Oleh : Saeful Malik, S.Ag, MBA,
M.Pd.I*
Islam
sebagai suatu agama dapat dipandang luas ataupun sempit. Orang akan memiliki
pandangan yang luas atau sempit tentang Islam tergantung dari pengetahuan dan
persfektif yang digunakannya. Prof. Dr. H. Adang Jumhur, M.Ag, pernah
menganalogikan bahwa Islam bagaikan sebuah
bangunan atau sebuah rumah. Dimana rata-rata rumah memiliki beberapa ruang ; ada ruang tamu, ruang keluarga, ruang makan, ruang kamar tidur, ruang dapur serta ruang kamar mandi dan WC. Bila ada rumah yang tidak
ada ruang tamunya, atau tidak ada kamar
mandi dan WC-nya, tentu akan dianggap tidak lengkap dan dirasakan tidak nyaman.
Bangunan Islam juga terdiri atas beberapa ruang. Ada ruang aqidah atau kalam, ruang muamalat, ruang akhlak, ruang tashawuf, dan ada ruang
fiqh atau hukum. Di dalamnya, juga ada
ruang NU, ruang Muhammadiyah, Persis, PUI, MUI, FPI, dan lain-lain. Sebagaimana layaknya sebuah
rumah, bangunan Islam dapat dianggap tidak Iengkap bila tidak ada ajaran aqidah atau
akhlaknya; dan akan dirasakan tidak menarik bila rumah Islam tidak ada NU atau
Muhammadiyahnya.
Ketika seseorang memasuki sebuah
rumah, ia akan melihat banyak hal dalam bangunan itu,
tergantung ruang mana yang dimasukinya. Ketika berada di ruang tamu, maka yang
akan terlihat adalah fasilitas yang ada di
ruang itu, seperti kursi dan meja tamu serta beberapa hiasan aksesoris yang ada di sana. Ketika di ruang tengah pasti yang terlihat akan Iebih banyak
lagi, demikian seterusnya ketika
memasuki ruang-ruang lain yang ada dalam bangunan itu, maka yang terlihat adalah benda-benda yang ada pada masing-masing ruang tersebut. Sangatlah beruntung bila ada orang berkesempatan melihat seluruh ruangannya, dan bisa tinggal lama di
setiap ruangannya, sebab ia akan
melihat dan
memahami hampir seluruh benda yang ada dalam bangunan itu. Orang itu boleh jadi
akan menyatakan bahwa bangunan itu sangat luas, dan banyak hal di dalamnya. Tentu akan
berbeda kesan dan komentarnya, dengan orang yang hanya masuk dan berada di ruang tamu saja, atau yang masuk kamar
tidur saja. Orang ini hanya bisa menyebut
beberapa benda yang ada di dua ruang itu, yang luas pandangan dan jumlah benda yang dilihatnya terbatas
beberapa jenis saja.
Orang bisa berbicara tentang Islam seluas atau sesempit pengetahuannya, tergantung seberapa banyak
ruang Islam yang dimasukinya, bidang keislaman yang dipelajarinya, dan seberapa lama berada
di masing-masing ruang dan bidang kajiannya itu. Ketika orang masuk wilayah kajian fiqh, maka yang
nampak itu adalah kitab-kitab dan masalah-masalah fiqh. Sehingga, apa pun akan dilihat
dari perspektif fiqh. Akhirnya, mungkin saja orang itu akan berkata bahwa Islam itu tak lain
adalah fiqh. Substansi Islam yang paling penting adalah fiqh. Maka, pelajarilah fiqh, sebab fiqhlah
yang akan menjadi jalan keselamatan manusia di dunia dan di akhirat. Orang yang masuk bidang aqidah dan tashawuf, tentu
akan Iebih banyak bertemu dengan kitab-kitab dan guru-guru tashawuf. la pun akan menyatakan bahwa subtansi Islam itu adalah tashawuf. Tashawuflah yang
akan mengantarkan manusia pada kehidupan bahagia di dunia dan di akhirat, bahkan mengantarkan pada puncak
kebahagiaan yang sejati. Begitulah
seterusnya dengan orang yang masuk pada bidang-bidang Islam lainnya.
Orang
yang sejak lahir hidup dan dibesarkan di lingkungan NU misalnya, tentu yang
terlihat
adalah Islam NU. Kitab dan buku-buku yang dibacanya hanyalah kitab dan
buku-buku NU. la pun memperoleh pelajaran dari guru-guru
dan para kiayi NU. Maka, tata cara beribadah, ritual
dan aktivitas keagamaannya sesuai dengan tradisi yang
hidup dan berkembang di lingkungan jamaah NU.
