kaca, atau virus dan berbagai macam penyakit yang disebarkan melalui udara yang senantiasa mengancam kehidupan kita, avian influenza, flu burung, bahkan terakhir ada penyakit yang dinamakan flu Singapura yang telah merambah beberapa daerah di tanah air ini dan penyakit-penyakit lain sebagainya. Pada umat terdahulu, azab berupa halilintar yang ditibakan pada umat yang menentang Nabi Luth as, atau batu-batu api yang memporakpoarandakan tentara gajah, ashabil fiil.
Azab dari bawah bisa muncul berupa banjir baik banjir  air seperti yang terjadi di berbagai daerah di negeri kita, ataupun banjir lumpur panas seperti yang terjadi di Lapindo yang sudah bertahun-tahun mengeluarkan lumpur panas tanpa henti.  Atau terjadi gempa bumi dan Tsunami seperti terjadi di  beberapa daerah akhir-akhir ini. (Tafsir Fakhrurazi, 7 : 24).
Lalu kenapa Allah memberikan ancaman yang begitu mengerikannya? Apakah Allah begitu kejam dan tidak menyayangi umat manusia? Ternyata tidak !!! karena semua adzab tersebut tidak mungkin diturunkan oleh Allah tanpa sebab. Karena Allah berfirman :
ذَٰلِكَ بِمَا قَدَّمَتۡ أَيۡدِيكُمۡ وَأَنَّ ٱللَّهَ لَيۡسَ بِظَلَّامٖ لِّلۡعَبِيدِ ١٨٢
“… (Azab) yang demikian itu adalah disebabkan perbuatan tanganmu sendiri, dan bahwasanya Allah sekali-kali tidak menganiaya hamba-hamba-Nya”. (Q.S. Ali Imron : 182)

ظَهَرَ ٱلۡفَسَادُ فِي ٱلۡبَرِّ وَٱلۡبَحۡرِ بِمَا كَسَبَتۡ أَيۡدِي ٱلنَّاسِ لِيُذِيقَهُم بَعۡضَ ٱلَّذِي عَمِلُواْ لَعَلَّهُمۡ يَرۡجِعُونَ ٤١
“Telah nampak kerusakan di darat dan di laut disebabkan karena perbuatan tangan manusi, supay Allah merasakan kepada mereka sebahagian dari (akibat) perbuatan mereka, agar mereka kembali (ke jalan yang benar).” (Q.S. Ar Rum : 41)

Ayat tersebut mengajak kepada kita semua untuk bermuhasabah, berintrospeksi diri, jangan-jangan kita memiliki andil datangnya musibah dan bencana tersebut. Andil yang menyebabkan musibah tersebut diturunkan oleh Allah SWT sangat banyak. Bisa jadi perilaku kita yang tidak sayang dan menjaga kelestarian alam, seperti menebang pohon sembarangan, membuang sampah di sungai atau ditempat-tempat yang bukan seharusnya, atau perilaku-perilaku lain yang menyebabkan terganggunya kelestarian ekosistem alam. Atau juga perilaku maksiat dan dosa yang kita lakukan dengan mengingkari perintah Allah SWT serta menyenangi dan melakukan apa yang dilarang oleh Allah SWT, sehingga menyebabkan Allah SWT murka kepada kita.
Tentunya, sebagai orang yang beriman dan berfikir logis, kita tidak berharap segala kesengsaraan dan azab tersebut menimpa kita, keluarga kita dan masyarakat kita. Lalu bagaimana kita dapat menghindari ancaman azab Allah tersebut ? Al Quran memberikan keterangan bahwa Allah SWT tidak akan pernah menurunkan azab setidaknya kepada empat kelompok manusia, yaitu :
1.   Kelompok manusia yang senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaannya kepada Allah SWT. Dengan selalu merasa diawasi Allah SWT sehingga setiap ucapan, langkah dan tindakkannya selalu didasarkan kepada Al Qur’an, sebagaimana firman-Nya, “Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertaqwa, pastilah kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan ayat- ayat Kami itu, maka Kami akan siksa mereka disebabkan perbuatannya” (Q.S. Al-A’raf : 96).
2.   Kelompok manusia yang selalu bersyukur atas berbagai limpahan nikmat dan karunia yang telah Allah SWT.berikan, dengan cara banyak mengingat dan menyebut asma Allah dan memuji-Nya, menyalurkan dan mempergunakan karunia tersebut di jalan yang diridhai Allah SWT. Allah SWT. berfirman, “Mengapa Allah menyiksamu, jika kamu bersyukur dan beriman? Dan Allah Maha Mensyukuri lagi Maha Mengetahui” (Q.S. An-Nisaa : 147)
3.   Kelompok manusia yang selalu bertaubat dan banyak beristighfar, dengan cara banyak membaca istighfar, menjauhi dan tidak melakukan perbuatan dosa dan maksiat, tidak mengulangi perbuatan dosa dan salah yang pernah dilakukan. Allah SWT. berfirman, “Dan Allah sekali-sekali tidak akan mengazab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah pula Allah akan mengazab mereka, sedang mereka beristighfar (meminta ampun)” (Q.S. Al-Anfal: 33)
4.   Kelompok manusia yang senantiasa berbuat kebaikan dan menjauhi perbuatan dzalim kepada orang lain. Implementasinya adalah dengan menjaga kelestarian ekosistem alam dan tidak melakukan kerusakan di muka bumi. Serta belaki adil dan ihsan dalam melakukan muamalah sesama manusia. Sebagaimana firman-Nya, “Dan Tuhanmu sekali-kali tidak akan membinasakan negeri-negeri secara zhalim, sedang penduduknya orang-orang yang berbuat baik” (QS. Huud: 117), “…Dan tidak pernah pula Kami membinasakan kota-kota, kecuali penduduknya dalam keadaan melakukan kezhaliman” (QS. Al-Qashas: 59).
Tentunya kita sangat yakin, bahwa semua yang termaktub dalam firman-firman-Nya itu merupakan janji Allah SWT, yang tidak akan pernah diingkari-Nya. Oleh karena itu, mulai saay ini marilah kita jadikan diri kita untuk menjadi bagian dari keempat golongan tersebut, kita tingkatkan keimanan dan ketaqwaan kita bertaqarrub dengan amal shalih kita kepada Allah SWT. beristighfar dan ber-istighatsah, memohon ampunan dan pertolongan-Nya, serta senantiasa bersyukur dan berbuat kebaikan. Marilah kita hadapkan hati kita kepada Allah Yang Maha Kuasa. Marilah kita tundukkan kepala kita, kita sujudkan hati kita, kita ulurkan tangan kita. Mari kita bersimpuh menghadapkan seluruh wajah kita kepada Dia Dzat yang menciptakan langit dan bumi dengan penuh kepasrahan. Agar kita dijauhkan dan dihindarkan dari segala bencana, musibah dan adzab yang tentunya kita tidak ingin menerimanya. Aamiin Yaa Mujiibassaailiin. Wallahu’alam bishshowwab.