Wajarlah bila kemudian orang itu berpandangan bahwa NU adalah Islam,
dan Islam adalah NU. Wajar pula jika kemudian ia berkeyakinan bahwa Islam yang
benar adalah Islam NU, bahwa NU-Iah satu-satunya jalan keselamatan, maka
ia pun berani mati untuk membelanya_
Demikian
pulalah
sikap orang yang lahir dan dibesarkan dalam tradisi
Muhammadiyah dan Persis. Islam menurut
mereka adalah Muhammadiyah dan Persis. ltulah lslam yang benar, dan
itulah satu-satunya jalan keselamatan. Maka, pantaslah bila mereka
berseru: "masuklah Muhammadiyah", kata si
Muhammadiyah; dan kata si Persis, "masuklah Persis. Janganlah keluar
darinya”.
Maka, pantas pula bila kemudian mereka pun melakukan sosialisasi, merekrut
anggota dan melakukan pembinaan, bahkan rela berkorban
untuk membela dan mempertahankan aqidah dan eksistensi
organisasinya itu. Demikian seterusnya dengan orang yang ada
pada organisasi keagamaan Islam lainnya.
Persoalannya
sekarang, betulkah bahwa Islam itu adalah fiqh? Islam itu adalah akhlak
dan
tashawuf? Benarkah bahwa Islam itu adalah NU. Islam itu adalah Muhammadiyah
dan Persis, atau ormas keagamaan lainnya? Tentu Anda akan menjawab,
bahwa Islam tidaklah identik atau sama sebangun dengan fiqh dan akhlak
tashawuf, atau bidang kajian Islam lainnya. Islam
pasti diyakini lebih luas dari sekedar masing-masing bidang itu. Islam terdiri
atas
berbagai aspek, di antaranya adalah
fiqh dan akhlak tashawuf.
Pertanyaan
berikutnya, benarkah Islam itu sama dengan NU, Muhammadiyah,
Persis atau ormas islam lainnya? Tentu Anda pun akan
menjawab, bahwa Islam tidak identik dengan NU
atau Muhammadiyah. Islam lebih luas dari sekedar NU, Muhammadiyah, dan
Persis. Islam terdiri atas NU, Muhammadiyah, Persis, PUI,
Matla'ul Anwar, MUI, FUI dan sebagainya. Betul, bahwa
semua ormas itu adalah Islam, tapi bukan sebaliknya. Islam tidaklah identik
dengan ormas. Islam
bukanlah hanya NU, Muhammadiyah, Persis dan seterusnya itu. Maka,
seseorang tetap disebut Islam atau Muslim ketika ia masuk atau
tidak masuk NU, Muhammadiyah dan Persis, atau
yang lainnya. Orang pun bisa masuk Islam melalui atau tidak melalui pintu
NU, Muhammadiyah, atau lainnya. Orang pun boleh berada atau tidak berada di
dalamnya, baik sebentar atau berlama-lama, boleh masuk dan boleh
keluar, tanpa harus merasa berdosa atau bersalah, apalagi
menyalahkan orang lain.
Yang
ingin dikatakan dalam tulisan ini adalah bahwa Islam itu sangatlah luas.
Jangan direduksi menjadi bidang-bidang kajian tertentu saja. Islam itu luas,
maka janganlah dipersempit menjadi
organisasi keagamaan tertentu saja. Tulisan ini juga ingin mengatakan bahwa, tidak
ada yang mutlak “benar” sesuatu yang difahami seseorang, karena bisa jadi
seseorang tersebut baru memahami hanya satu bidang atau satu ruangan dari
bangunan Islam yang luas, sehingga masih ada “kemungkinan benar” tentang Islam
jika dilihat pada persfektif ruang yang lain.
Islam
itu luas, janganlah dipersempit dengan pamahaman Islam seseorang
atau sejumlah orang saja. Janganlah pemahaman seseorang atau sejumlah orang
tentang Islam divonis sama sebangun dengan Islam yang dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya. Sekali lagi, bahwa pemahaman orang atau
sejumlah orang tentang Islam hanyalah salah satu “kemungkinan benar” tentang Islam yang
dikehendaki oleh Allah dan Rasul-Nya.
Islam yang luas adalah
Islam yang meliputi bidang ibadah dan muamalah, bidang aqidah dan syariah,
bidang sosial, budaya, ekonomi, politik dan sebagainya. Islam yang luas adalah
Islam yang meliputi ajarannya, sumber-sumber ajarannya, penganutnya, organisasinya,
sejarahnya, pemahaman umatnya, dan seterusnya. Islam yang luas adalah Islam
yang meliputi NU, Muhammadiyah, Persis, PUI, Matla'ul Anwar, dan sebagainya.
Islam yang luas adalah Islam yang pelangi dan warna warni, yang mengakomodasi
semua nilai benar, segala kebajikan, keadilan, kemaslahatan, kebersamaan,
keselamatan, kedamaian, kepatuhan dan ketundukkan pada Ilahy. Wallahu a'lam.